Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Aturan Perdagangan Elektronik, Teten: Sangat "Urgent" untuk Lindungi UMKM

Kompas.com - 15/08/2023, 08:38 WIB
Elsa Catriana,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koperasi dan UKM (Menkop-UKM) Teten Masduki meminta agar para pelaku e-commerce mematuhi aturan yang berlaku di Indonesia terutama terkait kebijakan perdagangan elektronik yang sedang digodok pemerintah.

Hal itu menurut dia untuk melindungi produk lokal dari serbuan produk lintas batas atau crossborder dari luar negeri.

“Ini (kebijakan perdagangan elektronik) sangat urgent untuk direvisi agar kita bisa melindungi UMKM yang tidak bisa bersaing dengan produk China yang masuk lewat e-commerce crossborder yang masih belum diatur,” kata Teten Masduki saat jumpa pers di Jakarta, Senin (14/8/2023).

Pemerintah sendiri sedang melakukan revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020 Tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, Dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).

Baca juga: Menkop Teten Usul Produk Impor yang Masuk RI Wajib Lewat Papua

Teten mengatakan, revisi tersebut diharapkan bisa menciptakan permainan bisnis yang setara (playing field), perlakuan yang setara mengenai tarif, serta biaya masuk.

Untuk itu kata Teten, pihaknya mengajukan dua usulan terkait perlindungan produk UMKM dari serangan produk impor di platform e-commerce.

Pertama, terkait adanya tambahan kebijakan bea masuk untuk produk-produk jadi dari luar yang berpotensi menggerus keberadaan produk UMKM.

“Tadi saya lihat sendiri harganya di salah satu platform enggak masuk akal. Ini namanya sudah ada predatory pricing. Itu karena memang pasar kita terlalu longgar, sehingga barang mereka bisa masuk ke sini dengan harga semurah-murahnya,” kata Menteri Teten.

Teten juga mengatakan, peraturan tersebut tak hanya berlaku bagi satu paltform saja saja, tetapi bagi semua pihak terkait.

“Jadi kita tidak hanya berurusan dengan TikTok. Sebelum ini juga saya berurusan dengan e-commerce lain yang melakukan penjualan crossborder. Kita optimistis hal ini bisa dilakukan,” ujarnya.

Baca juga: Aturan Dipisah, Persaingan Social Commerce dan E-commerce Dinilai Akan Lebih Adil

Secara komprehensif, lanjut Teten, keluar masuk barang itu memang harus betul-betul diproteksi sedemikian rupa. Jangan sampai produk lokal kalah bersaing dari produk luar negeri.

“Pada dasarnya negara manapun juga sama memperlakukan seperti itu. Mereka melindungi produk dalam negerinya sendiri. Karena kalau kita terus menerus beri karpet merah untuk produk-produk impor, tanpa memperhitungkan persaingan yang tidak fair dari dalam negeri, bisa habis produk UMKM,” kata Teten.

Kemudian usulan kedua, pihaknya menyarankan agar produk impor dari luar yang datang ke Indonesia masuk di pelabuhan paling jauh di Indonesia seperti Sorong, Papua Barat. Sehingga produk yang masuk dikenakan ongkos lagi dari tempat terjauh, dengan begitu produk di dalam negeri masih bisa kompetitif.

“Hal itu berkaitan dengan usulan kami yang kedua, yaitu tol laut yang juga menjadi proyek Presiden Joko Widodo yang bisa menjadi jalan. Karena selama ini muatan hanya dari barang, sehingga biaya logistik selalu dikenakan untuk produk-produk yang di jual di Indonesia Timur, sehingga Indonesia Timur lemah,” katanya.

Menurut Teten, kedua usulan tersebut bisa menjadi bagian penguatan dari kebijakan pemerintah soal hilirisasi dalam memperkuat industri dalam negeri, sekaligus memperkuat UMKM dengan kebijakan subsitusi impor untuk pengadaan barang dan jasa.

Baca juga: Teten: Cross Border yang Retail Online Itu, Kita Enggak Boleh Lagi!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com