Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dirut Garuda Pamer Laba Rp 57 Triliun: Terbesar Sepanjang Sejarah

Kompas.com - 03/06/2023, 12:51 WIB
Muhammad Idris

Penulis

KOMPAS.com - Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra, memamerkan pencapaian perusahaan yang dipimpinnya. Perusahaan mengukir kinerja positif saat terdampak pandemi Covid-19.

Maskapai pelat merah itu mencatatkan laba sebesar 3,8 miliar dollar AS atau setara Rp 56,9 triliun (asumsi kurs Rp 14.975 per dollar AS) di sepanjang 2022.

Bahkan, Irfan menyebut, kalau laba Garuda Indonesia sebesar Rp 57 triliun tersebut merupakan rekor tertinggi sejak perusahaan itu berdiri

"Sepanjang 2022 kami mencatatkan laba bersih 3,8 milliar dolar AS setelah 3 tahun berturut-turut, baik itu selama pandemi maupun satu tahun sebelum pandemi," ujar Irfan dalam Public Expose Garuda Indonesia, dikutip pada Sabtu (6/3/2023).

Baca juga: Garuda Tiba-tiba Cetak Laba Jumbo Rp 57 Triliun, Kok Bisa?

Ini merupakan capaian laba terbesar yang pernah diraih perseroan sepanjang sejarah," kata dia lagi.

Membedah klaim laba Garuda Rp 57 triliun

Bagi masyarakat yang masih awam terkait laporan keuangan perusahaan, laba jumbo Garuda Indonesia sebesar Rp 56,9 triliun tentu menimbulkan tanda tanya.

Terlebih, maskapai pelat merah ini selama ini masih didera dengan utang yang menggunung dan masih sering mencatatkan kerugian. Sebagai contoh, pada kuartal I 2023 saja, Garuda mencatat kerugian sebesar Rp 1,61 triliun.

Yang harus dipahami, laba Garuda yang melejit tersebut terjadi karena adanya pendapatan restrukturisasi utang dengan disetujuinya Perjanjian Perdamaian dalam proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).

Artinya, laba atau untung perseroan yang meroket tersebut bukan semata karena kinerja apik perusahaan, namun karena perusahaan mencatatkan pendapatan yang belum direalisasikan.

Baca juga: Dirut Garuda Tegaskan Tak Pernah Larang Pramugari Berjilbab

Sebagaimana pada semester I 2022, Garuda juga mengklaim meraup laba bersih sebesar Rp 57 triliun. Laba tersebut juga disumbang dari pendapatan restrukturisasi utang.

Dalam bahasa yang lebih sederhana, laba Garuda Indonesia sebesar Rp 56,9 triliun hanya merupakan angka di atas kertas belaka. Dalam pencatatan akuntansi, istilah ini disebut dengan laba buku atau book profit.

Book profit adalah jenis laba yang dicatatkan dalam pembukuan, tetapi sebagian pendapatan sebetulnya belum terealisasi. Pencatatan book profit memang sudah lazim dilakukan banyak perusahaan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku, terutama pembukuan akuntansi berbasis akrual (accrual based accounting).

Laba sendiri dihitung dari pendapatan perusahaan yang dikemudian dikurangi dengan seluruh beban perusahaan. Laba Garuda yang melejit itu tentunya terjadi karena disumbang pendapatan yang juga meroket.

Baca juga: Kreditur Minta Pengadilan Nyatakan Garuda Indonesia Pailit

Dalam kasus Garuda, laba sebesar Rp 57 triliun muncul karena adanya homologasi dalam PKPU. Homologasi adalah persetujuan debitur dan kreditur untuk mengakhiri kepailitan.

Di mana setelah adanya PKPU, maka ada pembalikan liabilitas atau utang menjadi pendapatan perusahaan. Dalam istilah lain, meroketnya laba Garuda Indonesia muncul karena utang yang belum bisa dibayarkan kemudian dicatatkan sebagai pendapatan perusahaan setelah adanya PKPU.

