Lewat program keuangan inklusif ini, bank mengajak masyarakat menjadi agen Laku Pandai. Layanan perbankan atau layanan keuangan lain diberikan melalui kerja sama dengan agen bank, yang didukung penggunaan sarana teknologi informasi.
Produk yang ditawarkan Laku Pandai masih sederhana, diklaim sesuai kebutuhan masyarakat yang belum tersentuh perbankan. Ini mulai dari simpanan atau tabungan dengan karakteristik dasar, kredit atau pembiayaan kepada nasabah mikro, hingga produk lembaga keuangan non-bank seperti asuransi.
Di tengah perjalanan Laku Pandai dan perkembangan teknologi informasi yang pesat, industri perbankan terus mencari cara untuk makin efektif dan efisien. Dari sana, perbankan berlomba-lomba mendigitalisasi layanannya demi kelangsungan bisnis.
Ini menjadi babak baru perbankan Indonesia dengan munculnya bank-bank digital. Bank Indonesia (BI) pun mencatat transaksi keuangan digital terus bertumbuh.
Sampai Juli 2023, catatan BI menyebutkan, nilai transaksi keuangan digital mencapai Rp 5.035 triliun, tumbuh 15,5 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya.
Bank Jago sebagai salah satu pionir bank berbasis teknologi pun mengambil kesempatan ini.
Lewat peluncuran aplikasi sebagai bank digital pada April 2021, Bank Jago hadir di dunia perbankan dengan mengedepankan inovasi berbasis teknologi dan kolaborasi dengan ekosistem digital.
"(Bank digital) ya bank normal seperti bank yang lain. Tapi, cara jangkau nasabah, itu yang dilakukan menggunakan teknologi digital," tutur Direktur Bank Jago, Sonny Christian Joseph, Kamis (3/8/2023).
Bank Jago tidak sendirian di industri bank digital. Muncul pula bank-bank digital lain di Indonesia, baik yang berdiri sendiri maupun bagian dari transformasi bank umum tradisional.
Menurut Sonny, bank digital punya lisensi penuh berpraktik laiknya bank pada umumnya. Yang menjadi ciri pembeda, lanjut dia, bank digital tertanam dalam ekosistem digital.
"(Bank digital dalam layanannya) menggunakan aneka partner (berbasis digital) tetapi prinsip fundamentalnya sebagai bank tetap dijaga," kata Sonny.
Pengamat keuangan, Poltak Hotradero, mengatakan, salah satu kendala terbesar inklusi keuangan di lembaga keuangan tradisional adalah kesulitan akses untuk membuka bahkan menutup akun atau rekening di lembaga keuangan. Ini karena nasabah harus datang ke kantor cabang perbankan.
Menurut Poltak, paradigma yang sekarang perlu digaungkan adalah bank harus menjadi latar layanan keuangan, bukan lagi teras depan. Keharusan keberadaan kantor cabang untuk membuka dan menutup akun atau rekening, misalnya, tidak lagi yang paling relevan.
"User acquisition bank tidak lagi harus di bank," tegas Poltak pada kesempatan yang sama.
Dalam bahasa teknis, yang disodorkan Poltak adalah praktik bank as a service (BaAS).