JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi IV DPR RI Djarot Saiful Hidayat menilai pengembangan kawasan food estate hortikultura berbasis korporasi di kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas), Sumatera Utara (Sumut) belum berjalan optimal.
Untuk diketahui, pengembangan kawasan food estate merupakan konsep pengembangan pangan yang dilakukan secara terintegrasi yang dikembangkan oleh pemerintah sebagai bagian dari upaya meningkatkan ketahanan pangan nasional dalam jangka panjang.
"Kita tahu bahwa tahun 2020 dicanangkan food estate salah satunya di Humbahas ini merupakan salah satu program strategis nasional. Setelah berjalan tiga tahun, kita evaluasi ternyata hasilnya belum optimal tidak seperti yang kita harapkan. Baru terealisasi sekitar 164 hektar dari 215 hektar luas area yang telah dikembangkan melalui dukungan APBN Ditjen Hortikultura. Tindak lanjut untuk bisa mengembangkan sampai dengan 215 hektar itu menurut saya berat," ujar Djarot Saiful Hidayat usai memimpin Kunjungan Kerja Spesifik (Kunspik) Komisi IV DPR RI ke lokasi pengembangan kawasan FE di Desa Ria Ria, kecamatan Pollung, kabupaten Humbahas, Kamis (26/1/2023).
Baca juga: Beralihnya Tim Pengelolaan Food Estate Humbahas dari Kementan ke Kemenkomarves
Belum lagi, lanjutnya, saat dilakukan peninjauan, ditemukan sejumlah varietas komoditi hasil panen lain di kawasan food estate yang tidak hanya berfokus pada komoditas hortikultura yang rentan menyumbang inflasi nasional seperti bawang merah, bawang putih dan kentang industri.
Dalam kesempatan itu, Djarot juga melakukan audiensi dengan para petani.
Di sana Djarot menanyakan perihal mengapa dari total luas lahan yang dibuka 215 hektar, yang produktif untuk dikelola petani hanya 165 hektar dan sisanya menjadi lahan mati alias tidak dikelola sama sekali.
"Itu yang 215 hektar itu bisa dikerjkaan atau nunggu org lain?," tanya Djarot
Amintas, salah satu petani di sana pun mengatakan, lahan yang sudah dibuka tapi tidak dikelola adalah karena sebagian lahan yang dibuka tersebut pemiliknya sedang berada di luar kota sehingga tidak ada yang berani untuk mengelola.
"Mengenai ada tumbuhan yg hijau (bagus) dan tidak, kami menyapaikan krna ini adalah tnaah warisan nenek moyang. Waktu itu yg bisa dikelola 1 keluarga 2 hektar lebih yang diperantauan pun ikut namanya dicantum. Tanah yang tidak dikelola adalah tanah yang pemiliknya merantau. Itupun sebagian kecil," jelas Amintas.
Baca juga: Mentan SYL Bantah Food Estate Kalteng Gagal
"Berarti 215 tadi belum tentu bisa dikerjakan?," tanya Djarot langsung.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.