JAKARTA, KOMPAS.com - Proses pelepasan hak partisipasi (participating interest/PI) atas pengelolaan Blok Masela dari Shell ke PT Pertamina (Persero) tak kunjung rampung. Hal ini kemudian menjadi sorotan pemerintah.
Pasalnya, Shell telah menyatakan mundur dan melepas hak partisipasinya dari proyek gas "abadi" sejak 2019. Perusahaan minyak dan gas asal Belanda itu tercatat memiliki 35 persen porsi saham Blok Masela.
Direktur Eksekutif ReforMiner Komaidi Notonegoro mengatakan, alotnya pembahasan divestasi saham Shell ke Pertamina bisa disebabkan oleh berbagai hal. Salah satunya ialah belum ditemukannya kesepakatan harga pelepasan PI.
"Bisa saja harga yang diminta oleh Shell belum mendapat kesepakatan," kata dia, kepada Kompas.com, Sabtu (27/5/2023).
Baca juga: Komisi VII DPR Minta Shell Segera Lepas Blok Masela ke Pertamina
Lebih lanjut Ia menjelaskan, sebelum menyatakan mundur dari Blok Masela, Shell telah menggelontorkan dana untuk mendapatkan hak partisipasi serta investasi di blok tersebut. Oleh karenanya menjadi wajar jika Shell meminta nilai divestasi minimal sebesar biaya yang telah dikeluarkan.
Akan tetapi jika Shell ternyata mempersulit proses divestasi, Komaidi menilai, pemerintah bisa melakukan tindakan. Hal ini mengingat pentingnya pengelolaan dan pengoperasian Blok Masela bagi para pemangku kepentingan.
"Pemerintah bisa melakukan treatment tertentu, karena kan pengambil kebijakannya tetap melekat di pemerintah," ujarnya.
"Tapi tentu harus dilakukan secara proporsional," tambah Komaidi.
Meskipun demikian, Komaidi menekankan, proses pelepasan PI dari Shell harus diselesaikan terlebih dahulu. Baru setelah itu perlakuan lain bisa dilakukan.
"Secara keseluruhan artinya sebetulnya apapun mekanismenya semakin lama semakin berlarut-larut semua pihak dirugikan," ucap dia.
Sebagai informasi, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membuka peluang pengembalian saham Shell di Blok Masela ke negara. Hal ini sesuai dengan ketentuan, di mana pengembangan Blok Masela harus dijalankan dalam lima tahun terhitung sejak pemberian persetujuan rencana pengembangan atau Plan of Development (POD).
Pemberian POD telah dilakukan sejak 2018. Dengan demikian, batas waktu berakhir pada 2024 mendatang.
"Sampai sekarang empat tahun sudah tidak ada perkembangannya, kalau mau mundur ya sebelum POD diberikan. (Bisa) kita ambil ulang, kalau enggak itu (lelang ulang). Ya kita cari skemanya," kata Arifin, dikutip dari Kontan.
Baca juga: Menteri ESDM Geram Shell Ogah Lepas Blok Masela
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.