JAKARTA, KOMPAS.com - Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), Septian Hario Seto mengungkapkan alasan perusahaan produsen iPhone dan iPad, Apple tak jadi bangun pabrik perakitan di Indonesia.
Anak buah Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan tersebut mengatakan, batalnya pembangunan pabrik terjadi karena persoalan traceability atau ketelusuran bahan baku dari produk timah di Indonesia.
"Enggak jadi (investasi). Maka itu, tata kelola timah harus dibenarin. Kalau enggak, tidak ada yang tertarik masuk hilirisasi. Karena, traceability-nya itu," ungkap Seto di Jakarta, Kamis (23/2/2023).
Baca juga: Apple Masih Bertahan dI Tengah Badai PHK Big Tech, Apa Rahasianya?
Seto bilang, perusahaan-perusahaan besar, ketika ingin melakukan investasi akan melakukan cek secara mendalam mengenai bahan baku produknya.
Seperti Apple misalnya yang ingin memastikan traceability timah di RI, mulai dari perizinan, praktik pertambangannya, hingga prinsip bisnis berkelanjutan atau environmental, social and governance (ESG).
"Mereka melakukan traceability, wah ini dari timah-timah yang 'mungkin' perizinannya, praktek-praktek pertambangannya (tidak baik dan benar)," ungkapnya.
Baca juga: Luhut Rayu Pemerintah China Investasi di Sektor Pengolahan Nikel hingga Bandara di RI
Dia menjelaskan, beberapa perusahaan seperti Tesla, Ford, hingga Microsoft juga melakukan hal yang sama. Perusahaan-perusahaan tersebut memiliki tim sustainability tracking yang akan melacak dari mana sumber bahan baku mineral tersebut ditambang.
Untuk itu, pihaknya melakukukan audit BPKP di sektor pertambangan untuk kemudian dibahas lebih lanjut bersama kementerian dan lembaga terkait. Seto juga berharap ada perbaikan di sektor tambang dengan mengedepankan ESG.
"Misal supplier Tesla ya, kalau mereka beli nikel di Indonesia, mereka sudah cek, 'oh ini memang dari pertambangan yang benar', karena kan tim Tesla ke sini untuk lihat," paparnya.
Baca juga: Gaji CEO Apple Dipotong 40 Persen, Segini Nilainya Sekarang
Dia mengatakan, dalam melakukan pengecekan tersebut, investor juga melihat dan menghitung emisi yang dihasilkan dari proses penambangan itu.
Bagi penambang yang belum menerapkan prinsip ESG, Seto berharap agar segera ada perbaikan. Pihaknya juga memberi waktu untuk memperbaiki sistem pertambangan yang selama ini tidak tepat.
"Spirit-nya akan kita tertibkan. Kita enggak mau asal nutup. Kita kasih waktu nanti mereka benerin, tapi harus komit selamanya mengedepankan praktek pertambangan yang baik dan benar," tegasnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.