Kedua, seperti yang berulangkali disampaikan Presiden Jokowi di berbagai kesempatan, perubahan atau disrupsi dunia begitu cepat. Dibutuhkan inovasi dan daya kreatif membidik masa depan.
Cermat menangkap peluang masa depan inilah yang membuat badan usaha, termasuk BUMN bisa survive dan tumbuh baik. Kita bisa belajar atas ketidakmampuan Pertani atau Sang Hyang Sri beradaptasi dengan iklim usaha.
Kedua BUMN tersebut merugi berturut-turut. Musababnya karena inefisiensi bisnis, beban bunga, dan perubahan kebijakan pemerintah dalam mekanisme pengadaan benih.
Ke depan segenap dewan direksi dan komisaris hendaknya cermat dalam mengelola perusahaan. Jalankan tata kelola perusahaan (good corporate governance/ GCG) dengan baik. Bukankah Menteri BUMN telah menggariskan kewajiban BUMN untuk menjalankan GCG secara disiplin. Harap itu dipatuhi.
Ketiga, beberapa BUMN kita tengarai mengerjakan proyek tanpa studi kelayakan yang fisibel. Lebih mengkhawatirkan pelaksanaan proyek didanai dari program pinjaman. Hal ini terlihat pada BUMN sektor infrastruktur.
Total nilai proyeknya mencapai ratusan triliun, dan banyak ditopang oleh utang. Padahal tidak semua proyek proyek tersebut layak secara ekonomi. Pandemi Covid-19 makin menggenapi beban perusahaan.
Akibat beban perusahaan karena kewajiban yang besar, ditambah ongkos operasional usaha yang besar, terpaksa beberapa BUMN besar seperti Waskita dan Hutama Karya melego beberapa ruas tol yang menjadi aset produktifnya. Agar tetap bisa melanjutkan usahanya, mereka harus disuntik melalui Penyertaan Modal Negara (PMN). Situasi ini tentu tidak sehat. Aspek manajemen resiko usaha kurang menjadi perhatian serius.
Hemat saya, beberapa BUMN yang terlanjur mengalami keadaan seperti Waskita maupun Hutama Karya hendaknya melakukan restrukrisasi usaha. Menghitung kembali lebih cermat atas kelayakan proyek agar tidak menjadi beban dan tidak membuat usaha perusahaan berdarah darah.
Hitungan proyek harus mencakup sustainability pada jangka panjang. Buat apa ada bandara atau jalan tol bila menyedot modal usaha BUMN, masih ditopang oleh PMN, tetapi operasi jangka panjangnya malah jadi beban usaha, dan tidak meningkatkan pertumbuhan ekonomi pada kawasan tersebut.
Keempat, kita bisa memetik pelajaran berharga dari pengalaman-pengalaman yang dihadapi oleh PT Garuda Indonesia (GI). PT GI pernah melakukan ekspansi usaha besar-besaran melalui pengadaan pesawat untuk membuka jalur internasional dan domestik.
PT GI tidak mampu bersaing dengan baik di jalur jalur internasional ditambah biaya operasional yang melangit. Beberapa pesawat untuk jalur domestik juga tidak kompatibel dengan okupansi penumpang yang terlalu sedikit. Situasi ini menghimpit keuangan PT GI.
Lebih parah, Direksi PT GI diangkut oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena skandal korupsi dari pengadaan barang atas program ekspansi usaha ini. Cerita ini makin menggenapi posisi sulit PT GI.
Tumpukan beban ke leasing tak terhindarkan. Praktis secara defacto PT GI bangkrut. Beruntung atas sentuhan tangan dingin Menteri BUMN, dan dukungan DPR, PT GI kembali bangkit perlahan, dan melakukan restrukturisasi utangnya.
Peran BUMN sangat strategis, masih banyak pekerjaan pekerjaan besar yang membutuhkan keterlibatan BUMN, seperti pembangunan Ibu Kota Negara Nusantara. Untuk bisa menjadi punggawa pembangunan, BUMN harus sehat, baik secara organisasi maupun keuangan. Oleh sebab itu, jangan menyalahi naturnya sebagai badan usaha.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.