Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Gatot Rahardjo
Pengamat Penerbangan

Pengamat penerbangan dan Analis independen bisnis penerbangan nasional

Mencoba Pesawat Comac ARJ 21 Produksi China

Kompas.com - 19/04/2023, 13:39 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Aerodinamis

Saya naik pesawat ini tepat tengah hari yang panas dari apron Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Banten. Di dalam pesawat, AC sudah menderu sehingga udara di pesawat tetap dingin.

Kalau dilihat dari luar, pesawat ini mirip dengan pesawat jenis MD 80 buatan pabrikan dari AS, Mc Donnell Douglas yang kemudian diakuisisi Boeing. Ciri khasnya, kedua mesin berada di belakang sayap pesawat.

Memang platform dasar ARJ21 memang dari pesawat MD 80 yang dibeli dan dikembangkan oleh Comac.

Pesawat terlihat mungil dan ramping jika dibandingkan dengan pesawat-pesawat yang parkir di apron saat itu yang sebagian besar adalah Boeing B737 NG dan Airbus A320 series berkapasitas 180 – 200 penumpang. Sedangkan kapasitas ARJ21-700 hanya 90 penumpang.

Masuk ke dalam pesawat, saya disuguhi kursi bernuansa biru tua yang ergonomis. Kursi yang slim tapi membuat jarak antar kursi depan belakang jadi lebih panjang sehingga jika kita duduk, lututnya masih leluasa bergerak.

Sandaran untuk tangan juga slim, tidak seperti di kebanyakan pesawat, namun tetap nyaman untuk bersandar. Konfigurasi kursinya, dua sebelah kiri dan tiga sebelah kanan.

Yang menarik, atap di atas kursi dekat jendela tidak terlalu rendah jika dibandingkan dengan pesawat sejenis seperti, misalnya, CRJ 1000 NG yang dulu pernah dioperasikan maskapai Garuda Indonesia.

Jadi kalau kita berdiri, kepala tidak harus menunduk terlalu dalam karena kepentok lengkungan badan pesawat dan tempat bagasi kabin.

Tempat bagasi kabinnya memang tidak terlalu tinggi seperti di pesawat sekelas B737 atau A320, bahkan kepala kita bisa melongok ke dalamnya. Namun ruangan bagasinya tetap terlihat luas.

Segera, pesawat menderu menuju runway dan lepas landas menuju Bali. Saya duduk di baris nomor 3 dari depan sebelah kanan.

Di sebelah saya, duduk Capt. Iwan Paul, mantan captain pilot senior Garuda Indonesia yang terbang mulai tahun 1972 hingga 1989.

Selama perjalanan, saya berbincang dengan beliau yang ternyata pada eranya dulu juga menerbangkan pesawat seperti MD70, DC9 dan Fokker F28.

Capt Iwan tampak serius. Dia ditugaskan perusahaannya saat ini untuk mengamati performa pesawat, karena berencana menyewa untuk transportasi karyawannya. Tentu saja dia harus memastikan pesawatnya terjamin keselamatan dan kenyamannya.

Saat di atas daerah Karawang, pesawat memasuki awan dan sedikit bergetar. “Goyang Karawang”, begitu ujar sang pilot pesawat.

Capt. Iwan pun turut berkomentar, “Masih stabil goyangannya, berarti aerodinamisnya bagus!”.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pabrik Sepatu Bata Tutup, Kemenperin Bakal Panggil Manajemen

Pabrik Sepatu Bata Tutup, Kemenperin Bakal Panggil Manajemen

Whats New
Capai 12,5 Persen, Pertumbuhan Ekonomi Dua Wilayah Ini Tertinggi di Indonesia

Capai 12,5 Persen, Pertumbuhan Ekonomi Dua Wilayah Ini Tertinggi di Indonesia

Whats New
Per Februari 2024, Jumlah Pengangguran RI Turun Jadi 7,20 Juta Orang

Per Februari 2024, Jumlah Pengangguran RI Turun Jadi 7,20 Juta Orang

Whats New
Pembangunan Infrastruktur di Australia Jadi Peluang untuk Produsen Baja Lapis RI

Pembangunan Infrastruktur di Australia Jadi Peluang untuk Produsen Baja Lapis RI

Whats New
KAI Ubah Pola Operasi, 21 Kereta Berhenti di Stasiun Jatinegara

KAI Ubah Pola Operasi, 21 Kereta Berhenti di Stasiun Jatinegara

Whats New
Kejar Target 1 Juta Barrel Minyak, Industri Hulu Migas Hadapi Keterbatasan Rig

Kejar Target 1 Juta Barrel Minyak, Industri Hulu Migas Hadapi Keterbatasan Rig

Whats New
PGN Suplai Gas Bumi untuk Smelter Tembaga Freeport

PGN Suplai Gas Bumi untuk Smelter Tembaga Freeport

Whats New
KKP Kembangkan Jejaring Perbenihan Nasional Ikan Nila

KKP Kembangkan Jejaring Perbenihan Nasional Ikan Nila

Whats New
Kemenhub Evaluasi Pola Pengasuhan di STIP Jakarta

Kemenhub Evaluasi Pola Pengasuhan di STIP Jakarta

Whats New
Konsumsi Rumah Tangga Kembali Jadi Penopang Pertumbuhan Ekonomi Indonesia pada Kuartal I-2024

Konsumsi Rumah Tangga Kembali Jadi Penopang Pertumbuhan Ekonomi Indonesia pada Kuartal I-2024

Whats New
Frekuensi Perjalanan LRT Jabodebek Ditambah, Waktu Tunggu Lebih Cepat

Frekuensi Perjalanan LRT Jabodebek Ditambah, Waktu Tunggu Lebih Cepat

Whats New
Kepala Bappenas Sebut Pembangunan IKN Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas Sebut Pembangunan IKN Capai 80,82 Persen

Whats New
Simak Kurs Rupiah Hari Ini di BCA hingga BNI

Simak Kurs Rupiah Hari Ini di BCA hingga BNI

Spend Smart
Pabrik Sepatu Bata di Purwakarta Tutup, Bagaimana Prospek Sahamnya?

Pabrik Sepatu Bata di Purwakarta Tutup, Bagaimana Prospek Sahamnya?

Earn Smart
Ada Regulasi Ketransmigrasian Baru, Kemendes Sebut Sebagai Modal Pengembangan Transmigrasi Modern

Ada Regulasi Ketransmigrasian Baru, Kemendes Sebut Sebagai Modal Pengembangan Transmigrasi Modern

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com