Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Wasiaturrahma
Guru Besar di FEB Universitas Airlangga

Pengamat Moneter dan Perbankan, Aktif menulis beberapa buku, Nara sumber di Radio dan Telivisi ,seminar nasional dan internasional juga sebagai peneliti

Menyikapi Situasi Perekonomian Global

Kompas.com - 05/12/2023, 13:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PERTUMBUHAN ekonomi di seluruh perekonomian global tidak merata dan lesu. Sebagian besar negara berkembang terbesar dan paling strategis di dunia termasuk Argentina, Brasil, Kolombia, India, india, Meksiko, Afrika Selatan, dan Turkiye hanya tumbuh pada angka 2-5 persen.

Angka ini jauh di bawah angka minimum sebesar 7 persen yang dibutuhkan untuk melipat gandakan pendapatan per kapita dari satu generasi ke generasi berikutnya dan memasukkan kemiskinan ke dalam sejarah.

Meskipun terdapat beberapa bukti bahwa Eropa berhasil keluar dari resesi pada awal 2021, perkiraan pertumbuhan masih terhenti di kisaran 1 persen, terhambat tantangan struktural berupa tingginya pengangguran dan ketidakpastian politik.

Perekonomian Jepang terus mengalami periode malaise dan prospek yang lemah selama 30 tahun. Tiongkok berada dalam kondisi yang cukup buruk dengan jatuhnya sektor properti.

Di AS, meskipun PDB dan lapangan kerja baru-baru ini meningkat karena super-stimulus pandemi, erosi yang terus berlanjut pada infrastruktur dan pendidikan mengurangi prospek pertumbuhan jangka panjang.

Yang paling mengkhawatirkan adalah IMF hampir secara konsisten memangkas perkiraan pertumbuhan global selama satu dekade terakhir setelah krisis keuangan 2008.

IMF memberikan peringatan sejak 2014 bahwa perekonomian dunia mungkin tidak akan pernah mencapai laju ekspansi seperti sebelum 2008.

Bukti penurunan perekonomian ini menandakan adanya korosi yang lebih serius dan merugikan pada perekonomian global karena perekonomian global menghadapi tantangan struktural jangka panjang yang ekstrem.

Peningkatan harmonisasi

Tiga pendorong utama pertumbuhan (modal, tenaga kerja, dan produktivitas) telah terkikis akibat hambatan yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Kita menghadapi pergeseran demografi besar-besaran yang menghasilkan terlalu banyak pekerja muda, tidak terampil, dan tidak puas di negara-negara berkembang, dan populasi yang menua telah menguras sistem pensiun dan kesehatan di negara-negara maju.

Meningkatnya ketimpangan pendapatan, berkurangnya mobilitas sosial, kelangkaan komoditas, dan kemajuan teknologi yang meningkatkan produktivitas namun mengakibatkan lebih banyak orang kehilangan pekerjaan, semuanya mengancam akan semakin menghambat pertumbuhan di seluruh dunia.

Jika tantangan-tantangan ini tidak terjawab, maka dampaknya adalah depresi ekonomi: bencana yang membuat alat-alat kebijakan yang ada menjadi “tidak berdaya” seperti pendapat Larry Summers dan Paul Krugman.

Middle Income Trap bukan fenomena alami. Hal ini mungkin disebabkan kesalahan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah Tiongkok selama ini.

Banyak negara-negara berkembang dalam tiga dekade terakhir kini terjerat “Middle Income Trap” di mana negara-negara berpendapatan menengah tidak mampu mencapai status pendapatan tinggi.

Jika pemerintah bertindak dini dan tegas untuk meningkatkan akses terhadap majunya infrastruktur, meningkatkan perlindungan hak milik, dan mereformasi pasar tenaga kerja, negara-negara yang terjebak seperti negara-negara Asia Timur pada 1990-an, dapat menjadi maju.

Pada era pascaperang, banyak negara berhasil dengan cepat mencapai status negara berpendapatan menengah, namun hanya sedikit yang berhasil menjadi negara berpendapatan tinggi.

Sebaliknya, setelah periode awal peningkatan pesat, banyak negara mengalami perlambatan tajam dalam pertumbuhan dan produktivitas, sehingga terjerumus ke dalam apa yang disebut sebagai “Middle Income Trap”.

Bukti formal mengenai perlambatan pertumbuhan dan jebakan pendapatan menengah menunjukkan bahwa dengan pendapatan per kapita sekitar 16.700 dollar AS berdasarkan harga konstan internasional pada 2005, tingkat pertumbuhan PDB per kapita biasanya melambat dari 5,6 persen menjadi 2,1 persen.

Pendapatan per kapita kita Indonesia saat ini sekitar 4.700 dollar AS. Masih jauh di bawah batas atas.

