JAKARTA, KOMPAS.com - Kembali terulang Taiwan menolak dan melarang toko-toko ritelnya untuk menjual mi instan merek Mie Sedaap dari Indonesia, kini giliran merek Indomie Rasa Ayam Spesial hasil produksi Indofood.
Apabila Juli 2022 Taiwan menolak masuknya produk mi instan Indonesia dengan dalih tingkat kandungan residu pestisida dalam bumbunya yang dinilai di atas ambang batas oleh Otoritas Badan Makanan dan Obat-obatan Taiwan (FDA), tahun ini alasannya adalah karena Departemen Kesehatan Taipei menemukan mi instan Indonesia mengandung zat pemicu kanker atau zat karsinogenik.
Departemen Kesehatan Taipei mengumumkan hal tersebut pada Senin (24/4/2023), saat merilis hasil pemeriksaan mi instan yang tersedia di Ibu Kota Taipei pada tahun 2023.
Baca juga: Melihat Pergerakan Saham Indofood Usai Taiwan dan Malaysia Tarik Indomie Rasa Ayam Spesial
Dalam sebuah pernyataan, Departemen Kesehatan Taipei mengatakan, telah menemukan sejumlah Ah Lai White Curry Noodles dari Malaysia dan sejumlah Indomie Rasa Ayam Spesial dari Indonesia sama-sama mengandung etilen oksida, senyawa kimia yang terkait dengan limfoma dan leukemia.
Limfoma sendiri adalah kanker yang memengaruhi kelenjar getah bening, sedangkan leukemia adalah kanker yang memengaruhi darah dan sumsum tulang.
Dikutip dari Focus Taiwan, berdasarkan hasil pengujian, Departemen Kesehatan Taiwan mengungkap, etilen oksida terdeteksi pada mi dan paket bumbu di produk mi instan asal Malaysia.
Baca juga: Ditarik di Taiwan dan Malaysia, BPOM Pastikan Indomie Rasa Ayam Spesial Aman Dikonsumsi
Direktur PT Indofood Sukses Makmur Tbk Franciscus Welirang angkat bicara menanggapi temuan oleh Departemen Kesehatan Taiwan itu.
Franciscus mengatakan, pada dasarnya sesuai prinsip perusahaanya, pihaknya selalu mengikuti persyaratan-persyaratan yang ditentukan oleh negara pengimpor sebelum mengirim produk.
Bahkan, lanjut dia, pihaknya juga patuh akan persyaratan dan ketentuan yang dikeluarkan oleh BPOM.
"Pada prinsipnya kita mengikuti prasyarat dan ketentuan BPOM dan juga standard Badan kesehatan negara pengimport," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Selasa (25/4/2023).
Dia menuturkan, pihaknya masih akan terus menyelidiki atas temuan tersebut.
Terkait temuan tersebut, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag)
Budi Santoso mengungkapkan, pihaknya akan berkoordinasi dengan Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) di Taipei agar melakukan pengecekan atas temuan Indomie asal Indonesia yang mengandung zat pemicu kanker.
"Kalau masuk ke Taiwan memang ada ketentuan kandungannya harus sekian, ya kita harus meyesuaikan, tapi kan nanti dicek dulu apakah benar seperti itu," ujarnya.
"Nanti saya coba komunikasi kan dengan KDEI Taiwan. Tapi kalau misalnya tebukti tidak melanggar ya kita komunikasikan dengan otoritas Taiwan melalui perwakilan kita di Taiwan," sambungnya.
Lebih lanjut Budi menuturkan, kasus serupa sudah pernah terjadi tahun lalu. Namun setelah dilakukan pengecekan, produk yang dinilai bermasalah, bukanlah produk mi asal Indonesia.
"Dulu ada mi juga, tapi bukan dari Indomie. Bisa kita selesaikan sih waktu itu akhirnya dari pihak Taiwan kan waktu itu, dari Badan POM-nya Taiwan kan pernah ke sini untuk memberlakukan verifikasi. Jadi bisa diselesaikan dengan baik sih waktu itu," kata Budi.
