Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anggota Komisi VI DPR Sebut Harga Barang di TikTok Tak Masuk Akal

Kompas.com - 12/09/2023, 19:29 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PDI-P Evita Nursanty menyoroti harga produk yang dijual platform TikTok yang kini merambah menjadi social commerce.

Evita mengatakan harga barang yang ditawarkan di TikTok terlalu murah.

"Kadang-kadang harganya tidak masuk akal (di TikTok), ada Madurasa harganya Rp 1.000. Itu sudah jelas dumping," kata Evita dalam rapat kerja dengan Kementerian Perdagangan dan Kemenkop UKM di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (12/9/2023).

Baca juga: TikTok Shop Resmi Meluncur di AS

Evita mempertanyakan pengawasan yang dilakukan Kementerian Perdagangan (Kemendag) terhadap TikTok. Ia menilai pengawasan yang dilakukan Kemendag sudah gagal.

"Perdagangan ada yang mengawasi khusus? Di (Kementerian) Koperasi dan UKM ada? Harusnya ini di Kementerian Perdagangan, kalau memang ada itu ngapain saja mereka, karena boleh saya katakan gagal melakukan pengawasan," ujarnya.

Lebih lanjut, Evita berpendapat bahwa TikTok memprioritaskan produk-produk dari China melalui algoritma. Hal ini, kata dia, membuat produk UMKM lokal tak dilirik konsumen.

Baca juga: Menkop Tak Setuju TikTok Berbisnis Medsos dan E-commerce secara Bersamaan

"Kenapa UMKM bisa kita kalah dengan produk China? Ini yang dimainkan TikTok algoritma, algoritma mereka mainkan produk-produk China, ini perlu langkah-langkah diperhatikan," ucap dia.

Sebelumnya, Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM) Teten Masduki menolak platform media sosial TikTok menjalankan bisnis media sosial (medsos) dan e-commerce secara bersamaan di Indonesia.

Ia mengatakan penolakan serupa juga dilakukan dua negara lain yakni Amerika Serikat dan India.

Baca juga: KPPU Pelajari Dugaan Predatory Pricing di TikTok Shop

"India dan Amerika Serikat berani menolak dan melarang TikTok menjalankan bisnis media sosial dan e-commerce secara bersamaan," kata Teten dalam keterangan resmi, Rabu (6/9/2023).

Teten mengatakan, TikTok boleh berjualan tapi tidak bisa disatukan dengan media sosial. Ia mengatakan, dari survei yang diterimanya, masyarakat berbelanja online dinavigasi dan dipengaruhi perbincangan di media sosial.

"Belum lagi sistem pembayaran, logistiknya mereka pegang semua. Ini namanya monopoli," ujarnya.

Baca juga: Coba Lihat TikTok Shop, Harga Sweater Impor Rp 15.000-Rp 20.000, Gimana Kita Bisa Bersaing...

Selain perlunya mengatur tentang pemisahan bisnis media sosial dan e-commerce, Teten juga mengatakan, pemerintah perlu mengatur tentang cross border commerce agar UMKM dalam negeri bisa bersaing di pasar digital Indonesia.

Teten mengatakan peritel dari luar negeri tidak boleh lagi menjual produknya langsung ke konsumen. Mereka harus masuk lewat mekanisme impor biasa terlebih dahulu, setelah itu baru boleh menjual barangnya di pasar digital Indonesia.

"Kalau mereka langsung menjual produknya ke konsumen, UMKM Indonesia pasti tidak bisa bersaing karena UMKM kita harus mengurus izin edar, SNI, sertifikasi halal, dan lain sebagainya," tuturnya.

Baca juga: Tips Berjualan di TikTok Shop bagi UMKM

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Perbankan Antisipasi Kenaikan Kredit Macet Imbas Pencabutan Relaksasi Restrukturisasi Covid-19

Perbankan Antisipasi Kenaikan Kredit Macet Imbas Pencabutan Relaksasi Restrukturisasi Covid-19

Whats New
KKP Tangkap Kapal Ikan Berbendera Rusia di Laut Arafura

KKP Tangkap Kapal Ikan Berbendera Rusia di Laut Arafura

Whats New
Defisit APBN Pertama Pemerintahan Prabowo-Gibran Dipatok 2,45 Persen-2,58 Persen

Defisit APBN Pertama Pemerintahan Prabowo-Gibran Dipatok 2,45 Persen-2,58 Persen

Whats New
Bos Bulog Sebut Hanya Sedikit Petani yang Manfaatkan Jemput Gabah Beras, Ini Sebabnya

Bos Bulog Sebut Hanya Sedikit Petani yang Manfaatkan Jemput Gabah Beras, Ini Sebabnya

Whats New
Emiten Gas Industri SBMA Bakal Tebar Dividen Rp 1,1 Miliar

Emiten Gas Industri SBMA Bakal Tebar Dividen Rp 1,1 Miliar

Whats New
Citi Indonesia Tunjuk Edwin Pribadi jadi Head of Citi Commercial Bank

Citi Indonesia Tunjuk Edwin Pribadi jadi Head of Citi Commercial Bank

Whats New
OJK: Guru Harus Punya Pengetahuan tentang Edukasi Keuangan

OJK: Guru Harus Punya Pengetahuan tentang Edukasi Keuangan

Whats New
Sekjen Anwar: Kemenaker Punya Tanggung Jawab Besar Persiapkan SDM Unggul dan Berdaya Saing

Sekjen Anwar: Kemenaker Punya Tanggung Jawab Besar Persiapkan SDM Unggul dan Berdaya Saing

Whats New
Lowongan Kerja BUMN Viramakarya untuk Posisi di IKN, Ini Posisi dan Persyaratannya

Lowongan Kerja BUMN Viramakarya untuk Posisi di IKN, Ini Posisi dan Persyaratannya

Whats New
Soal Relaksasi HET Beras Premium, Dirut Bulog: Biasanya Sulit Dikembalikan...

Soal Relaksasi HET Beras Premium, Dirut Bulog: Biasanya Sulit Dikembalikan...

Whats New
Potensi Pasar Geospasial di Indonesia

Potensi Pasar Geospasial di Indonesia

Whats New
OJK Minta Lembaga Keuangan Bikin 'Student Loan' Khusus Mahasiswa S-1

OJK Minta Lembaga Keuangan Bikin "Student Loan" Khusus Mahasiswa S-1

Whats New
Soal Tarif PPN 12 Persen, Sri Mulyani: Kami Serahkan kepada Pemerintahan Baru

Soal Tarif PPN 12 Persen, Sri Mulyani: Kami Serahkan kepada Pemerintahan Baru

Whats New
Citilink Buka Lowongan Kerja Pramugari untuk Lulusan SMA, D3, dan S1, Ini Syaratnya

Citilink Buka Lowongan Kerja Pramugari untuk Lulusan SMA, D3, dan S1, Ini Syaratnya

Whats New
Kerangka Ekonomi Makro 2025: Pertumbuhan Ekonomi 5,1 - 5,5 Persen, Inflasi 1,5 - 3,5 Persen

Kerangka Ekonomi Makro 2025: Pertumbuhan Ekonomi 5,1 - 5,5 Persen, Inflasi 1,5 - 3,5 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com