JAKARTA, KOMPAS.com - Perusahaan fintech peer-to-peer lending (pinjol) PT Pembiayaan Digital Indonesia (AdaKami) menyatakan, nomor yang digunakan bagian penagihan utang atau disebut Desk Collection (DC) yang diduga buat nasabah bunuh diri tidak terdaftar dalam sistem.
Brand Manager AdaKami Jonathan Kriss menerangkan, pihaknya telah mengumpulkan data dan informasi yang
relevan serta melakukan verifikasi terhadap nomor DC terkait pada ungahan akun media sosial X, dahulu Twitter @rakyatvs******.
"Saat ini, hasil penyelidikan kami menunjukkan bahwa nomor tersebut tidak terdaftar dalam sistem
AdaKami," kata dia dalam surat tanggapan yang diterima Kompas.com, Rabu (20/9/2023).
Baca juga: Soal Dugaan Nasabah Pinjol Gagal Bayar Bunuh Diri, AdaKami Buka Suara
Ia menambahkan, pihaknya akan mencari data dan informasi tambahan yang akurat terkait informasi tersebut.
Lebih lanjut, Jonathan menyampaikan, AdaKami dengan tegas menolak segala bentuk kekerasan dan praktek penagihan yang melanggar aturan dan tidak beretika.
"Kami menegaskan, pengiriman pesanan fiktif melalui jasa ojek online bukanlah bagian dari prosedur perusahaan dan tidak memiliki keterkaitan apapun dengan layanan AdaKami," imbuh dia.
Baca juga: Bos AdaKami: Iklan Jadi Kunci Fintech Lending Sukses Gaet Konsumen
Untuk itu, pihaknya mengajak masyarakat, terutama para nasabah AdaKami, untuk aktif dalam mengumpulkan bukti-bukti yang lengkap.
Nasabah juga diimbau melaporkan tindakan penagihan yang dianggap melanggar norma-norma etika kesopanan.
AdaKami juga berjanji akan memberikan informasi yang akurat mengenai investigasi ini.
"Kami juga berkomitmen untuk mengambil tindakan tegas jika ditemukan bentuk kekerasan atau pelanggaran seperti yang dilaporkan dalam media sosial dalam beberapa hari terakhir," tegas Jonathan.
Baca juga: Ramai soal Pinjol AdaKami, Asosiasi Fintech: Kami Minta Klarifikasi...
Sebagai informasi, dilansir dari akun X, dahulu Twitter @rakyatv*******, Rabu (20/9/2023) dinarasikan seorang penerima pinjaman berinisial K mengajukan pinjaman di AdaKami sebesar Rp 9,4 juta. Namun, ia harus mengembalikan hingga 19 juta.
"Ketika K memiliki kesulitan pembayaran dan telat bayar, mulai lah terror DC AdaKami berdatangan," tulis utas tersebut.
Selain itu, K juga disebut menerima order fiktif ojek online dan pesanan makanan. Dalam sehari ia bisa mendapat 5-6 order fiktif.
Utas tersebut juga menarasikan, dampak dari teror bagian penagihan itu membuat K mengakhiri hidup dengan bunuh diri.
"K mengembuskan napas terakhirnya pada Mei 2023," tulis unggahan itu kembali.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.