Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cara Baru Penghitungan Pemotongan PPh 21 untuk Pegawai Tetap

Kompas.com - 08/01/2024, 06:16 WIB
Rully R. Ramli,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah melakukan penyesuaian terhadap mekanisme penghitungan tarif pemotongan pajak penghasilan pasal 21 atau PPh 21.

Mulai 1 Januari 2024, pemerintah menggunakan tarif efektif rata-rata (TER) untuk menghitung PPh 21.

Penyesuaian itu diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2023. Lewat aturan ini, pemerintah berupaya untuk mempermudah perhitungan pemotongan PPh bagi wajib pajak (WP).

Baca juga: Ditjen Pajak Siap Rilis Aplikasi PPh 21 Tarif Efektif pada Januari 2024

Pemerintah resmi menerbitkan aturan yang menjadi dasar dalam penggunaan tarif efektif untuk penghitungan pajak penghasilan (PPh) Pasal 21.Dok. Freepik Pemerintah resmi menerbitkan aturan yang menjadi dasar dalam penggunaan tarif efektif untuk penghitungan pajak penghasilan (PPh) Pasal 21.

"Penerapan TER memberikan kemudahan dan kesederhanaan bagi Wajib Pajak untuk menghitung pemotongan PPh Pasal 21 di setiap masa pajak," tulis Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, lewat akun Instagram resminya, dikutip Senin (8/1/2024).

Melalui PP Nomor 58 Tahun 2023, pemerintah membagi TER menjadi 2 jenis, yakni TER bulanan dan TER harian. TER bulanan diberikan kepada WP yang mendapat penghasilan bulanan dan berstatus pegawai tetap.

Adapun TER harian dikenakan untuk WP dengan penghasilan harian, mingguan, satuan, atau borongan bersatatus pegawai tidak tetap.

TER digunakan untuk menghitung besaran PPh pada setiap masa pajak selain masa pajak terakhir atau periode 11 bulan pertama. Sementara untuk menghitung PPh pada masa pajak terakhir atau 1 bulan terakhir menggunakan ketentuan lama yang tertuang dalam tarif pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh.

Baca juga: Tarif Efektif Pajak Karyawan Mulai Berlaku 1 Januari 2024

Adapun besaran TER bulanan dibagi menjadi tiga kategori, yakni A, B, dan C. Kategori tersebut didasarkan pada Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sesuai dengan status perkawinan dan jumlah tanggungan WP.

 

Besaran tarif yang dikenakan setiap kategori adalah nol persen hingga 34 persen, tergantung besaran penghasilan yang diterima setiap bulan.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah menyiapkan alat bantu atau aplikasi untuk menghitung pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 menggunakan tarif efektif.Shutterstock/Enciktepstudio Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah menyiapkan alat bantu atau aplikasi untuk menghitung pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 menggunakan tarif efektif.
Secara lebih rinci pengkatogerian TER bulanan sebagai berikut. 

  • TER A, PTKP: Tidak Kawin tanggungan 0 (TK/0), TK/1, dan Kawin tanggungan 0 (K/0)
  • TER B, PTKP: TK/2, TK/3, K/1, dan K/2
  • TER C, PTKP: K/3.

Baca juga: Upah Karyawan Meningkat, Setoran PPh 21 Naik

Sementara itu, untuk menghitung besaran PPh pada masa pajak terakhir dengan menggunakan tarif pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh adalah sebagai berikut. 

  • Penghasilan Rp 0 sampai dengan Rp 60 juta per tahun dikenakan tarif pajak 5 persen
  • Penghasilan di atas Rp 60 juta sampai Rp 250 juta per tahun dikenakan tarif pajak 15 persen
  • Penghasilan di atas Rp 250 juta sampai Rp 500 juta per tahun dikenakan tarif pajak 25 persen
  • Penghasilan di atas Rp 500 juta sampai Rp 5 miliar per tahun dikenakan tarif pajak 30 persen
  • Penghasilan di atas 5 miliar per tahun dikenakan tarif pajak 35 persen.

Contoh penghitungan. 

Tuan R merupakan pegawai tetap perusahaan PT ABD dan memperoleh gaji sebulan Rp 10 juta serta membayar iuran pensiun sebesar Rp 100,000 per bulan. Tuan R menikah dan tidak memiliki tanggungan.

Dengan demikian, Tuan R tergolong ke dalam TER A lapisan 9 (penghasilan di atas Rp 9,65 juta sampai Rp 10,05 juta) sehingga TER bulanan yang dikenakan sebesar 2 persen.

Baca juga: Tidak Padankan NPWP dan NIK, Wajib Pajak Tidak Bisa Lapor SPT hingga Kena Potongan PPh Lebih Besar

Cara penghitungan lama. 

  • Gaji = Rp 10 juta
  • Biaya jabatan = 5 persen x Rp 10 juta = Rp 500.000
  • Iuran pensiun = Rp 100.000
  • Penghasilan neto = gaji - biaya jabatan - iuran pensiun = Rp 9,4 juta.
  • Penghasilan neto setahun = Rp 9,4 juta x 12 = Rp 112,8 juta
  • PTKP setahun = Rp 58,5 juta
  • Penghasilan kena pajak (PKP) = penghasilan neto setahun - PTKP setahun = Rp 54,3 juta.
  • PPh 21 terutang = Rp 54,3 juta x 5 persen = Rp 2,715 juta
  • PPh 21 per bulan (Januari sampai Desember) = Rp 226.250

Dengan penghitungan lama, Tuan R dikenakan PPh 21 sebesar Rp 2,715 juta per tahun atau sebesar Rp 226.250 per bulan.

Ilustrasi pajak. Salah satu jenis pajak yang termasuk pajak tidak langsung adalah PPN (Pajak Pertambahan Nilai).Dok. Freepik Ilustrasi pajak. Salah satu jenis pajak yang termasuk pajak tidak langsung adalah PPN (Pajak Pertambahan Nilai).
Cara penghitungan baru. 

  • PPh 21 per bulan periode Januari hingga November = penghasilan bruto x TER bulanan = Rp 10 juta x 2 persen = Rp 200.000 per bulan
  • PPh 21 bulan Desember = PPh 21 terutang penghitungan lama - PPh 21 periode Januari hingga November = Rp 2,715 juta - Rp 2,2 juta = Rp 515.000.

Baca juga: PP Kemudahan Berusaha di IKN Terbit, UMKM Diberikan PPh Final 0 Persen

Dengan demikian, total PPh 21 setahun yang dikenakan terhadap Tuan R sebesar Rp 2,715 juta.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com