Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Irvan Maulana
Direktur Center of Economic and Social Innovation Studies (CESIS)

Peneliti dan Penulis

Tren dan Tantangan Pasar Energi Global 2024

Kompas.com - 30/12/2023, 07:52 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

TAHUN 2023 yang sebentar lagi akan segera berakhir, tidak hanya dipenuhi gejolak sektor perminyakan, tapi juga memberikan pukulan telak di sektor transisi energi.

Tampaknya, tahun 2024 mendatang tak akan jauh berbeda, melihat dari tren-tren yang muncul tahun ini dan diprediksi makin kencang tahun depan.

Pasar minyak, misalnya, tahun 2024 diprediksi akan dibanjiri pasokan baru karena produksi minyak non-OPEC diperkirakan akan melimpah.

Perlambatan permintaan, terutama di China akibat melambatnya pemulihan ekonomi pascapandemi, juga turut berkontribusi.

Pertumbuhan produksi minyak non-OPEC tahun ini memang didominasi oleh Amerika Serikat, tetapi untuk tahun depan, Energy Information Administration (EIA) memperkirakan perlambatan pertumbuhan signifikan.

Namun, diprediksi shale boom (pertumbuhan produksi minyak dan gas alam dari batuan shale AS) akan terus berlanjut. Intinya, hal tersebut pada dasarnya upaya AS untuk memaksa OPEC mempertahankan pengurangan produksinya.

Hal ini mengarah pada harga minyak yang lebih rendah untuk jangka waktu lebih lama, dan tampaknya Arab Saudi mungkin akan memulai perang harga untuk merebut pangsa pasar dan harga lebih tinggi.

Caranya adalah dengan membanjiri pasar dengan minyak untuk “menghancurkan harga” dan menekan produsen minyak AS secara bersamaan.

Selain itu, dua tahun terakhir ini, gas alam cair (LNG) dunia diwarnai dengan lonjakan permintaan dan kompetisi untuk mengamankan pasokan domestik masing-masing negara. Namun, hal ini diprediksi juga akan disusul dengan perlambatan permintaan pada 2024.

Wood Mackenzie mencatat pada 2022 dan 2023, komitmen pasokan LNG melebihi 65 juta ton telah disepakati oleh konsumen dan pemasok.

Ini menunjukkan sinyal baik terkait tingkat permintaan gas yang tinggi, tetapi sayangnya ini juga merupakan sinyal melambatnya investasi LNG masa depan.

Meskipun demikian, permintaan gas global akan terus tumbuh dan mendorong kebijakan energi yang lebih ramah lingkungan.

Gas dilihat sebagai alternatif paling baik dan mudah diakses untuk menggantikan batu bara, dan transisi dari batu bara ke gas diperkirakan akan berlanjut tahun depan.

Namun, tetap ada tantangan yang harus dihadapi, yaitu regulasi emisi yang lebih ketat dan infrastruktur transportasi yang tidak memadai, termasuk Indonesia.

Selain itu, tidak hanya soal minyak dan gas, persoalan transisi energi juga akan berkutat pada pembangkit listrik tenaga nuklir.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com