JAKARTA, KOMPAS.com - Para pelaku usaha dan industri tekstil di Jawa Barat (Jabar) terancam berhenti berproduksi karena imbas praktik predatory pricing di platform social commerce.
Hal itu diungkapkan oleh Menteri Koperasi dan UKM (MenKop-UKM) Teten Masduki dalam kunjungannya ke beberapa pabrik tekstil di Kabupaten Bandung, Majalaya, Minggu (24/9/2023).
Dalam kunjungannya, Teten mendapati bahwa ada pabrik tekstil yang mengalami penurunan produksi terus hingga gulung tikar.
Baca juga: Bea Cukai Beberkan Modus Impor Tekstil Ilegal ke Indonesia
Tak sedikit juga para pelaku usaha tekstil yang mengalami turunnya permintaan sehingga menekan omzet dan berdampak pada penurunan produksi serta Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) bagi pegawai UMKM.
"Kami bersama para pelaku industri pakaian jadi dan tekstil membahas tentang hal ini dan memang ada penurunan yang cukup drastis karena pelaku UMKM yang memproduksi pakaian muslim, kerudung, pakaian jadi yang dijual di pasar grosir seperti Tanah Abang, ITC Kebon Kelapa, Pasar Andir terpantau anjlok," ujar Teten dalam siaran persnya, dikutip Senin (25/9/2023).
Menteri Teten mengatakan, produk mereka kalah bersaing bukan karena kualitas, tetapi soal harga yang tidak masuk Harga Pokok Penjualan (HPP) pelaku UKM/IKM tekstil yang tidak mampu bersaing.
"Saya mendapat informasi ada indikasi marak impor pakaian jadi maupun produk tekstil yang tak terkendali. Harga yang murah ini adalah predatory pricing di platform online, memukul pedagang offline dan dari sektor produksi konveksi juga industri tekstil dibanjiri produk dari luar yang sangat murah," kata Teten.
Baca juga: Industri Tekstil Diprediksi Bergeliat di Tahun Politik
Menurut dia, hal itu terjadi juga karena didorong adanya aturan safe guard yang tidak berjalan dengan semestinya.
Untuk itu, pemerintah berupaya untuk membenahi dan berkoordinasi dengan Mensesneg untuk langkah ke depan.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.