Pembalikan utang menjadi pendapatan diakui dalam pencatatan akuntansi, hal ini bisa dimaklumi karena Garuda Indonesia yang seharusnya mencatat pembayaran utang dan bunga sebagai beban dalam laporan keuangan, kemudian diputuskan tidak perlu membayarnya hingga tempo yang ditetapkan karena para kreditur bersedia untuk berdamai sesuai dengan proposal yang diajukan perusahaan.

Baca juga: Berapa Jumlah BUMN di China dan Mengapa Mereka Begitu Perkasa?

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Relaksasi HET Beras Premium Diperpanjang hingga Bulan Depan

Relaksasi HET Beras Premium Diperpanjang hingga Bulan Depan

Whats New
Tahan Laju Utang Non-Bank, China Naikkan Modal Minimum Perusahaan Pembiayaan 3 Kali Lipat

Tahan Laju Utang Non-Bank, China Naikkan Modal Minimum Perusahaan Pembiayaan 3 Kali Lipat

Whats New
'Food Estate' dan 'Contract Farming' Jauh dari Kedaulatan Pangan

"Food Estate" dan "Contract Farming" Jauh dari Kedaulatan Pangan

Whats New
Kementan Percepat Pompanisasi di Lamongan untuk Optimasi Lahan Rawa hingga Tingkatkan IP

Kementan Percepat Pompanisasi di Lamongan untuk Optimasi Lahan Rawa hingga Tingkatkan IP

Whats New
BKN: Pemindahan ASN ke IKN Bukan Pemaksaan, tapi Kewajiban

BKN: Pemindahan ASN ke IKN Bukan Pemaksaan, tapi Kewajiban

Whats New
China dan Selandia Baru Perkuat Kerja Sama Ekonomi, Ada Apa?

China dan Selandia Baru Perkuat Kerja Sama Ekonomi, Ada Apa?

Whats New
Sri Mulyani Sebut Realisasi Anggaran Bansos Melonjak Tajam di Awal 2024

Sri Mulyani Sebut Realisasi Anggaran Bansos Melonjak Tajam di Awal 2024

Whats New
3 Langkah IFG Dukung Transformasi Sektor Keuangan Non-bank

3 Langkah IFG Dukung Transformasi Sektor Keuangan Non-bank

Whats New
Bank Sentral Jepang Naikkan Suku Bunga untuk Pertama Kali dalam 17 Tahun

Bank Sentral Jepang Naikkan Suku Bunga untuk Pertama Kali dalam 17 Tahun

Whats New
Erick Thohir Usul 7 BUMN Dapat PMN Rp 13,6 Triliun Tahun Ini

Erick Thohir Usul 7 BUMN Dapat PMN Rp 13,6 Triliun Tahun Ini

Whats New
Baru 2.430 ASN yang Siap Dipindahkan ke IKN

Baru 2.430 ASN yang Siap Dipindahkan ke IKN

Whats New
16 Smelter Mineral Bakal Dibangun pada 2024, Nilai Investasinya Rp 183 Triliun

16 Smelter Mineral Bakal Dibangun pada 2024, Nilai Investasinya Rp 183 Triliun

Whats New
Redesain Logo BTN Menuju Era Digitalisasi

Redesain Logo BTN Menuju Era Digitalisasi

Whats New
Marak Bus Bodong, Pengusaha Otobus Imbau Masyarakat Waspada Pilih Angkutan untuk Mudik Lebaran

Marak Bus Bodong, Pengusaha Otobus Imbau Masyarakat Waspada Pilih Angkutan untuk Mudik Lebaran

Whats New
Bukan Hanya 7, Lokasi Pembersihan Hasil Sedimentasi di Laut Berpotensi Ditambah

Bukan Hanya 7, Lokasi Pembersihan Hasil Sedimentasi di Laut Berpotensi Ditambah

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com