Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Anggito Abimanyu
Dosen UGM

Dosen Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Ketua Departemen Ekonomi dan Bisnis, Sekolah Vokasi UGM. Ketua Bidang Organisasi, Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia

Badan Supervisi BI, OJK, dan LPS

Kompas.com - 11/12/2023, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Laporan keuangan tahunan BI, OJK dan LPS diaudit oleh BPK sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku bagi lembaga-lembaga tersebut.

Berdasarkan laporan audit BPK dalam beberapa tahun terakhir, BI, OJK dan LPS telah memperoleh opini wajar tanpa pengecualian dari BPK atas laporan keuangan tahunannya.

Setiap tahun, BI, OJK dan LPS menerbitkan Laporan Keuangan Tahunan setelah laporan auditor disampaikan kepada mereka.

Sementara dalam hal kebijakan teknis, ketiga lembaga tersebut merupakan lembaga independen yang tidak dapat diintervensi oleh lembaga lain.

Mereka melakukan koordinasi kebijakan secara regular dengan Pemerintah, dalam hal ini dengan Kementerian Keuangan.

Badan Supervisi tidak dapat melakukan intervensi atau hak lainnya dalam hal perumusan dan penetapan kebijakan dari ketiga institusi tersebut.

Jadi mengapa diperlukan lembaga lain seperti Badan Supervisi?

Sejarah Badan Supervisi

Badan Supervisi yang pertama, yakni BSBI lahir pada 2004, bersamaan dengan ditetapkannya UU Bank Indonesia nomor 3 tahun 2004.

Berawal dari buruknya tata Kelola dan kebijakan di Bank Indonesia pada waktu itu. Rupiah tidak stabil, inflasi tinggi, pengawasan bank lemah, skandal BLBI, krisis moneter dan terjadinya kasus-kasus korupsi di internal Bank Indonesia, khususnya menyangkut Gubernur dan Dewan Gubernur.

Untuk mengatasi masalah kemelut di Bank Indonesia, Pemerintah pada waktu itu mengusulkan perubahan fundamental di tubuh BI dengan membentuk Otoritas Jasa Keuangan dan Badan Supervisi di Bank Indonesia.

Pihak pimpinan BI menyetujui pembentukan OJK terpisah dari BI, namun menolak keberadaan Badan Supervisi di Bank Indonesia.

Alasannya adalah bahwa Bank Indonesia harus independen dalam perumusan kebijakan oleh Dewan Gubernur. Setelah pembahasan cukup lama, maka disepakati model BSBI yang merupakan alat kelengkapan dari DPR.

Uniknya BSBI tidak berada dalam organisasi Bank Indonesia dan juga tidak dalam organisasi DPR, namanya kepanjangan tangan DPR.

BSBI menjadi sangat mandul, apalagi kantor dan biaya operasional juga dari Bank Indonesia. Waktu itu DPR juga tidak siap untuk memanfaatkan keberadaan BSBI.

Pengawasan DPR bukan teknis dan rumit. Dan dalam hal pengawasan teknis dan kebijakan DPR dapat setiap waktu memanfaatkan hasil pengawasan dari BPK.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com