Hingga hari kini, TPT RI masih kena bea masuk ke pasar UE, padahal produk Vietnam bea masuknya sudah 0 persen karena menjalin kerja sama perdagangan bebas dengan mereka.
Dengan kata lain, pemerintah harus segera merealisasikan kesepakatan kerja sama ekonomi komprehensif atau comprehensive economic partnership agreement (CEPA) dengan Uni Eropa, khusus untuk TPT Indonesia, agar tidak kalah bersaing dengan Vietnam di pasar Eropa.
Karena sekalipun Eropa dilanda kelesuan ekonomi, pasar TPT ternyata masih tetap bagus karena tingkat pendapatan masyarakatnya tinggi dan menjadi kiblat mode utama dunia.
Selain itu, secara teknis kontrak dengan pembeli-pembeli UE jauh lebih aman dan ada kepastian pembayaran dibanding pasar baru seperti di Afrika.
Dengan tercapainya kerja sama semacam itu, Indonesia bisa langsung menggenjot ekspor TPT secara signifikan pada tahun-tahun mendatang, agar pasar domestik dan pasar internasional sama-sama bisa digarap secara bersamaan.
Keempat, pemerintah juga tak boleh lupa dalam menegakkan peraturan untuk melindungi pasar dalam negeri dari serbuan penyelundupan TPT, yang tidak membayar bea masuk dan tidak berkontribusi terhadap pajak.
Mengingat produk TPT ilegal yang masuk ke Indonesia diperkirakan menimbulkan kerugian negara hingga triliunan rupiah per tahun. Langkah tegas pemerintah dan aparat penegak hukum sangat diperlukan.
Saya kira, tak ada salahnya pemerintah menenggelamkan kapal-kapal yang digunakan untuk melakukan penyelundupan, meniru langkah tegas pemerintah yang menenggelamkan kapal-kapal pencuri ikan di masa Menteri Susi Pudjiastuti.
Sebagian besar produk selundupan tersebut berasal dari Tiongkok, yang masuk lewat negara jiran Singapura dan Malaysia. Konon, produk tersebut selanjutnya diselundupkan melalui pelabuhan-pelabuhan ’tikus’ di Kalimantan dan Sulawesi.
Dengan demikian, pasar dalam negeri yang besar dapat diisi produk-produk negeri sendiri dan industri domestik mendapat perlindungan hukum yang adil.
Sementara di pasar internasional, TPT kita juga bisa berbicara banyak dan tidak kalah saing oleh produk TPT dari negara lain.
Alasan strategisnya sangat jelas, Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) bukanlah sunset industry. Industri TPT bahkan masih menjadi penyumbang devisa sektor nonmigas terbesar kelima, mengalahkan ekspor barang dari besi dan baja, bubur kayu (pulp), timah, maupun makanan olahan.
Jadi jika pun industri di Tanah Air semacam ini acap dipandang sebelah mata dan dicibir karena dengan Vietnam pun kalah, ini antara lain karena minimnya dukungan pemerintah.
Bahkan, pemerintah sudah lama lalai melindungi pasar dalam negeri dari serbuan produk impor ilegal maupun praktik perdagangan tidak fair dari sejumlah negara.
Padahal, ditopang jumlah penduduk Indonesia yang hampir 300 juta atau terbesar keempat di dunia, sesungguhnya masa depan industri TPT ini masih sangat cerah.