Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Deretan "Food Estate" yang Dianggap Gagal di Indonesia

Kompas.com - 24/01/2024, 06:23 WIB
Agustinus Rangga Respati,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Program Food Estate menjadi topik pembicaraan yang panas dalam debat calon wakil presiden (cawapres) kedua yang diselenggarakan Minggu (21/1/2024).

Food Estate adalah usaha pemerintah mengembangkan pertanian, perkebunan, juga peternakan untuk menghasilkan pangan.

Dalam progran tersebut, tanaman pangan, penunjang pangan, juga hewan ternak diproduksi, disediakan pasarnya, dibantu proses produksinya seperti ketersediaan bibit, pupuk, dan obat-obatan.

Research Associate CORE Indonesia sekaligus Guru besar IPB Dwi Andreas Santosa menyebutkan ada beberapa program Food Estate yang dinilai gagal di Indonesia.

Baca juga: Mentan: Food Estate Bukan Proyek Instan, Butuh Proses

1. Proyek Lahan Gambut 1 juta hektare (1996)

Ia mengatakan, pada 1996 Indonesia memiliki program Food Estate seluas 1,4 juta hektar di Kalimantan bernama Proyek Lahan Gambut.

Saat itu ia adalah bagian dari tim analisis risiko lingkungan untuk proyek tersebut.

Food Estate ini mendatangkan 15.000 pekerja transmigran pada 1998 untuk menggarap lahan seluas 30.000 hektar.

"Lalu kemudian di tahun 1999, dibatalkan proyek tersebut oleh Badan Perencanaan Nasional," ujar dia dalam CORE Economic Outlook Sectoral 2024, Selasa (23/1/2024).

Ia menceritakan, waktu itu, proyek Food Estate ini menelan anggaran pemerintah Rp 6 triliun.

Sedikit catatan, pada 2015 lahan gambut bekas Food Estate ini menjadi pusat kebakaran hutan dan lahan terbesar di Indonesia dengan 125 titik.

Baca juga: Mahfud MD Sindir Food Estate: Menanam Singkong, Panennya Jagung

2. Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE) 1,23 juta hektar (2008)

Proyek Food Estate juga pernah dicoba kembali pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Food Estate yang terletak di Merauke, Papua ini bernama Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE).

Proyek Food Estate ini diketahui menarik 37 investor saat itu.

"Caranya bagaimana membagi-bagi lahan di Merauke untuk 37 investor? Hasilnya apa? Saya sempat bicara dengan salah satu investor, dia cerita 'dulu saya datang ke Merauke sebagai gajah, keluar sebagai semut'. Gagal total'," terang dia.

Berdasarkan catatan Kompas.com, dalam program ini Kementerian Pertanian mencanangkan luas areal seluas 2,5 juta hektar dan direkomendasikan Badan Koordinasi Pemanfaatan Ruang Nasional (BKPRN) sebesar 1.282.833 hektar atau sekitar 30 persen dari luas wilayah Kabupaten Merauke

Baca juga: Bantah Paslon Lain, Gibran Sebut Ada Food Estate Berhasil di Gunung Mas Kalimantan Tengah

3. Food Estate Bulungan 300.000 hektar (2013)

Selanjutnya, ada juga Food Estate Bulungan yang memiliki luas 300.000 hektar. Program ini mulai diinisiasi pada 2013.

Nahasnya, Food Estate ini terletak di Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara ini juga tak berbuah hasil.

"Gagal juga," ujar Dwi.

4. Food Estate Ketapang 100.000 hektar (2013)

Food estate ini terletak di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat.

Program yang dicanangkan dapat menjadi lumbung padi ini juga disebut Dwi sebagai Food Estate yang gagal.

5. Rice Estate 1,2 juta hektar (2015)

Dalam proyek ini, Dwi berperan untuk memberi masukkan terkait jumlah tanah yang dapat dikonversi menjadi Food Estate.

Merauke sendiri secara keseluruhan memiliki luas 4,6 juta hektar. Dari jumlah tersebut, luasan yang diusulkan adalah 1,2 juta hektar.

"Hasilnya apa? ya nol besar," ungkap dia.

Baca juga: Kritik Food Estate era Jokowi, Cak Imin: Ini Harus Dihentikan

6. Food Estate Gunung Mas, Kalimantan Tengah

Proyek Food Estate yang ada di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah ini juga dinilai Dwi sebagai Food Estate yang gagal.

Hal ini lantaran Food Estate berada di lahan pasir yang memiliki lapisan kedap pada kedalaman 40 cm.

"Bagaimana bisa tanaman bisa tumbuh dengan baik di tanah pasir, bukan tanah berpasir, ya pasir sebenarnya. Kemampuan mengikat unsur hara tidak ada, kemampuan mengikat air tidak ada," terang dia.

Adapun ia menbeberkan, supaya Food Estate ini seolah-olah berhasil, ditanam jagung di polybag yang disebut bernilai Rp 54 miliar.

Secara umum Dwi menjelaskan, semua program Food Estate yang gagal tersebut lantaran program dijalankan dengan melanggaran kaidah akademis.

"Seluruh Food Estate di Indonesia melanggar kaidah-kaidah akademis, melanggar 4 pilar yang ada semua, harus perfect semua," tutur dia.

Adapun 4 pilar yang dimaksud adalah kelayakan tanah dan agroklimat, kelayakan infrastruktur, kelayakan sosial dan ekonomi, serta kelayakan teknologi.

"Empat pilar ini harus ada semua, harus perfect semua, sebelum proyek tersebut bisa berjalan dan menguntungkan. Satu saja dari pilar ini tidak diikuti, maka jawabannya pasti, pasti gagal," tandas dia.

Baca juga: Mahfud MD: Food Estate Gagal, Rusak Lingkungan, Rugi Kita

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com