Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS

Optimalisasi Penerimaan Pajak, Kemenkeu Implementasikan Reformasi Perpajakan

Kompas.com - 02/11/2023, 12:02 WIB
Dwi NH,
A P Sari

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah mengimplementasikan Reformasi Perpajakan Jilid III yang dimulai sejak 2016.

Reformasi tersebut bertujuan untuk mengoptimalisasi penerimaan pajak dengan ditopang oleh lima pilar, yaitu penguatan organisasi, peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), perbaikan proses bisnis, pembaruan sistem informasi dan basis data, serta penyempurnaan regulasi.

Hasil dari perubahan itu dituangkan dalam bentuk Undang-undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) dan Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Melalui UU tersebut, DJP menyempurnakan beberapa regulasi perpajakan, seperti integrasi penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) menjadi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), perluasan bracket tarif pajak penghasilan orang pribadi (PPh OP), dan pemberian penghasilan tidak kena pajak (PTKP) untuk usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).

Tak hanya itu, DJP juga menata ulang perlakuan pajak atas natura, menyesuaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN), mengatur PPN dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE), mengenalkan pajak karbon, hingga meluncurkan Program Pengungkapan Sukarela (PPS).

Baca juga: Sucofindo Layani Jasa Perhitungan Karbon untuk Perusahaan Luar Negeri

Di sisi pengawasan, DJP telah melakukan reorganisasi dengan membentuk Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya baru dan KPP Pratama berbasis pengawasan strategis dan kewilayahan.

DJP adalah organisasi yang dinamis, senantiasa bertumbuh mengikuti laju zaman, dan memperbaiki diri secara berkelanjutan.

Perubahan dan perbaikanlah yang membuat DJP menjadi institusi andal dan sigap dalam melaksanakan tugas mengumpulkan penerimaan. Perubahan inilah yang disebut dengan reformasi perpajakan.

Untuk diketahui, pajak merupakan salah satu komponen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dengan kontribusi terbesar dalam penerimaan negara.

Dari penerimaan pajak yang optimal, APBN dapat bekerja secara maksimal untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.

Baca juga: Jokowi Pantau Pembangunan IKN dari Atas Kantor Presiden

Secara total, penerimaan perpajakan 2024 diperkirakan mencapai Rp 2309,9 triliun dalam APBN 2024 atau naik dari target APBN 2023 sebesar Rp 2021,2 triliun.

Kebijakan Perpajakan 2024 diarahkan untuk mendukung proses transformasi ekonomi agar terus berjalan di tengah berbagai tantangan.

Salah satu strategi untuk mencapai target penerimaan yang dimaksud adalah dengan terus melanjutkan reformasi pajak sejatinya sudah dimulai sejak 1983.

Pada saat itu, sistem official assessment berubah menjadi self-assessment. Kemudian, perbaikan terus-menerus dilakukan, baik dari sisi administrasi maupun regulasi.

Baca juga: Peserta Lolos Administrasi CASN Bisa Ganti Status dari MS Jadi TMS, Ini Penjelasannya

Reformasi perpajakan dilakukan secara simultan

Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Dwi Astuti menyampaikan, reformasi perpajakan dilakukan secara simultan, tidak hanya berorientasi ke internal DJP, tetapi juga eksternal.

Artinya, kata dia, reformasi tidak hanya tentang bagaimana DJP memenuhi target penerimaan, tetapi juga tentang meningkatkan layanan kepada wajib pajak.

“Hal itulah yang kami coba susun dengan menetapkan 10 business direction dalam Core Tax Administration System (CTAS) atau Sistem Inti Administrasi Perpajakan. Business direction tersebut, di antaranya digitized and automated process, data and knowledge driven, risk-based compliance approach, dan omnichannel and borderless service,” ujar Dwi.

Dengan adanya reformasi perpajakan, dia yakin, DJP menjadi institusi pemerintah yang paling maju dan modern dalam menerapkan teknologi informasi untuk menjawab kebutuhan zaman.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com