KOMPAS.com - Mega proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) kembali menuai kritik publik Tanah Air. Pemerintah baru-baru merilis aturan yang membuka peluang penjaminan angsuran utang ke China yang timbul akibat pembengkakan biaya (cost overrun).
Ekonom sekaligus Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, menyebut proyek KCJB sudah semakin melenceng dari janji awal Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Di periode pertama, Jokowi berkali-kali menegaskan KCJB tidak akan menggunakan dana APBN sepeser pun, lalu pemerintah juga tidak akan memberikan jaminan jika proyek bermasalah di kemudian hari. Tapi kedua janji tersebut kini bagai angin lalu.
"Sudah melenceng jauh ya dari awal sifatnya business to business (B to B), kemudian ada keterlibatan PMN dan mekanisme subsidi tiket (tidak langsung), sekarang masuk ke penjaminan. Ini jelas memunculkan beban tidak langsung ke APBN," ungkap Bhima pada Jumat (22/9/2023).
Baca juga: Kenapa Jonan Dulu Keberatan dengan Proyek Kereta Cepat?
Ia bilang, pemerintahan Presiden Jokowi selama ini bisa saja terus berdalih kalau beban utang nantinya diserahkan ke BUMN sebagai entitas bisnis, bukan dibebankan ke APBN.
Meski hanya melibatkan BUMN dalam perjanjian utang, bukan negara secara langsung, dampak dari keputusan ini tentunya bakal merugikan keuangan negara.
Ini karena PT Kereta Api Indonesia (KAI) yang menjadi pemimpin konsorsium BUMN dalam pemegang saham KCIC, yang mana KAI adalah perusahaan strategis yang bisnisnya melayani hajat hidup orang banyak di Tanah Air.
Dengan kata lain, saat keuangan KAI terbebani akibat menanggung pembayaran utang dan bunga proyek KCJB ke China, mau tidak mau pemerintah akan langsung turun tangan mengucurkan bantuan seperti melalui penyertaan modal negara (PMN) dari APBN.
Baca juga: Kilas Balik Kereta Cepat, Minta Konsesi 50 Tahun, tapi Ditolak Jonan
"Artinya secara finansial kan proyek kereta cepat menjadi beban pembayar pajak yang harusnya bisa mandiri secara komersial," terang Bhima.
Menurut dia, PMK yang dikeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 89 tahun 2023 yang diteken Sri Mulyani dan mengizinkan negara menjamin kelangsungan pembayaran pinjaman harus ditinjau ulang.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.