Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Nuri Taufiq
Pegawai Negeri Sipil

Statistisi di Badan Pusat Statistik

Antara Beras, Rokok, dan Kemiskinan

Kompas.com - 15/02/2024, 12:33 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Jika tidak diimbangi dengan meningkatnya daya beli masyarakat yang lebih tinggi dari kenaikan garis kemiskinan, maka berpotensi menyebabkan mereka yang rentan miskin jatuh ke bawah garis kemiskinan.

Dampak di kelompok bawah

Mengutip dari buku Publikasi yang berjudul Ringkasan Eksekutif Pengeluaran dan Konsumsi Penduduk Indonesia Maret 2023 yang dirilis BPS, terlihat jelas adanya perbedaan pola konsumsi antara penduduk kelompok kesejahteraan terbawah dengan kelompok teratas yang dalam hal ini dibagi menurut kelompok 20 persen.

Penduduk pada kelompok 20 persen terbawah memiliki kerentanan yang lebih tinggi terkait kenaikan harga pangan. Di mana proporsi pengeluaran makanan mereka lebih besar dibandingkan dengan kelompok 20 persen teratas.

Mereka yang berada pada kelompok 20 persen terbawah harus mengalokasikan 62,37 persen total pengeluaran mereka untuk makanan. Sementara pada penduduk kelompok 20 persen teratas porsi untuk pengeluaran makanan hanya 39,42 persen dari total pengeluaran mereka.

Menilik lebih dalam lagi masih dari publikasi yang sama, tercatat penduduk pada kelompok 20 persen terbawah ini harus mengalokasikan sebesar 20,25 persen untuk jenis komoditi padi-padian dan sebesar 11,54 persen untuk komoditi rokok dan tembakau dari total pengeluaran makanan mereka.

Bandingkan dengan kelompok penduduk 20 persen teratas. Mereka hanya mengalokasikan sebesar 7,40 persen untuk komoditi padi-padian dan sebesar 11,35 persen untuk komoditi rokok dan tembakau dari total pengeluaran makanan mereka.

Besarnya proporsi pengeluaran kelompok penduduk 20 persen terbawah untuk beras utamanya, mengindikasikan bahwa jika harga komoditi ini terus naik, maka kelompok penduduk inilah yang paling terdampak.

Pendapatan mereka akan semakin banyak tergerus untuk memenuhi kebutuhan pangan, terutama beras.

Hal ini dapat berdampak pada menurunnya kualitas beras yang mampu untuk dikonsumsi atau harus dengan mengurangi alokasi belanja mereka agar mampu membeli beras. Misalnya dengan mengurangi belanja untuk biaya kesehatan atau bahkan pendidikan keluarga mereka.

Termasuk halnya dengan komoditas rokok. Kelompok terbawah bahkan tercatat rela mengalokasikan sebesar 11,54 persen dari total pengeluaran makanan mereka hanya untuk komoditas rokok dan tembakau. Semestinya bisa mereka belanjakan untuk membeli beras daripada membeli rokok.

Baik di kelompok terbawah maupun teratas sama-sama mengalokasikan sekitar 11 persen dari pengeluaran makanan mereka untuk mengonsumsi rokok dan tembakau.

Namun kelompok penduduk 20 persen terbawah justru memiliki proporsi yang sedikit lebih tinggi, yaitu 11,54 persen dibandingkan 11,35 persen untuk kelompok 20 persen teratas.

Kondisi ini tentu cukup memprihatinkan. Penduduk kelompok terbawah akan terkena dampak lebih berat dengan kenaikan harga beras maupun rokok. Mereka kemungkinan besar akan mengurangi alokasi belanja komoditi yang lain untuk memenuhi kebutuhan beras dan rokok.

Jika pengurangan alokasi belanja komoditi lain itu digunakan untuk membeli beras, menurut saya, masih dapat diterima. Namun jika untuk sekadar membeli rokok, kurang tepat.

Bahkan yang cukup memprihatinkan, seperti dikutip dari laman Kementerian Kesehatan, secara sosial ekonomi angka yang digunakan untuk belanja rumah tangga rokok lebih tinggi daripada angka yang digunakan untuk belanja makanan bergizi.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com