Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aturan Anti Deforestasi Uni Eropa Rugikan RI, Kopi hingga Kakao Jadi Sasaran

Kompas.com - 07/06/2023, 09:40 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Jerry Sambuaga mengatakan, kebijakan Uni Eropa terkait aturan anti deforestasi atau Deforestation Regulation/EUDR diskriminatif dan merugikan kegiatan ekspor Indonesia.

"UU Deforestasi jelas, ini sesuatu yang sifatnya diskriminatif, merugikan, dan tentunya tidak sesuai dengan apa yang selalu disemangati oleh prinsip-prinsip perjanjian perdagangan internasional," kata Jerry saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (6/6/2023).

Jerry mengatakan, kebijakan Uni Eropa tersebut diskriminatif karena tidak hanya merugikan Indonesia melainkan sejumlah negara.

Baca juga: Ekspor RI ke Uni Eropa Terhalang Aturan Anti Deforestasi, Mendag: Cari Pasar Baru

Pasalnya, kata dia, aturan tersebut tidak hanya menyasar satu komoditas saja. Beberapa komoditas yang disasar yaitu kopi, minyak kelapa sawit, kedelai, dan kakao.

"Ini kan merugikan petani-petani kita yang selama ini mengandalkan mata pencahariannya dengan bertani, dengan melakukan hal-hal yang sifatnya itu melibatkan banyak masyarakat juga," ujarnya.

Senada dengan Jerry, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan, Uni Eropa bersikap tidak adil dengan diterbitkannya aturan Anti Deforestasi tersebut.

Padahal, kata dia, negara Eropa seperti Perancis membeli peralatan militer dengan bahan baku yang dapat merusak lingkungan.

Baca juga: Indonesia Gugat Balik Uni Eropa ke WTO


"Nah kita saja kopi, sampai dibikin UU khusus melarang kita," kata Zulkifli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa.

Berdasarkan hal tersebut, Zulkifli mengatakan, pemerintah tengah mengembangkan pasar-pasar baru untuk kegiatan ekspor.

Ia mengatakan, pasar-pasar baru yang tengah dijajaki di antaranya yaitu, Afrika Selatan, Mesir, Bangladesh, dan Pakistan.

"Jadi memang kita harus mengembangkan pasar-pasar baru. Kesulitan pasar baru ini memang kita belum ada perjanjian. Oleh karena itu, perlu ada perjanjian agar kita bebas tarif," ucap dia.

Baca juga: Melawan Uni Eropa dan Membenahi Ekosistem Persawitan Nasional

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com