Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penyebab Impor Beras Menurut Serikat Petani, gara-gara Bulog Gagal Penuhi CBP

Kompas.com - 29/03/2023, 12:42 WIB
Elsa Catriana,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah akan melakukan impor beras untuk mengisi Cadangan Beras Pemerintah (CBP) sebanyak 2 juta ton sampai akhir Desember 2023.

Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih mengatakan, impor beras tersebut merupakan akibat dari lambatnya pemerintah mengambil kebijakan perberasan.

"Ini terjadi karena rentetan Bulog yang tidak menguasai cadangan pangan pemerintah (CBP) dari tahun lalu dan masalah ini berlanjut sampai tahun ini. Sehingga Bulog tidak bisa menjadi satu kekuatan yang bisa mengintervensi pasar," ujar Henry kepada Kompas.com, Rabu (29/3/2023).

Menurut dia, sebelum pemerintah memutuskan impor beras, sebaiknya terlebih dahulu memperbaiki peran, fungsi, dan cara kerja Bulog dalam menjalankan tugasnya sebagai penyediaan CBP.

Baca juga: Serikat Petani Minta HPP Gabah Naik Jadi Rp 5.600, HET Beras Turun 20 Persen

 

Baik itu dalam menyerap gabah dari petani ataupun prosedural-prosedural lainnya sehingga Bulog bisa menyerap gabah dari petani dan mendistribusikannya serta bisa memenuhi CBP.

Demikian juga dengan jumlah berapa banyak cadangan pangan pemerintah dinilai aturannya harus jelas.

"Ini semua karena keteledoran pemerintah yang mengurus pangan dan Bulog sejak tahun 2022 yang tidak melakukan tugasnya," kata Henry.

"Kami menyesalkan langkah pemerintah mengambil kebijakan impor beras. Ini merupakan buah dari buruknya pemerintah dalam menangani persoalan pangan, yang hampir tiap tahun selalu berulang," sambung Henry.

Baca juga: Tolak Impor Beras, Serikat Petani Kritik Bulog dan Bapanas

 


Henry juga mengatakan, importasi bisa dihentikan asal pemerintah punya antisipasi jauh-jauh hari.

Hal ini, kata dia, berkaitan dengan lambatnya pemerintah merevisi harga HPP di tingkat petani, sehingga penyerapan beras tidak maksimal.

"Padahal kalau hal ini dilakukan secara terukur dan jauh-jauh hari, tentu petani akan mempertimbangkan untuk menjual gabahnya kepada Bulog. Dan karenanya SPI sampai saat ini tetap mengusulkan agar nilai HPP tetap di Rp 5.600 per kilogram karena biaya produksi sudah Rp 5.050 per kilogram," kata Henry.

Halaman Berikutnya
Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com