NEW YORK, KOMPAS.com - Harga minyak mentah dunia naik 1,8 persen ke level tertinggi dalam satu minggu pada penutupan perdagangan Rabu (22/3/2023) waktu setempat atau Kamis pagi WIB.
Kenaikan harga minyak dunia itu didorong merosotnya dollar AS ke level terendah dalam enam minggu usai bank sentral AS atau Federal Reserve (The Fed) memutuskan kenaikan suku bunga 25 basis poin (bps), dan mengisyaratkan menghentikan kenaikan suku bunga di masa depan.
Mengutip CNBC, harga minyak mentah Brent ditutup naik 1,8 persen atau 1,37 dollar AS menjadi sebesar 76,69 dollar AS per barrel. Begitu pula harga minyak mentah Intermediate West Texas Intermediate (WTI) AS naik 1,8 persen atau 1,23 dollar AS menjadi sebesar 70,90 dollar AS per barrel.
Baca juga: The Fed Kembali Naikkan Suku Bunga 0,25 Persen
Itu adalah penutupan tertinggi untuk kedua tolok ukur minyak mentah sejak 14 Maret 2023.
Setelah melakukan pertemuan sepanjang Selasa-Rabu, The Fed memutuskan menaikkan suku bunganya sebesar 25 bps, sesuai ekspetasi pasar. Namun The Fed mengindikasikan hampir menghentikan kenaikan suku bunga lebih lanjut.
"Kenaikan suku bunga 25 poin oleh The Fed tidak memberikan kejutan, tetapi bahasa yang menyertainya mempengaruhi risiko lainnya yang dengan mudah mempengaruhi harga minyak," ujar analis di perusahaan konsultan energi Ritterbusch and Associates.
Kenaikan suku bunga The Fed membuat dollar AS jatuh ke level terendah sejak 2 Februari 2023 terhadap sekeranjang mata uang lainnya. Kondisi ini mendorong permintaan minyak, sebab harga minyak menjadi lebih murah bagi pemegang mata uang lainnya.
Baca juga: The Fed Naikkan Suku Bunga, Saham-saham Perbankan di Wall Street Rontok
Pasar minyak bahkan mengabaikan sentimen dari sisi pasokan. Administrasi Informasi Energi (EIA) AS baru saja merilis data pasokan mingguan yang menunjukkan stok minyak mentah naik 1,1 juta barrel pada pekan lalu ke level tertinggi dalam 22 bulan.
Pada pekan lalu, harga minyak mentah Brent dan WTI sempat anjlok ke level terendah sejak 2021 di tengah kekhawatiran pasar terhadap krisis perbankan perbankan yang dapat memicu resesi global dan memangkas permintaan minyak.
Hal ini menyusul sejumlah bank di AS kolaps, salah satunya Silicon Valley Bank (SVB). Di sisi lain, Credit Suisse, bank terbesar kedua di Swiss, mengalami krisis karena investor utamanya enggan menyuntikan dana kembali.
Namun, upaya untuk menstabilkan sektor perbankan, termasuk pengambilalihan Credit Suisse oleh UBS, bank terbesar Swiss, serta adanya janji dari bank sentral utama untuk meningkatkan likuiditas, telah meredakan kekhawatiran pasar mengenai sistem keuangan.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.