Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Impor KRL Bekas, Erick Thohir dan Menperin Disarankan Duduk Bareng

Kompas.com - 02/03/2023, 23:00 WIB
Ade Miranti Karunia,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

TARAKAN, KOMPAS.com - Anggota Komisi VI DPR Deddy Yevri Hanteru Sitorus menyarankan Menteri BUMN Erick Thohir dan Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang bertemu untuk membahas persoalan nasib perkeretaapian ke depan.

Pasalnya, Erick Thohir meminta agar Agus Gumiwang segera mengeluarkan izin impor pembelian kereta rel listrik (KRL) bekas pakai dari Jepang. Sementara Kementerian Perindustrian hingga kini belum merestui impor KRL tersebut.

"Saya mengajak Menteri BUMN dan Menteri Perindustrian duduk bareng membahas masalah ini dan membuat peta jalan ke depan supaya perkeretaapian tidak lagi bergantung kepada barang impor," ujarnya ditemui di Tarakan, Kamis (2/3/2023).

Baca juga: Kemenhub Dukung KCI Impor KRL Bekas dari Jepang

Deddy paham apa yang memicu Menteri BUMN Erick Thohir mendesak Kemenperin mengeluarkan izin impor KRL. Tak lain adalah untuk meningkatkan efisiensi biaya pembelian kereta baru, menambah keuntungan PT Kereta Api Indonesia (KAI) yang merupakan badan usaha milik negara.

"Memang ada pengalaman buruk dari KAI ketika memakai produk-produk INKA. Mereka maintenance-nya (perawatannya) tinggi, deliver-nya tidak baik memerlukan frekuensi perawatan yang lebih sering dibandingkan barang impor," ungkap dia.

Legislator dengan Daerah Pemilihan (Dapil) Kalimantan Utara ini menjelaskan, selama ini KAI kerap mengimpor kereta bekas dari dua negara yakni China dan Jepang.

Alasannya, kualitas kereta bekas dari kedua negara tersebut setara dengan pembuatan kereta baru yang diproduksi oleh PT INKA.

Baca juga: Dilema Impor KRL Bekas, Kebutuhan Mendesak tapi Belum Direstui Pemerintah


"Kita (KAI) dari dulu kalau enggak belinya dari China, dari Jepang yang bekas. Meski bekas tapi kualitasnya (bagus). Dengan kualitas dan ketahanan yang sama (dibandingkan buat gerbong baru dari INKA), pasti lebih murah kalau beli dari sana," ujar Deddy.

Dari segi biaya kata dia, bila membeli kereta baru di PT INKA, maka bisa lebih mahal karena saat ini harga baja sedang tinggi. Ditambah lagi proses perakitannya membutuhkan waktu yang lama, sementara PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) membutuhkan cepat kereta tersebut.

"Karena sekarang kan harga baja tinggi untuk membuat kereta itu, sementara kalau di sana (Jepang) beli barang jadi bekas, tapi lebih murah. Kalau beli di INKA pasti lebih mahal karena barang baru. Apalagi harga baja lagi tinggi-tingginya sekarang," jelas dia.

Baca juga: Erick Thohir Khawatir Tarif KRL Naik jika Izin Impor Kereta Tidak Terbit

Diberitakan sebelumnya, PT Kereta Commuterline Indonesia (KCI) berupaya untuk melakukan impor KRL bekas pakai asal Jepang, namun sayangnya terhalang restu pemerintah. Adapun kereta impor ini akan digunakan sebagai kereta pengganti dari sejumlah rangkaian kereta yang akan dipensiunkan.

Menurut VP Corporate Secretary KAI Commuter Anne Purba, ada 10 rangkaian KRL Jabodetabek di tahun 2023 dan 19 rangkaian di tahun 2024 yang harus dipensiunkan. Karenanya, kata dia, kebutuhan mendesak tahun ini adalah mendapatkan 10 KRL pengganti.

Anne mengatakan, kebutuhan impor KRL ini perlu dilakukan mengingat volume penumpang KRL terus meningkat terutama pada jam sibuk. Ia mengatakan, ada dua langkah yang dilakukan KCI untuk memenuhi kebutuhan armada yakni bekerja sama dengan PT INKA dalam pengadaan 16 rangkaian untuk tahun 2025-2026, dengan anggaran yang digelontorkan Rp 4 triliun untuk kebutuhan KRL baru ini.

Baca juga: Izin Impor KRL Bekas Belum Terbit, KCI Lobi Pemerintah

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com