Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Wasiaturrahma
Guru Besar di FEB Universitas Airlangga

Pengamat Moneter dan Perbankan, Aktif menulis beberapa buku, Nara sumber di Radio dan Telivisi ,seminar nasional dan internasional juga sebagai peneliti

Transformasi Digitalisasi di Persimpangan

Kompas.com - 30/11/2023, 14:15 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SEJAK Wuhan, China, dilanda Covid 19 yang berdampak pada negara-negara lain di dunia, maka perekonomian mengalami stagnasi di berbagai sektor. Tak terkecuali Indonesia.

Dampak Covid 19 sangat dirasakan oleh semua negara karena memberhentikan aktivitas perekonomian yang membuat banyak orang kehilangan pekerjaan.

Di dunia di mana pandemi Covid 19 telah berdampak buruk pada perdagagangan konvensional dan aktivitas ekonomi, sehingga perdagangan digital dan layanan yang dimungkinkan secara digital dapat menjadi sumber pertumbuhan dan kesejahteraan masa depan.

Namun peluang baru ini menjadi tantangan cukup serius bagi pengambilan kebijakan perdagangan. Salah satu yang menjadi masalah karena perdagangan digital tidak dapat dipisahkan dari “Kerangka Tata Kelola Data”.

Kontribusi perdagangan digital terhadap pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja sangat besar. Perkembangan akun yang pesat tidak terlepas dari pandemi Covid-19 yang membatasi mobilitas dan kontak fisik sehingga mendorong banyak orang untuk memiliki akun dan dapat bertransaksi secara digital.

Hal ini juga dirasakan di Indonesia di mana penggunaan keuangan digital meningkat, khususnya untuk transaksi dalam e-commerce.

Perubahan radikal yang disebabkan oleh digitalisasi memerlukan respons kebijakan baru di banyak bidang, terdapat juga tantangan unik dalam merumuskan dan menerapkan kebijakan perdagangan yang baik untuk ekonomi digital.

Tantangan kedepan

Ada dua faktor utama yang menjadikan pembuatan kebijakan perdagangan digital berbeda dari apa pun yang biasa kita lakukan.

Pertama, perdagangan digital secara intrinsik terkait dengan aliran data lintas batas, suatu wilayah dengan eksternalitas jaringan positif yang sangat besar. Fitur ini menyebabkan persaingan internasional mengenai standar tata kelola data.

Saat ini dunia terpecah menjadi tiga wilayah digital yang dipimpin oleh AS, UE, dan Tiongkok, yang masing-masing menerapkan pendekatan berbeda terhadap tata kelola data pribadi dan tampaknya tidak mau banyak berkompromi.

Situasi dunia digital yang berbeda-beda, pada gilirannya, menghadirkan dilema bagi negara-negara dengan perekonomian menengah seperti Inggris.

Keinginan melakukan perdagangan secara digital dengan semua pemain utama untuk mencapai skala wajar mengharuskan pembuatan kebijakan di negara-negara kecil untuk mengelola dan, jika mungkin, merekonsiliasi sikap peraturan yang berbeda.

Kedua, perdagangan digital didorong oleh kemajuan pesat teknologi seperti kecerdasan buatan (AI), yang telah menjadi agenda utama dalam inovasi dan kebijakan di banyak negara.

Dasar-dasar teknologi ini menjadikan perbedaan antara kebijakan publik nasional dan kebijakan perdagangan internasional semakin kabur, karena dua alasan.

Fitur data yang tidak lazim menimbulkan kekhawatiran yang perlu ditangani dari berbagai bidang kebijakan publik seperti perlindungan konsumen, kebijakan persaingan, keamanan siber, dan hak kekayaan intelektual.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com