Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Agus Herta
Dosen

Dosen FEB UMB dan Ekonom Indef

Menghitung Untung Rugi Insentif Kendaraan Listrik

Kompas.com - 03/05/2023, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

AWAL Maret 2023 menjadi era baru kebijakan kendaraan listrik di Indonesia. Pemerintah telah memutuskan untuk memberikan insentif pembelian kendaraan listrik/electric vehicle (EV) bagi masyarakat yang ingin membeli dan menggunakan kendaraan listrik sebagai alat transportasi.

Insentif diberikan untuk kendaraan listrik yang basis produksinya di dalam negeri, baik jenis kendaraan roda dua (motor) maupun kendaraan roda empat (mobil).

Sebagai langkah awal, pemerintah akan memberikan insentif sebesar Rp 7 juta per unit untuk pembelian 200.000 unit sepeda motor listrik baru dan Rp 7 juta per unit untuk konversi 50.000 unit sepeda motor konvensional berbahan bakar fosil menjadi kendaraan listrik.

Total anggaran insentif pembelian EV untuk tahun 2023 mencapai Rp 3,01 triliun yang terdiri dari Rp 1,4 triliun untuk kendaraan roda dua, Rp 1,6 triliun untuk kendaraan roda empat, dan Rp 48 miliar untuk kendaraan jenis bus.

Sedangkan anggaran insentif untuk tahun 2024 mencapai Rp 9,24 triliun yang terdiri dari Rp 4,2 triliun untuk kendaraan roda dua, Rp 4,9 triliun untuk kendaraan roda empat, dan Rp 144 miliar untuk kendaraan jenis bus.

Pemberian insentif diharapkan mampu mendorong akselerasi pengembangan ekosistem Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) di Indonesia.

Lahirnya kebijakan insentif pembelian EV menjadi pertanda dimulainya peralihan sumber energi dan juga teknologi dalam sektor transportasi Indonesia dari yang awalnya berbasis energi fosil menjadi energi baru terbarukan (EBT).

Pemerintah berusaha untuk mengubah pola perilaku masyarakat dari pengguna energi fosil menjadi energi listrik yang dinilai jauh lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Dinamika perdebatan publik

Kebijakan insentif pembelian EV memiliki tujuan sangat baik, namun besarnya insentif di tengah defisit anggaran yang masih menganga lebar telah menciptakan dinamika di tengah pusaran perdebatan opini publik.

Pro dan kontra muncul dari dua kelompok yang bersebarangan terhadap kebijakan insentif EV. Di samping itu, solusi untuk kenaikan penggunaan listrik yang diproduksi oleh PT. Perusahaan Listrik Negara (PT. PLN) sebagai akibat meningkatnya penggunaan EV juga belum terjawab dengan sempurna.

Perdebatan dan perang argumentasi menjadi hal yang tidak dapat terhindarkan. Namun hal ini merupakan tahapan yang harus dilalui pemerintah guna menyerap aspirasi publik sekaligus menguji kekuatan argumentasi yang menjadi dasar pembuatan kebijakan insentif pembelian EV.

Oleh karena itu, pemerintah tidak perlu alergi terhadap berbagai kritik dan saran yang datang tidak tertahan.

Perdebatan harus disikapi sebagai masukan dan kepedulian masyarakat untuk bersama-sama mencari formula tepat dalam menyelesaikan potensi krisis energi yang sudah di depan mata.

Untuk meyakinkan masyarakat luas terkait pemberian insentif, pemerintah harus menjelaskan keuntungan dan kerugian dari kebijakan insentif pembelian EV.

Pemerintah harus memberikan pemahaman yang komprehensif kepada publik bahwa kebijakan ini merupakan salah satu keberpihakan pemerintah terhadap lingkungan, masyarakat luas, dan nilai-nilai ekonomi yang berkelanjutan secara bersamaan.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com