Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aturan Dipisah, Persaingan "Social Commerce" dan "E-commerce" Dinilai Akan Lebih Adil

Kompas.com - 09/08/2023, 11:35 WIB
Elsa Catriana,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Peniliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Izzudin Farras menilai langkah yang dilakukan oleh pemerintah untuk membedakan aturan main transaksi penjualan di e-commerce dengan social commerce seperti TikTok Shop adalah langkah yang tepat.

Sebab menurut dia, kedua platform tersebut selain memiliki fitur dan fungsi yang berbeda, aturan dan algoritma yang digunakan juga berbeda.

“Tindakan itu tepat, karena e-commerce ada aturannya sendiri, social commerce ada aturannya tersendiri, kenapa harus terpisah, karena social commerce data preferensi e-commerce berdasarkan pengguna media sosial, di mana data itu digunakan untuk menawarkan produk e-commerce itu tersebut.

Baca juga: Polemik TikTok, Mendag Pisahkan Izin E-Commerce dan Social Commerce

 

"Sementara data mengenai preferensi konsumen yang dimiliki social commerce itu tidak dimiliki e-commerce. E-commerce hanya berdasarkan pencarian,” ujar Izzudin saat dihubungi Kompas.com, Rabu (9/8/2023).

Dengan adanya pemisahan aturan main antara e-commerce dengan social commerce diharapkan mampu membuat persaingan usaha yang lebih adil.

“Itu artinya langkah tepat jika memisahkan, sehingga tata kelola antara e-commerce dengan social commerce lebih baik dan bisa memberikan treatment yang berbeda,” kata dia.

Baca juga: Kemendag akan Bedakan Aturan Main Penjualan Social Commerce dengan E-commerce

Ihwal algoritma yang dipakai oleh kedua platform tersebut, menurut Izzudin, pemerintah perlu mengesahkan segera aturan turunan dari Undang-Undang Perindungan Data Pribadi sehingga bisa mengawasi algoritma dari sosial media.

“Pelaku usaha masih bisa menggunakan data bebas, karena belum mengatur secara spesifik, maka dari itu harus segera mempercepat pengesahan aturan turunan dari UU Perlindungan data pribadi, sehingga bisa mengawasi algoritma dari sosial media ini, sehingga bisa mempromosikan UMKM lokal, Tiktok juga harus bisa mempromosikan UMKM lokal,” ujar dia.

Adapun sebelumnya Kementerian Perdagangan (Kemendag) akan membedakan aturan main penjualan di platform Social Commerce dengan penjualan di platform e-commerce.

Baca juga: Buka Bisnis E-commerce di AS, Ini Cara TikTok Pasok Barang dari China

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Mendag Zulhas) mengatakan, aturan tersebut akan dimasukan dalam revisi Permendag Nomor 50 tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.

Dia berharap dengan dibedakannya aturan main antar kedua platform tersebut bisa membuat transaksi penjualan online di masing-masing platform tersebut menjadi setara dan berimbang, mengingat sejauh ini transaksi penjualan di social commerce seperti TikTok belum memiliki aturan.

"Nanti e-commerce dengan social commerce beda, izinnya mesti beda. Jadi kalau dia ada media sosialnya terus ada komersialnya itu izinnya akan beda. Izinya harus dua dan aturan izinnya diajukan ke Kemendag," ujar Mendag Zulhas saat ditemui Kompas.com di kantornya, Jumat (4/8/2023).

Baca juga: Ketika Belanja di Social Commerce Akan Dikenakan Pajak…  

Sementara Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan, algoritma TikTok bisa mengancam pelaku UMKM. Sebab algoritma TikTok dapat membaca kebiasaan penggunanya, sehingga dapat menjadi data yang digunakan untuk menggambarkan ketertarikan konsumen di Indonesia.

"Kalau mereka jualan barang juga, algoritma mereka akan mengarahkan pada produk-produk mereka, sehingga konsumen di pasar digital akan membeli produk afiliasi bisnis," ujar Teten.

"Sehingga dia bisa memberikan informasi kepada produsen UMKM di China yang mau masuk ke Indonesia, sehingga ini suatu ancaman. Karena itu ancaman bagi UMKM," sambung Teten.

Baca juga: Coba Lihat TikTok Shop, Harga Sweater Impor Rp 15.000-Rp 20.000, Gimana Kita Bisa Bersaing...

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com