Karena data Credit Suisse menyebut hanya 1 persen orang terkaya Indonesia saja yang menguasai 46 persen kekayaan penduduk Indonesia.
Sehingga kabar kenaikan itu bisa dimaknai sebagai kenaikan pendapatan per kapita rata-rata yang semu? Dan pada akhirnya bisa berdampak negatif?
Dalam situasi transisi ekonomi yang gamang, begitu juga dengan resesi ketika memasuki tahun baru 2023, harapan terbesar masyarakat adalah bangkit dari pandemi, tersedianya lapangan kerja yang cukup dan harga kebutuhan pokok terkendali.
Jangan lagi ada peristiwa harga minyak goreng meroket drastis karena alasan “kebijakan” green oil yang ketika itu langsung memupus kepercayaan konsumen dan pasar kepada pemerintah sebagai salah satu pengendali inflasi.
Dan harapan para pegiat UMKM tentu saja prospek bisnis yang makin moncer, tanpa hambatan pada tahun berikutnya.
Hanya saja dampak kenaikan kelas itu tak serta merta akan berdampak langsung. Dengan kenaikan status ekonomi Indonesia, paling tidak bisa menjadi pondasi dasar menuju kenaikan kelas berikutnya sebagai negara maju.
Investor mungkin akan lebih percaya diri masuk ke Indonesia karena mereka tambah yakin dengan ketahanan ekonomi kita.
Namun tetap saja, seperti layaknya orang naik kelas, ada konsekuensi yang harus dilakukan, dan biasanya justru lebih menantang dan lebih berat. Paling tidak harus diiringi serangkaian kebijakan reformasi struktural untuk meningkatkan daya saing ekonomi nasional.
Terutama soal modal, sumber daya manusia, kapasitas dan kapabilitas industri yang berorientasi ekspor dan mengurangi defisit transaksi berjalan serta, pemanfaatan secara tepat teknologi digital, untuk mendorong pemberdayaan ekonomi.
Agar kita keluar dari jebakan pendapatan kelas menengah atau middle income trap, tantangan yang tidak main-main dan harus diatasi.
Dan seperti biasa pula kenaikan kelas ternyata ada konsekuensinya yang negatif. Karena telah dianggap naik kelas, artinya ada tambahan “kekayaan” atau paling tidak tingkat kemakmurannya merayap naik dari sebelumnya.
Maka dalam banyak peluang dari sisi ekonomi, kenaikan kelas itu berdampak pada sisi perdagangan internasional Indonesia, yang bakal semakin jarang mendapatkan keringanan tarif, karena kenaikan tingkat pendapatannya.
Demikian juga dalam soal pembiayaan melalui pinjaman langsung bilateral maupun mutlilateral, para pemberi pinjaman tak akan lagi memberi diskon bunga.
Artinya mereka juga akan mengambil keuntungan dari "kenaikan kelas"" ersebut. Apakah artinya itu akan baik bagi masa depan perekonomian kita? Tentu saja, jika kita menyikapinya dengan benar.
Kenaikan status Indonesia tersebut jika tak disikapi dengan perubahan struktur ekonomi, maka akan mengancam serapan tenaga kerja.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya