Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Melati A Royat
Pegawai Bank Indonesia

Pegawai Departemen Komunikasi Bank Indonesia

Inflasi Pencuri yang Bersembunyi

Kompas.com - 10/03/2023, 14:50 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

BELAKANGAN ini, ”inflasi” menjadi salah satu topik hangat diperbincangkan di media massa, khususnya oleh kalangan ekonom, pembuat kebijakan, bankir, dan para pengusaha.

Yang menarik adalah influencer kini ikut memperbicangkan mengenai inflasi di kanal-kanal media sosial. Mereka menyebutnya sebagai pencuri atau perampok. Sebenarnya, apa itu inflasi?

Menurut pemahaman ilmu ekonomi, inflasi dapat diartikan sebagai kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu.

Dengan kata lain inflasi juga berarti menurunnya nilai uang terhadap barang dan jasa dan diikuti turunnya daya beli.

Ilustrasinya begini, Ibu A memiliki alokasi belanja bulanan sebesar Rp 100.000 untuk membeli telur 4 kg dengan harga @25.000/kg.

Ketika terjadi inflasi harga telur sebesar 5 persen, maka harga 4 kg telur kini menjadi Rp 105.000. Dengan demikian, Ibu A harus menambah pengeluaran alokasi anggaran sebesar Rp 5.000 untuk mendapatkan 4 kg telur.

Jika tidak, ia hanya dapat membeli kurang dari 4 kg dan daya belinya menurun.

Dari ilustrasi itu, inflasi secara tak tampak telah mengambil sejumlah telur dan juga uang senilai Rp 5.000. Benar jika orang menyebutnya sebagai pencuri.

Inflasi terkendali

Sejak Juni 2022, inflasi di Indonesia mulai bergejolak akibat kenaikan harga volatile food seperti minyak goreng.

Sampai pernah mencapai puncaknya sebesar 5,95 persen pada bulan September di mana saat itu disebabkan naiknya harga minyak dunia sehingga membuat pemerintah terpaksa melakukan penyesuaian terhadap subsidi BBM.

Indonesia tidak sendiri. Jika dibandingkan dengan negara tetangga, angka inflasi di Indonesia dapat dikatakan cukup terkendali.

Berdasarkan data BPS, pada Februari 2023, inflasi IHK tercatat sebesar 5,47 persen (yoy) lebih rendah dari prakiraan awal sebelumnya sesuai konsensus sebesar 6,5 persen (yoy).

Indonesia masih di bawah Singapura yang mencapai 6,6 persen dan India 6,52 persen. Namun demikian, risiko dan tantangan global maupun domestik di depan harus terus diwaspadai dan diantisipasi.

Ada sejumlah faktor yang dapat menyebabkan timbulnya inflasi. Pertama terganggunya ketersediaan pasokan barang akibat terhambatnya produksi barang yang dipicu perubahan iklim atau cuaca dan bencana alam.

Kedua, masalah distribusi barang yang disebabkan ketidaklancaran proses pengiriman barang dari sentra produksi. Bisa juga dalam bentuk adanya praktik pungutan liar di sepanjang jalan.

Ketiga, adanya kebijakan pemerintah untuk menyesuaikan harga barang dan jasa. Seperti penyesuaian tarif dasar listrik (TDL), biaya retribusi transportasi.

Keempat, adanya ekspektasi masyarakat akan potensi naiknya harga barang dan jasa dalam waktu tertentu seperti saat Hari Besar Keagamaan Nasional.

Upaya antisipastif sudah dilakukan oleh Pemerintah bersama Bank Indonesia sejak sekitar 1 dasawarsa lalu melalui wadah Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID).

Wadah tersebut merupakan wujud sinergi dan kolaborasi pemerintah yang terdiri dari Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia.

Keterlibatan Kementerian Dalam Negeri dalam TPIP-TPID dilakukan dalam upaya mendorong peran aktif seluruh pemerintah daerah di Indonesia. Karena pada dasarnya inflasi nasional sangat dipengaruhi oleh inflasi daerah.

Sampai 2022, telah terbentuk 34 TPID tingkat provinsi dari 37 provinsi di Indonesia. Hal ini menunjukkan komitmen pemerintah pusat dan daerah yang terus konsisten dalam pengendalian harga.

Sejalan dengan itu, Pemerintah dan Bank Indonesia meluncurkan Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) sebagai gerakan berbasis masyarakat yang inklusif untuk menggelorakan semangat gotong royong serta mendorong keterlibatan aktif seluruh lapisan masyarakat untuk pengendalian inflasi.

GNPIP fokus untuk pengendalian laju inflasi komoditas pangan karena dipandang sebagai komoditas terpenting yang menjadi komponen untuk menghitung laju inflasi.

Selain itu, komoditas pangan merupakan kebutuhan pokok masyarakat di Indonesia yang harus dijaga stabilitas harganya.

Apabila terjadi lonjakan harga, maka potensi terjadinya gangguan terhadap kesejahteraan masyarakat menjadi meningkat. Apabila tidak terkendali, maka dapat merambah pada terganggunya stabilitas keamanan nasional.

Adanya GNPIP yang dilakukan secara masif di seluruh wilayah NKRI nyatanya mampu meredam gejolak inflasi yang perlahan-lahan mulai melandai pada Oktober 2022 hingga saat ini, sehingga perekonomian nasional dapat bertumbuh positif.

Kita patut acungi jempol berkat kerja keras gotong royong Pemerintah dan Bank Indonesia melalui wadah TPIP dalam pengendalian volatile food nampak berbuah hasil.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com