Ketidakpastian

Kita tidak tahu sama sekali apa yang akan terjadi besok. Kita hidup di era di mana terdapat banyak konsekuensi yang tidak diinginkan dari kebijakan pemerintah dan Bank Sentral.

Satu hal yang dapat kita yakini adalah bahwa siklus keuangan pasti menyertai kehidupan perekonomian. Namun begitu pula dengan kemajuan yang terus meningkat dalam standar hidup dan kekayaan nasional dalam ekonomi pasar.

Meskipun terdapat banyak krisis keuangan, masyarakat global saat ini hidup lebih baik dibandingkan zaman dahulu.

Mereka hidup lebih lama, lebih sehat, dan lebih mudah memenuhi kebutuhan dasarnya, berpendidikan lebih baik, bekerja di pekerjaan yang tidak terlalu berbahaya dan sulit, dan memiliki lebih banyak pilihan serta wawasan lebih luas.

Dengan kata lain, rata-rata dari waktu ke waktu, trennya adalah kesejahteraan ekonomi secara keseluruhan semakin meningkat.

Ketika gelembung dan krisis terus berlanjut, kita berputar mengikuti tren yang meningkat. Hal ini karena pasar bebas melepaskan energi usaha, kewirausahaan, penerapan pengetahuan baru, dan investasi pada produk dan cara memproduksi yang baru dan lebih baik. Namun, energi inovasi bersifat disruptif juga harus disikapi secara serius.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kredit Pintar Catat Pertumbuhan Pinjaman 3,40 Persen di Sumut, Didominasi Kota Medan

Kredit Pintar Catat Pertumbuhan Pinjaman 3,40 Persen di Sumut, Didominasi Kota Medan

Whats New
Bank DKI Dorong Penerapan CSR yang Terintegrasi Kegiatan Bisnis

Bank DKI Dorong Penerapan CSR yang Terintegrasi Kegiatan Bisnis

Whats New
Butik Lakuemas Hadir di Lokasi Baru di Bekasi, Lebih Strategis

Butik Lakuemas Hadir di Lokasi Baru di Bekasi, Lebih Strategis

Whats New
Mau Bisnis Waralaba? Ada 250 Merek Ikut Pameran Franchise di Kemayoran

Mau Bisnis Waralaba? Ada 250 Merek Ikut Pameran Franchise di Kemayoran

Smartpreneur
TEBE Tebar Dividen Rp 134,9 Miliar dan Anggarkan Belanja Modal Rp 47,6 Miliar

TEBE Tebar Dividen Rp 134,9 Miliar dan Anggarkan Belanja Modal Rp 47,6 Miliar

Whats New
Gramedia Tawarkan Program Kemitraan di FLEI 2024

Gramedia Tawarkan Program Kemitraan di FLEI 2024

Whats New
J Trust Bank Cetak Laba Bersih Rp 44,02 Miliar pada Kuartal I 2024

J Trust Bank Cetak Laba Bersih Rp 44,02 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
94 Persen Tiket Kereta Api Periode Libur Panjang Terjual, 5 Rute Ini Jadi Favorit

94 Persen Tiket Kereta Api Periode Libur Panjang Terjual, 5 Rute Ini Jadi Favorit

Whats New
Libur Panjang, Jasa Marga Proyeksi 808.000 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek

Libur Panjang, Jasa Marga Proyeksi 808.000 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek

Whats New
Kemenhub Bebastugaskan Pejabatnya yang Ajak Youtuber Korsel Main ke Hotel

Kemenhub Bebastugaskan Pejabatnya yang Ajak Youtuber Korsel Main ke Hotel

Whats New
Libur Kenaikan Yesus Kristus, 328.563 Kendaraan Tinggalkan Jakarta

Libur Kenaikan Yesus Kristus, 328.563 Kendaraan Tinggalkan Jakarta

Whats New
OCBC Singapura Ajukan Tawaran Rp 16 Triliun untuk Akuisisi Great Eastern Holdings

OCBC Singapura Ajukan Tawaran Rp 16 Triliun untuk Akuisisi Great Eastern Holdings

Whats New
Inggris Keluar dari Jurang Resesi Ekonomi

Inggris Keluar dari Jurang Resesi Ekonomi

Whats New
Minta Penjualan Elpiji di Warung Madura Diperketat, Ini Penjelasan Peritel

Minta Penjualan Elpiji di Warung Madura Diperketat, Ini Penjelasan Peritel

Whats New
Intervensi Bank Sentral Kesetabilan Rupiah dan Cadangan Devisa

Intervensi Bank Sentral Kesetabilan Rupiah dan Cadangan Devisa

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com