Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Buruh Belum Terima Isi Perppu Cipta Kerja

Kompas.com - 31/12/2022, 21:40 WIB
Agustinus Rangga Respati,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengatakan, sejak awal organisasi serikat buruh mengusulkan dibuat Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk Omnibus Law UU Cipta Kerja.

Namun demikian, saat ini pihaknya masih belum mengetahui apa isi dari Perppu Cipta Kerja yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tersebut.

Oleh karena itu, Ketua KSPI Said Iqbal mengatakan, pihaknya belum bisa menentukan sikap akan menerima atau menolak terhadap Perppu Cipta Kerja tersebut.

Baca juga: Soal Perppu Cipta Kerja, Menko Airlangga: Kita Butuh Rp 1.400 Triliun

“Ini tahun politik. Akan terjadi politisasi jika dilakukan pembahasan ulang,” kata dia dalam siaran pers, dikutip Sabtu (31/12/2022).

Ia bilang, tidak menutup kemungkinan akan terjadi kejar tayang dan banyak permasalahan lain seperti ketika pembahasan Omnibus Law di awal.

“Oleh karena itu, Perppu adalah jalan yang terbaik,” imbuh Said Iqbal.

Sebelumnya, ia mengaku, pihaknya sempat membahas bersama tim Kadin untuk mengusulkan revisi terhadap klaster ketenagakerjaan untuk mendapatkan kesepakatan.

Dalam pertemuan dengan Tim Kadin, telah tercapai beberapa kesepakatan, di antaranya adalah terkait dengan upah minimum, yang intinya dikembalikan ke UU 13 Tahun 2003.

Sedangkan, untuk kenaikan upah minimum didasarkan pada inflansi dan pertimbuhan ekonomi, serta mempertimbangkan survei kebutuhan hidup layak.

“Upah minimum sektoral dalam usulan kami juga masih ada. Seperti UMSP untuk provinsi dan UMSK untuk kabupaten/kota. Tetapi berbeda dengan UU 13, di mana upah minimum sektoral diputuskan di tingkat nasional. Bukan diputuskan di tingkat daerah,” ucap dia.

Baca juga: Alasan Jokowi Keluarkan Perppu Cipta Kerja: Ukraina Masih Perang

Usulan berikutnya adalah terkait dengan outsourcing. Di dalam UU Cipta Kerja outsourcing dibebaskan di semua jenis pekerjaan, maka usulannya sama dengan UU 13/2023, yakni tetap harus ada pembatasan.

Sementara itu, terkait dengan pasal karyawan kontrak yang di dalam UU Cipta Kerja tidak dibatasi periode kontraknya, meski di dalam PP ada batasan paling lama 5 tahun, diusulkan harus ada batasan periode kontrak.

“Usulan kami kembali ke UU No 13 Tahun 2003, bahwa karyawan kontrak masa kontraknya maksimal 5 tahun dengan periode kontraknya dibatasi 5 kali,” ujarnya.

Hal ini untuk menghindari kontrak kerja yang berulangkali tanpa adanya pengangkatan menjadi karyawan tetap.

Selain masalah upah minimum, outsourcing, dan karyawan kontrak, hal lain yang juga diusulkan dikembalikan ke UU 13 Tahun 2003 adalah pesangon, tetapi dengan modifikasi. Untuk perhitunngan pesangon tidak ada perubahan, tetapi dasar upah yang digunakan sebagai perhitungan pesangon adalah 4 kali penghasilan tidak kena pajak (PTKP).

“Dengan demikian untuk mereka yang upahnya lebih besar dari 4 PTKP, maka upahnya dihitung maksimal 4 PTKP,” jelas dia.

Selain itu, pengusaha boleh memilih asuransi pesangon dengan mendaftarkan buruhnya ke pengelola asuransi pesangon yang dalam hal ini bisa dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan. Terkait dengan besar iurannya, bisa didiskusikan lebih lanjut, tetapi harus dipastikan manfaatnya sama dengan undang-undang dan semua iuran dibayar oleh pengusaha.

Sedangkan terkait PHK, jam kerja, lembur, sanksi, dan hak upah buruh perempuan pada saat cuti haid dan melahirkan semuanya dikembalikan ke UU No 13 Tahun 2023.

“Itulah isi Perppu yang kami usulkan setelah berdiskusi dengan Tim Kadin yang membidangi ketenagakerjaan,” tandas Said Iqbal.

Baca juga: Alasan Pemerintah Terbitkan Perppu Cipta Kerja: Dari Resesi hingga Investasi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com