Pelaku tipe ini lebih berpengalaman, karena terbiasa dengan aktivitas yang dikerjakan dan umumnya skema kecurangan yang dilakukan lebih rumit agar tidak terdeteksi.
Biasanya pelaku tipe ini didorong dengan adanya tekanan yang datang, baik kebutuhan finansial yang mendesak, kebutuhan keluarga, keinginan pengakuan yang berlebihan hingga pada akhirnya menghalalkan segala cara.
Karyawan berbuat curang tentu disesuaikan dengan kondisi jabatan yang dipegang. Seorang karyawan dengan intensitas pada kewenangan monetary, akan lebih rawan dibandingkan karyawan yang memiliki kewenangan non-monetary.
Sehingga internal kontrolnya atau treatment seharusnya dapat dibedakan sesuai tingkat risiko. Internal kontrol tentu akan berjalan dengan baik bilamana setiap proses bisnis organisasi dapat termitigasi.
Tidak saja persoalan SOP atau aturan main, namun juga karyawan yang ditugaskan telah sesuai kompetensi (the right man on the right job).
Pembangunan sistem deteksi dini dan kontrol prevensi menjadi penting untuk dilakukan. Pemanfaatkan teknologi ataupun peningkatan kompetensi karyawan dalam menjalankan bisnis perusahaan akan lambat laun menekan terjadinya kecurangan.
Misalnya, menciptakan suatu sistem early warning atas redflag kecurangan, segregation of duties, serta membangun budaya antifraud yang kuat dalam organisasi.
Budaya acap kali mudah terucap, namun sulit dilaksanakan. Membangun budaya bukan hanya tugas satu bidang dalam organisasi, yaitu human capital saja, namun menjadi tugas seluruh karyawan perusahaan.
Budaya apapun tidak dibentuk, namun dibangun. Sama halnya ketika kita membangun sebuah rumah, maka budaya adalah pondasi kokoh sebelum mampu berdiri tegak.
Sehingga komitmen, tone at the top para majemen perusahaan menentukan berhasilnya suatu organisasi.
Untuk itu, dalam mendukung hal ini, mulai dari proses rekrutmen. Background check menggunakan teknologi terkini yang mampu mengidentifikasi perilaku buruk atau kecenderungan seorang calon karyawan atau karyawan akan melakukan kecurangan dapat teridentifikasi secara dini.
Dengan demikian, sejak awal calon fraudster akan terseleksi, bukan “seleksi alam” berdasarkan masa kerja, namun sejak awal tidak akan lolos verifikasi.
Ketika proses pencegahan ini dapat dilakukan, untuk memastikan “seleksi alam” dapat dilakukan maka tentu penguatan fungsi deteksi.
Salah satu yang penting adalah melalui sistem whistleblowing terpercaya dan handal. Hal ini didukung hasil riset ACFE tahun 2022, bahwa deteksi paling efektif 41 persen melalui sarana pengaduan (whistleblowing), dengan 55 persen pelaporan bersumber dari karyawan.
Atasan langsung memiliki peran sentral dalam upaya pencegahan ataupun deteksi dikarenakan sebanyak 30 persen pelapor melaporkan kejadian kepada mereka.
Maka dibutuhkan teladan dan komitmen atasan dalam memastikan bahwa setiap karyawan dapat menjadi kontrol sosial bagi seluruh aktivitas penyimpangan dalam organisasi, dengan validasi akhir terhadap kontrol tersebut tentunya akan dilakukan oleh fungsi internal audit sebagai pihak independen assurance.
Kolaborasi yang baik antara lini bisnis dan internal audit akan menjadi titik penentu sustainability perusahaan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.