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) pun meminta Badan POM (BPOM) harus segera melakukan audit dan investigasi atas penemuan tersebut.
Ketua Pengurus Harian Tulus Abadi mengatakan, dengan dilakukannya investigasi terhadap penemuan tersebut juga bisa memastikan apakah mi instan yang dijual di Taiwan juga beredar di Indonesia dan mengandung cemaran etilen oksida.
"Atau produk ekspor itu terjadi kontaminasi zat karsinogenik ketika diproduksi di Indonesia. Tapi BPOM harus pastikan apakah ini ekspor saja atau beredar di Indonesia?" ujar Tulus Abadi kepada media.
Menurut Tulus, kalaupun nanti hasil audit Badan POM menyebutkan mi instan yang mengandung cemaran etilen oksida itu tidak ada di Indonesia, BPOM juga harus memastikan produk yang ada di dalam negeri aman dikonsumsi.
Lebih lanjut Tulus mengatakan, hingga saat ini Codex Alimentarius Commission (CAC) yang berada di bawah WHO/FAO belum mengatur batas maksimal residu etilen oksida (EtO) dan 2-Kloroetanol (2-CE).
Namun, pedoman yang diterbitkan organisasi tersebut pada tahun 2019 mengatakan apabila belum ada maksimum level dari suatu kontaminan, maka digunakan batas maksimum kontaminan sebesar 0,001 mg/kg atau 1 mikrogram/kg.
Setiap negara menerapkan aturan batas maksimum residu etilen oksida yang berbeda-beda.
Singapura, misalnya, menetapkan residu etilen oksida pada rempah-rempah tidak boleh melebihi 50 parts per million atau ppm. Sedangkan di Amerika Serikat batas maksimalnya 7 ppm dan di Uni Eropa 0,1 ppm.
Menurut Tulus Abadi, meskipun ada perbedaan standar, jangan sampai parameter yang berlaku di Indonesia tertinggal dari negara lain. "Karena temuan-temuan suatu zat berbahaya kan terus berkembang. Bis saja suatu ketika tidak dinyatakan bahaya, tapi karena ada temuan baru dianggap berbahaya," kata Tulus Abadi.
Penarikan Indomie Rasa Ayam Spesial di Taiwan disebut gara-gara paket bumbunya disebut mengandung zat karsinogen pemicu kanker, yakni Etilen Oksida (EtO).
Dalam keterangannya, BPOM menyebut Taiwan menemukan kandungan Etilen Oksida pada Indomie Rasa Ayam Spesial sebesar 0,187 mg/kg (ppm). Metode analisis yang digunakan oleh Taiwan adalah penentuan 2-Chloro Ethanol (2-CE), yang hasil ujinya dikonversi sebagai Etilen Oksida. Oleh karena itu, kadar Etilen Oksida sebesar 0,187 ppm yang pada pada produk Indomie setara dengan kadar 2-CE sebesar 0,34 ppm.
Sebagai informasi, Taiwan tidak memperbolehkan adanya Etilen Oksida pada pangan. Kendati demikian, BPOM mengeklaim kandungan Etilen Oksida tersebut jauh di bawah Batas Maksimal Residu (BMR) 2-CE sebesar 85 ppm di Indonesia.
"Dengan demikian, kadar 2-CE yang terdeteksi pada sampel mi instan di Taiwan (0,34 ppm) masih jauh di bawah BMR 2-CE di Indonesia dan di sejumlah negara lain, seperti Amerika dan Kanada," tulis BPOM, dikutip Kompas.com, Kamis (27/4/2023).
"Oleh karena itu, di Indonesia produk mi instan tersebut aman dikonsumsi, karena telah memenuhi persyaratan keamanan dan mutu produk sebelum beredar," sambungnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya