Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontrak Outsourcing, Diciptakan Megawati, Diperbarui Jokowi

Kompas.com - 02/01/2023, 15:37 WIB
Muhammad Idris

Penulis

KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menandatangani Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja pada 30 Desember 2022. Aturan ini menjadi pengganti UU Nomor 11 Tahun 2020 Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Alasan pemerintah, penerbitan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan mendesak dalam mengantisipasi kondisi global, baik yang terkait ekonomi maupun geopolitik.

Dibanding regulasi lain di UU Omnibus Law, aturan ketenagakerjaan jadi yang paling kontroversial lantaran menyangkut hajat hidup jutaan pekerja di Indonesia.

Salah satu pasal yang diprotes serikat pekerja adalah pengaturan outsourcing atau tenaga alih daya. Ketentuan outsourcing diperbarui Presiden Jokowi di UU Cipta Kerja.

Baca juga: Nasib Karyawan Outsourcing di Era Jokowi

Sementara dari salinan Perppu Nomor 2 Tahun 2022, Presiden Jokowi sama sekali tidak merubah Pasal 66 di UU Cipta Kerja yang mengatur pekerja alih daya.

Sejarah outsourcing

Saat menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia periode 2001-2004, Megawati Soekarnoputri sempat mengeluarkan kebijakan outsourcing yang dimuat dalam Undang-undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Dengan terbitnya UU Ketenagakerjaan tersebut, Megawati mengatur keberadaan perusahaan alih daya di Indonesia secara legal. Penyedia tenaga kerja alih daya yang berbentuk badan hukum wajib memenuhi hak-hak pekerja. Di dalamnya juga diatur bahwa hanya pekerjaan penunjang yang dapat dialihdayakan.

Meski demikian, keluarnya aturan pemerintah yang melegalkan praktik outsourcing diprotes banyak kalangan saat itu, karena dianggap tak memberikan kejelasan status dan kepastian kesejahteraan pekerja alih daya.

Baca juga: Ini Aturan Jokowi soal Karyawan Kontrak di Omnibus Law yang Diprotes Buruh

Para karyawan outsourcing tidak mendapat tunjangan dari pekerjaan yang dilakukannya seperti karyawan pada umumnya, dan waktu kerja tidak pasti karena tergantung kesepakatan kontrak.

Karyawan outsourcing juga berstatus sebagai pekerja dari perusahaan penyalur tenaga kerja. Dengan kata lain, perusahaan tempat bekerja atau perusahaan pemakai jasa outsourcing, tidak memiliki kewajiban terhadap kesejahteraan pada karyawan bersangkutan.

Beberapa jenis pekerjaan yang diperbolehkan menggunakan tenaga outsourcing adalah cleaning service atau jasa kebersihan, keamanan, transportasi, katering, dan pemborongan pertambangan.

Batasan-batasan pekerjaan outsourcing ini sesuai dengan regulasi pemerintah yang tercantum di Pasal 66 UU Nomor 13 Tahun 2003 yang mengatur pekerjaan alih daya.

Di UU Ketenagakerjaan, pekerjaan outsourcing dibatasi hanya untuk pekerjaan di luar kegiatan utama atau yang tidak berhubungan dengan proses produksi kecuali untuk kegiatan penunjang.

Baca juga: Sri Mulyani Beri Simulasi Gaji Rp 5 Juta Kena Potong Pajak 5 Persen

"Pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi," bunyi Pasal 66 UU Nomor 13 Tahun 2003.

Outsourcing di UU Cipta Kerja

Namun di Pasal 66 UU Cipta Kerja, tak dicantumkan batasan pekerjaan-pekerjaan apa saja yang dilarang dilakukan pekerja alih daya, namun hanya menyebut pekerjaan alih daya didasarkan pada perjanjian waktu tertentu dan tidak tertentu.

"Hubungan kerja antara perusahaan alih daya dengan pekerja/buruh yang dipekerjakannya didasarkan pada perjanjian kerja waktu tertentu atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu," bunyi Pasal 66 UU Omnibus Law Cipta Kerja.

Dengan revisi ini, UU Cipta Kerja membuka kemungkinan bagi perusahaan outsourcing untuk mempekerjakan pekerja untuk berbagai tugas, termasuk pekerja lepas dan pekerja penuh waktu.

Baca juga: Kontraktor Proyek Kereta Cepat Didominasi Perusahaan China

Hal ini akan membuat penggunaan tenaga alih daya semakin bebas jika tak ada regulasi lain atau aturan turunan dari UU Cipta Kerja.

Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziah, tak menjelaskan secara spesifik apakah batasan pekerjaan outsourcing masih dibatasi atau diperluas dalam UU Cipta Kerja.

Dalam penjelasannya terkait revisi pasal Outsourcing di UU Cipta Kerja, Ida hanya mengatakan kalau perubahan terjadi pada prinsip pengalihan perlindungan.

"Syarat-syarat dan perlindungan hak bagi pekerja dalam kegiatan alih daya atau outsourcing masih tetap dipertahankan. Bahkan dalam kegiatan alih daya UU ini memasukkan prinsip pengalihan perlindingan hak bagi pekerja apabilaa terjadi pergantian perusahaan alih daya," kata Ida dalam keterangan resminya.

Baca juga: Limit Transfer BCA Gold ke Sesama BCA dan Bank Lain

Diprotes buruh

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, mengungkapkan dalam Omnibus Law ada semacam fleksibilitas pasar kerja. Dia menilai, istilah ini dapat diartikan tidak adanya kepastian kerja dan pengangkatan karyawan tetap (PKWTT).

"Jika di UU Nomor 13 Tahun 2003 outsourcing hanya dibatasi pada 5 jenis pekerjaan, nampaknya ke depan semua jenis pekerjaan bisa di-outsourcing-kan. Jika ini terjadi, masa depan buruh tidak jelas. Sudahlah hubungan kerjanya fleksibel yang artinya sangat mudah di PHK, tidak ada lagi upah minimum, dan pesangon dihapuskan," sebut Iqbal dalam keterangannya.

Jika di dalam Pasal 66 UU Nomor 13 Tahun 2003 disebutkan dengan jelas, ada batasan yang jelas antara core business dengan non-core business. Di mana outsourcing hanya diperbolehkan dipekerjakan di non-core business.

Menurut Iqbal, dalam UU Omnibus Law bisa diterjemahkan kalau outsourcing semakin diperluas penggunaannya, bahkan bisa berisiko menggantikan pegawai tetap.

Baca juga: Limit Transfer BCA Xpresi ke Sesama BCA dan Bank Lain

Lanjut dia, dalam UU Ketenagakerjaan outsourcing hanya dibatasi lima jenis pekerjaan. Namun, sebut Iqbal, dalam UU Omnibus Law justru semua jenis pekerjaan bisa di-outsourcing-kan karena disebutkan batasannya.

"Jika ini terjadi, masa depan buruh tidak jelas. Sudahlah hubungan kerjanya fleksibel yang artinya sangat mudah di PHK, tidak ada lagi upah minimum, dan pesangon dihapuskan," jelas Iqbal.

Diusulkan Presiden Jokowi

Sebagai informasi, UU Cipta Kerja merupakan regulasi yang diusulkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan merupakan bagian dari RUU Prioritas Tahun 2020 dalam Program Legislasi Nasional Tahun 2020.

Segera setelah draft RUU Omnibus Law Cipta Kerja rampung ada awal tahun 2020, pemerintah langsung mengirimkan draf RUU ke DPR. Sehingga draf RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja bisa masuk ke Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020.

Presiden Jokowi mengirimkan draf RUU Cipta Kerja kepada DPR pada 7 Februari 2020. Sebagai informasi, pemerintah menyusun 11 klaster pembahasan dalam draf RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.

Klaster tersebut terdiri dari, penyederhanaan perizinan berusaha, persyaratan investasi, ketenagakerjaan, kemudahan pemberdayaan UMKM, kemudahan berusaha, dukungan riset inovasi, administrasi pemerintahan, pengenaan sanksi, pengadaan lahan, investasi dan proyek pemerintah, dan yang terakhir kawasan ekonomi.

Baca juga: Kereta Cepat Minta Konsesi Jadi 80 Tahun, Menhub Jonan Dulu Menolaknya

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com