JAKARTA, KOMPAS.com - Produk beras premium di beberapa peritel modern di daerah Slipi, Jakarta Barat, mulai kosong.
Berdasarkan pantauan Kompas.com pada Jumat (9/2/2024), di salah satu gerai Alfamart di Slipi, pada bagian rak beras hanya tersedia beras merah.
Rini, salah satu karyawan, mengatakan, kosongnya beras premium di outlet-nya sudah terjadi sejak empat hari yang lalu. Hal itu lantaran stok beras di gudang Alfamart juga kosong.
Baca juga: Harga Beras Melambung Tinggi, Apa Upaya Pemerintah Jokowi?
“Iya, yang ada beras merah saja. Karena dari gudangnya enggak ada lagi. Sudah empat hari enggak ada,” ujarnya.
Tak jauh dari situ, Kompas.com menyambangi gerai Indomaret. Kondisi serupa juga terjadi sana.
Di rak beras hanya tersedia beras merah kemasan 2 kilogram. Salah satu karyawan yang enggan disebutkan namanya bilang, hampir seminggu stok beras premium di sana tak terisi.
“Enggak tahu ya, tapi memang sudah seminggu enggak ada. Kayaknya memang lagi kosong,” kata karyawan tersebut.
Baca juga: Kasus Kelangkaan Minyak Goreng Bakal Terjadi pada Beras? Ini Kata Bapanas
Kemudian, ketika Kompas.com mencoba memesan beras premium lewat aplikasi Alfagift, stok beras tersedia. Namun demikian, harganya dibanderol tinggi, yakni Rp 85.000 untu kemasan 5 kilogram.
Ihwal itu, Asosiasi Peritel Indonesia (Aprindo) tak menampik bahwa stok beras di peritel mulai berkurang, bahkan cenderung kosong.
Dia menyebutkan, harga beras premium saja sudah dibanderol Rp 16.000, sedangkan HET beras premium Rp 13.900.
Baca juga: Stok Beras Kosong, Ini Penyebabnya Menurut Peritel
Belum lagi di sisi lain, para produsen beras mengeluhkan stok beras yang diolah mulai berkurang.
“Sudah sepekan ini beras itu berangsur kurang. Kemudian kita purchasing order (PO) atau kita pesan ke produsen, eh malah harganya tinggi,” ujar Roy saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (10/2/2024).
“Sementara kalau peritel membeli harga tinggi dan harus melepas sesuai HET ke konsumen, peritel rugi kan, siapa yang mau nombok. Jadi memang ada yang memilih untuk menyetop pembelian atau pemesan beras dari produsen beras sehingga suplai di ritel memang sedikit atau kosong,” sambungnya.
Roy juga khawatir kasus kelangkaan dan mahalnya minyak goreng seperti tahun-tahun lalu akan berulang terjadi pada beras.
Baca juga: Peritel: Kasus Kelangkaan dan Mahalnya Minyak Goreng Bisa Terjadi pada Beras
Oleh sebab itu, pengusaha ritel meminta agar pemerintah bisa mencabut ataupun merelaksasi HET untuk sementara waktu.
“Kalau HET ini tidak dicabut, tentu ritel enggak akan mau membeli lagi dari produsen karena enggak mau rugi. Nah, kalau beras di ritel kosong, tentu harga beras di pasaran tinggi kan bisa malah sampai tiga kali lipat, yang artinya ada kemungkinan juga bisa membuat panic buying hingga kelangkaan,” jelas Roy.
“Nah, yang dikhawatirkan lagi adalah kasus seperti kelangkaan minyak goreng ini bisa terjadi pada beras. Jadi kalau bisa, pemerintah cabut atau relaksasilah HET untu sementara waktu,” sambungnya.
Badan Pangan Nasional (Bapanas) pun merespons soal itu.
Baca juga: 5 Bansos yang Gencar Ditebar Jokowi, dari Beras sampai Uang Tunai
Ketua Bapanas Arief Prasetyo menjelaskan, saat ini saja pihaknya sudah mengisi beras ke Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) dengan sisa stok mencapai 34.590 ton.
Kemudian, hingga akhir tahun lalu juga sudah disalurkan beras ke penggilingan padi sebanyak 200.000 ton dan dari angka itu Food Station mendapatkan jatah sebanyak 50.000 ton.
Artinya, dengan demikian, stok beras masih ada.
“Penyaluran beras kita lakukan terus atau nyambung terus dari tahun lalu arena kita tahu ada keterbatasan tanam akibat kurang air atau El Nino. Penggilingan padi juga saat ini sampai Maret nanti juga sudah dialokasikan 200.000 ton beras yang akan mau disalurkan, jadi insya Allah beras ini tidak akan terjadi seperti kasus minyak goreng,” ujar Arief.
Baca juga: Kenaikan Harga Beras: Akibat Bansos?
Di sisi lain, pemerintah juga akan mempercepat masuknya beras impor sebanyak 600.000 ton hingga akhir Maret 2024. Dari total itu, ada sebanyak 100.000 ton beras impor yang merupakan sisa penugasan dari izin impor pada 2023 dan 500.000 ton lainnya merupakan beras impor dari penugasan 2024 yang baru dikontrak.
Menurut Arief, kebijakan itu merupakan pilihan yang terakhir yang harus diambil agar ketersediaan beras tetap terjaga.
“Walaupun sangat pahit, importasi alat ini harus dijalankan. Mungkin kebijakan ini tidak populer saya sampaikan, tetapi harus dikerjakan untuk pemenuhan kebutuhan saat ini,” kata dia.
Namun, Arief menyatakan, importasi yang dilakukan sangat terukur sesuai dengan kebutuhan sehingga tidak mengganggu harga di tingkat petani.
Baca juga: Peritel Ingatkan Pemerintah, Harga Beras Tinggi Bisa Picu Kelangkaan
“Salah satu indikasinya bisa dilihat dari NTPP saat ini adalah yang tertinggi senilai 116,16. Ini yang membuat petani kita semangat untuk menanam,” jelas Arief.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.