Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indef: Dana Bansos Makin Besar, tapi Angka Kemiskinan Hanya Turun 2,3 Persen

Kompas.com - 06/02/2024, 05:10 WIB
Yohana Artha Uly,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyebutkan, anggaran bantuan sosial (bansos) yang digelontorkan di era pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) kian besar, tetapi tidak signifikan menurunkan kemiskinan.

Direktur Eksekutif Indef Esther Sri Astuti mengatakan, alokasi anggaran untuk perlindungan sosial (perlinsos) pada 2024 mencapai Rp 496,8 triliun, jauh lebih besar dibandingkan periode pandemi Covid-19 tahun 2021 yang sebesar Rp 468,2 triliun dan 2022 sebesar Rp 460,6 triliun.

Namun, nilai dana bansos pada 2024 itu hampir sama dengan yang dikucurkan saat pandemi 2020 sebesar Rp 498 triliun, yang menurut Indef sebesarnya tidak ada urgensi untuk menggelontor bansos sebesar itu pada 2024.

Baca juga: Isu Anggaran Kementerian Dipotong 5 Persen untuk Bansos, Ini Kata Menteri KKP

"Saya berkesimpulan bahwa bansos ini bukan solusi untuk jangka panjang, tetapi ini hanya kebijakan populis yang hanya ingin mendapatkan voter (suara pemilih) yang lebih banyak," ujarnya dalam diskusi "Indef: Tanggapan Atas Debat Kelima Pilpres di Hotel Manhattan", Jakarta, Senin (5/2/2024).

Ia menuturkan, selama sekitar satu dekade terakhir atau periode 2012-2023, tingkat kemiskinan di Indonesia hanya turun 2,3 persen. Padahal, bansos yang digelontorkan trennya kian besar tiap tahunnya.

Secara rinci, pada sejak era pemerintahan Jokowi yakni pada 2014 dana bansos sebesar Rp 484,1 triliun. Lalu pada 2015 menjadi sebesar Rp 276,2 triliun, 2016 sebesar Rp 215 triliun, 2017 sebesar Rp 216,6 triliun, dan 2018 sebesar Rp 293,8 triliun.

Kemudian pada 2019 menjadi sebesar Rp 308,4 triliun, 2020 sebesar Rp 498 triliun, 2021 sebesar Rp 468,2 triliun, 2022 sebesar Rp 460,6 triliun, 2023 sebesar Rp 439,1 triliun, serta pada 2024 sebesar Rp 496,8 triliun.

"Angka kemiskinan hanya turun sekitar 2 persen. Jadi mau digelontor bansos atau tidak, tetap saja tidak ada penurunan signifikan atas angka kemiskinan," kata Esther.

Maka dari itu, dia menekankan bansos pada dasarnya merupakan jaring pengaman sosial (social safety net), bukan solusi jangka panjang untuk mengatasi kemiskinan.

Dia pun menilai, pemberian bansos harusnya berbentuk tunai yang diberikan langsung ke penerima tanpa perantara. Skema ini dinilai lebih efektif untuk mendorong daya beli masyarakat ketimbang memberikan dalam bentuk sembako.

Apalagi jika teknis pembagian bansos berupa sembako tersebut menimbulkan kerumunan masyarakat yang justru menjadi tidak efektif.

"Kalau di negara-negara lain kan, orang dapat bansos seperti social safety net itu lewat transfer tiap bulannya diambil lewat bank, mereka mau belaja beras atau apa, terserah kan duitnya sudah ditransfer ke mereka. Tidak harus dalam 10 kilogram beras dibagikan, tapi besarnya sesuai living cost di wilayah itu," paparnya.

Senada, Ekonom Senior Indef Faisal Basri menilai, Jokowi gagal menyejahterakan masyarakat yang tercermin dari semakin besarnya nilai bansos. Menurutnya, nilai bansos yang besar menunjukkan semakin banyak orang miskin di Indonesia yang membutuhkan bantuan.

"Jokowi ternyata gagal menyejahterakan rakyat Indonesia, buktinya makin banyak orang yang menerima bansoos. Yang nganggur, yang di PHK, yang gagal panen, yang pupuknya kurang, dan sebagainya. Gagal Jokowi. Terbukti bahwa orang yang rentan hidupnya itu tidak turun, tercermin dari bansos yang naik terus," ungkap dia.

Di sisi lain, pemberian bansos yang terus meningkat juga tidak tercermin dari rata-rata usia harapan hidup orang Indonesia yang justru menurun.

Baca juga: Anggaran Bansos Berpotensi Bengkak Lewati Rp 500 Triliun, Tertinggi Sepanjang Sejarah

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com