Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Teten Endus Pakaian Impor China Sengaja Diobral Murah di Toko Online

Kompas.com - 24/09/2023, 19:46 WIB
Muhammad Idris

Penulis

Sumber Antara

KOMPAS.com - Menteri Koperasi dan UKM (MenkopUKM) Teten Masduki menduga adanya praktik predatory pricing atau jual rugi, terutama komoditas barang-barang dari luar negeri yang menyebabkan terpukulnya industri tekstil dalam negeri.

Teten menjelaskan barang-barang dari luar negeri tersebut masuk dan membanjiri Indonesia dengan harga di bawah produksi dalam negeri yang dinilai tidak wajar, kemudian dijual secara daring, hingga membuat produk dalam negeri tidak bisa bersaing.

"Saya mendapatkan banyak sekali masukan dari diskusi di sini terkait banyaknya barang impor yang masuk, utamanya dari China dengan harga yang sangat murah," kata Teten di Bandung dikutip dari Antara, Minggu (24/9/2023).

"Nah harga yang murah ini bisa jadi kami menyebutkan predatory pricing dijual di online kemudian memukul pedagang offline dan efeknya yang terpukul sektor produksi juga," kata dia lagi.

Baca juga: Jawaban Jokowi dan Menterinya saat Diminta Tutup TikTok Shop

Sebagai informasi saja, predatory pricing adalah praktik bisnis ilegal yang menetapkan harga suatu produk terlalu rendah untuk menghilangkan persaingan.

Dalam bahasa yang sederhana, penjual atau produsen melakukan banting harga, tak peduli meskipun rugi, supaya bisa mematikan para pesaingnya di pasar yang sama.

Jika salah satu pelaku usaha melakukan predatory pricing, maka yang terjadi adalah perang harga. Di mana penjual atau produsen lain juga akan melakukan potongan harga besar-besaran.

Jika dilihat sekilas, perang harga ini akan menguntungkan konsumen karena bisa mendapat barang atau jasa dengan harga rendah. Namun penjual yang tidak kuat melakukan perang harga terus menerus, terutama yang kecil dan kalah modal, akan mengalami kebangkrutan.

Baca juga: Diminta Tutup TikTok Shop, Ini Respon Menkominfo

Otomatis persaingan akan berkurang, bahkan dikuasai segelintir pemain. Yang dalam jangka panjang, justru akan cenderung mengontrol harga dan pada akhirnya merugikan konsumen.

Langkah Teten

Teten sendiri berujar, pihaknya sudah menyelidiki dugaan aksi predatory pricing barang-barang tekstil impor asal China. Kementeriannya akan berkoordinasi dengan instansi-instansi lain yang terkait peredaran barang impor.

"Maka ini yang akan saya bicarakan, memang ini sudah dikoordinasi dengan pak Mensesneg, saya akan melaporkan karena kewenangan ini bukan di saya tapi di Kementerian Perdagangan dan Kementerian Keuangan," ungkap Teten.

"Termasuk soal harga pokok khusus, seperti China itu memang barang masuk yang dari luar itu gak boleh lebih rendah dari HPP, nah itu kalau kita terapkan maka ini akan melindungi industri dalam negeri," ucap Teten menambahkan.

Baca juga: Teten: Mana Bisa Menteri Koperasi Tutup TikTok

Teten menegaskan bahwa kalah saingnya barang produksi dalam negeri, bukan soal kualitas, namun memang terkait harga di mana barang-barang impor tersebut memiliki Harga Pokok Penjualan (HPP) yang tidak sesuai.

"Jadi HPP-nya itu tidak masuk, akhirnya gak bisa bersaing. Nah saya dapat info itu, dan memang banyak indikasi masuknya barang-barang impor pakaian jadi maupun tekstil seperti itu. Yang kita mau lihat di mana problemnya, kenapa kita dibanjiri produk dari luar yang sangat murah," ucapnya.

Kondisi terpukulnya industri tekstil diungkapkan oleh para pelaku usaha, seperti Dudi Gumilar yang memiliki pabrik tenun di Solokan Jeruk, Kabupaten Bandung, yang mengaku kesulitan menjual produknya karena membanjirnya barang luar negeri.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kredit Pintar Catat Pertumbuhan Pinjaman 3,40 Persen di Sumut, Didominasi Kota Medan

Kredit Pintar Catat Pertumbuhan Pinjaman 3,40 Persen di Sumut, Didominasi Kota Medan

Whats New
Bank DKI Dorong Penerapan CSR yang Terintegrasi Kegiatan Bisnis

Bank DKI Dorong Penerapan CSR yang Terintegrasi Kegiatan Bisnis

Whats New
Butik Lakuemas Hadir di Lokasi Baru di Bekasi, Lebih Strategis

Butik Lakuemas Hadir di Lokasi Baru di Bekasi, Lebih Strategis

Whats New
Mau Bisnis Waralaba? Ada 250 Merek Ikut Pameran Franchise di Kemayoran

Mau Bisnis Waralaba? Ada 250 Merek Ikut Pameran Franchise di Kemayoran

Smartpreneur
TEBE Tebar Dividen Rp 134,9 Miliar dan Anggarkan Belanja Modal Rp 47,6 Miliar

TEBE Tebar Dividen Rp 134,9 Miliar dan Anggarkan Belanja Modal Rp 47,6 Miliar

Whats New
Gramedia Tawarkan Program Kemitraan di FLEI 2024

Gramedia Tawarkan Program Kemitraan di FLEI 2024

Whats New
J Trust Bank Cetak Laba Bersih Rp 44,02 Miliar pada Kuartal I 2024

J Trust Bank Cetak Laba Bersih Rp 44,02 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
94 Persen Tiket Kereta Api Periode Libur Panjang Terjual, 5 Rute Ini Jadi Favorit

94 Persen Tiket Kereta Api Periode Libur Panjang Terjual, 5 Rute Ini Jadi Favorit

Whats New
Libur Panjang, Jasa Marga Proyeksi 808.000 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek

Libur Panjang, Jasa Marga Proyeksi 808.000 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek

Whats New
Kemenhub Bebastugaskan Pejabatnya yang Ajak Youtuber Korsel Main ke Hotel

Kemenhub Bebastugaskan Pejabatnya yang Ajak Youtuber Korsel Main ke Hotel

Whats New
Libur Kenaikan Yesus Kristus, 328.563 Kendaraan Tinggalkan Jakarta

Libur Kenaikan Yesus Kristus, 328.563 Kendaraan Tinggalkan Jakarta

Whats New
OCBC Singapura Ajukan Tawaran Rp 16 Triliun untuk Akuisisi Great Eastern Holdings

OCBC Singapura Ajukan Tawaran Rp 16 Triliun untuk Akuisisi Great Eastern Holdings

Whats New
Inggris Keluar dari Jurang Resesi Ekonomi

Inggris Keluar dari Jurang Resesi Ekonomi

Whats New
Minta Penjualan Elpiji di Warung Madura Diperketat, Ini Penjelasan Peritel

Minta Penjualan Elpiji di Warung Madura Diperketat, Ini Penjelasan Peritel

Whats New
Intervensi Bank Sentral Kesetabilan Rupiah dan Cadangan Devisa

Intervensi Bank Sentral Kesetabilan Rupiah dan Cadangan Devisa

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com