Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhammad Rafi Bakri
PNS BPK

Analis Data dan Keuangan Badan Pemeriksa Keuangan

Menakar Pembentukan Badan Penerimaan Negara

Kompas.com - 23/02/2024, 10:37 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PEMISAHAN Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dari Kementerian Keuangan merupakan isu repetitif yang muncul pada periode pemilu. Banyak calon presiden yang menjanjikan pembentukan badan penerimaan negara jika terpilih nanti.

Namun, pembentukan badan independen tersebut sering kali gagal karena sejumlah hal.

Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming selaku pemeroleh suara tertinggi sejauh ini berdasarkan perhitungan Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga menargetkan hal yang sama.

Wacana ini termasuk dalam delapan program utama mereka dengan tujuan meningkatkan tax ratio menjadi 23 persen pada 2029.

Saat ini, otoritas pajak yang berada di bawah Kementerian Keuangan memang sudah mulai ditinggalkan.

Banyak negara yang perlahan menerapkan Semi Autonomous Revenue Authority (SARA) di mana terjadi pemisahan penuh atau parsial atas otoritas pajak dari Kementerian Keuangan.

Tujuan pemisahan untuk meningkatkan penerimaan pajak, memperbaiki pelayanan, dan memaksimalkan pemerintahan di bidang perpajakan.

Berdasarkan studi dari DDTC, tax ratio suatu negara dapat meningkat 3-5 persen setelah penerapan SARA dalam perpajakan.

Hal ini dialami Singapura ketika pembentukan Inland Revenue Authority of Singapore (IRAS) pada 1992, yang diikuti peningkatan tax ratio menjadi 16,1 persen.

Selain itu, Malaysia juga menerapkan SARA dengan membentuk Lembaga Hasil Dalam Negeri Malaysia (LHDM) pada 1996.

Dengan terbentuk LHDM, tax ratio Malaysia menyentuh 19,8 persen setahun setelah pembentukan badan tersebut. Angka tersebut merupakan angka tertinggi yang diperoleh Malaysia dalam dua dekade kebelakang.

Lantas, apakah pemisahan DJP dari Kementerian Keuangan merupakan langkah tepat untuk meningkatkan tax ratio Indonesia? Tidak semudah itu!

Tax ratio Indonesia pada 2023 mengalami penurunan 0,18 persen y.0.y menjadi 10,21 persen. Angka ini jauh dari kata sustainable berdasarkan batas yang ditetapkan oleh World Bank, yaitu minimal 15 persen.

Angka ini tentunya berbahaya bagi keberlangsungan anggaran Indonesia, apalagi mayoritas belanja negara dibiayai menggunakan pajak.

Faktor institusi bukan satu-satunya variabel yang dapat menjadi kambing hitam dalam penurunan tax ratio suatu negara.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com