Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembatasan "Social Commerce" Bukan Langkah Akhir Cegah "Banjir" Barang Impor

Kompas.com - 28/09/2023, 08:46 WIB
Elsa Catriana,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

 

Bukan akhir perjalanan...

Namun upaya itu bukan menjadi jalan utama untuk mencegah masuknya produk-produk impor ilegal. Namun pemerintah dituntut untuk bisa membuat kebijakan atau tindakan antidumping.

Ekonom sekaligus Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios)

Bhima Yudhistira mengatakan, pelarangan social commerce seperti TikTok Shop untuk berdagang belum cukup guna melindungi pedagang UMKM yang terdampak. Bhima mengatakan, pemerintah harus mulai membenahi arus masuk produk impor dalam platform cross border.

"Tidak cukup dengan pelarangan TikTok Shop saja. Banyak pintu masuk impor perlu dibenahi salah satunya platform cross border," kata Bhima.

Bhima mengatakan, banyak barang impor yang masuk ke Indonesia tidak terdata dengan baik, sehingga terjadi arus masuk barang secara ilegal.

Ia mengatakan, dalam beberapa kasus, harga barang impor asal China yang masuk ke Indonesia bisa diubah untuk mensiasati beban tarif bea masuk. "Harga barang di China ditulis Rp 20.000 kemudian dicatat didokumen impor Rp 15.000 untuk menurunkan beban bea masuk dan PPN," ujarnya.

Berdasarkan hal tersebut, Bhima mengatakan, Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Bea Cukai harus memiliki integrasi data antara platform. Dengan demikian, barang-barang impor ilegal yang dapat merusak pasar domestik bisa dicegah masuk ke Tanah Air.

"Safeguard berupa SNi, sertifikat halal, bpom juga perlu didorong untuk hambat barang impor ilegal. Yang namanya ilegal kan tidak punya sertifikat seperti SNi, nah itu disita saja," tuturnya.

Celah dari jastip

Di sisi lain, Bhima meminta pemerintah memantau pergeseran barang impor ilegal lewat model belaja Jastip (Jasa titip).

Ia mengatakan, praktik jastip sudah lama terjadi, namun, penegakkan dari Bea Cukai belum optimal.

"Pengawasan harus jalan cepat apalagi pasca social commerce dilarang pemerintah karena ada indikasi impornya bergeser lewat jastip," ucap dia.

Hal ini juga diamini oleh anggota komisi VI DPR RI Evita Nursanty. Dia mengatakan pemisahan ini bukan menjadi jalan utama menekan masuknya barang impor ilegal.

Oleh sebab itu dia meminta pemerintah membuat daftar barang yang dapat izin untuk diperjualbelikan, harga minimum barang impor yang boleh dijual serta pengenaan pajak yang tinggi untuk barang impor.

"Diberikan perlakuan yang sama antara barang impor dan lokal dalam konteks pajak. Saya nyakin pemerintah memikirkan yang terbaik untuk kepentingan masyarakat, dan dunia usaha, termasuk juga para pemain social media maupun e-commerce. Termasuk perlunya menghargai produk dalam negeri, dan mendukung bangsa kita menjadi bangsa yang produktif," jelas Evita.

Regulasi ketat barang impor

Sekretaris Jenderal Sahabat UMKM (komunitas para UMKM) Faisal Hasan Basri mengatakan, pemerintah harus bisa membuat regulasi yang ketat untuk melindungi UMKM.

Dia berharap ada regulasi yang ketat khusus untuk masuknya produk impor. Dengan begitu diharapkan impor ilegal bisa diminimalisir.

Adapun soal kebijakan pemerintah yang melarang social commerce berdagang bisa menjadi kebijakan yang menguntungkan dan merugikan.

"Kenapa? Karena media sosial yang selama ini mereka gunakan sebetulnya selalu disisipkan link jualannya dan itu sah-sah saja. Cuma memang harga di social commerce itu kan murah yah sekarang makanya harus diatur dan pastinya pemerintah juga harus membuat regulasi ketat untuk barang import," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com