Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hadapi Peran Ganda dan Bias Gender, Peran Perempuan dalam Dunia Kerja Harus Ditingkatkan

Kompas.com - 13/03/2024, 21:12 WIB
Agustinus Rangga Respati,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peran perempuan dalam dunia pekerjaan profesional masih perlu ditingkatkan. Perempuan di Indonesia memiliki peluang besar untuk mengambil peran-peran penting dalam dunia kerja, terutama dalam tujuannya menyambut Indonesia Emas 2045.

Meskipun begitu, perempuan tak hanya menghadapai satu masalah masalah untuk dapat menjadi setara dalam dunia kerja dengan laki-laki. Salah satu hal yang menjadi tembok penghalang perempuan untuk dapat mencapai puncak karir di Indonesia adalah peran ganda yang harus diemban.

Director, Country Head of Corporate Affairs Citibank N.A. Indonesia (Citi Indonesia) Puni Ayu Anjungsari menjelaskan, perempuan pekerja tetap memiliki tuntutan sosial untuk menjalankan peran signifikan dalam rumah tangga.

Baca juga: Perempuan Kerap Alami Ketidakadilan di Tempat Kerja, Ini Sebabnya

"Peran ganda itu nomor satu. Buat kami yang bekerja itu tetap ada ekspektasi, tuntutan secara sosial untuk kami memiliki peran signifikan dalam rumah tangga. Bagi perempuan tetap harus mengurus anak, mengurus hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan rumah tangga," kata dia ketika ditemui di kantor Citi Indonesia, Rabu (13/3/2024).

Hal ini menjadi pilihan sulit bagi seorang perempuan. Dampaknya, terkadang perempuan memilih untuk mengakhiri karir kantornya karena memilih mengurus keluarga di rumah. Hal ini biasanya terjadi pada karir tingkat menengah atau setelah perempuan melahirkan anak. Padahal, rata-rata perempuan yang berkarir pada pekerjaan entry level atau first jobber tergolong banyak.

"Semakin tinggi levelnya (jabatan), semakin sedikit perempuannya," timpal Puni.

Dalam kaitannya dengan itu, Puni menekankan, penting untuk menyadari pekerjaan rumah tidak memiliki gender. Dengan demikian, baik laki-laki atau perempuan memiliki kewajiban yang sama dalam mengerjakan pekerjaan rumah termasuk memasak, mencuci, dan mengurus anak.

Citi Indonesia sendiri menawarkan paternity leave atau cuti untuk ayah yang baru memiliki bayi selama 1 bulan di samping adanya maternity leave (cuti melahirkan) selama 4 bulan. Kebijakan ini diharapkan dapat menggugah kesadaran laki-laki tentang pentingnya menyadari merawat bayi bukan hanya tanggung jawab perempuan.

Hal lain yang menjadi hambatan perempuan untuk berkembang di dalam dunia kerja adalah adanya bias gender di dalam kantor. Bias gender kerap dikaitkan dengan kecenderungan atau prasangka terhadap jenis kelamin tertentu yang justru dapat mengakibatan ketidaksetaraan gender.

Puni menceritakan, secara tidak sadar berbagai ruang terbuka di kantor kerap masih merepresi hak perempuan untuk bicara, termasuk di dalam board room.

"Secara tidak sadar laki-laki berpikir, hak suara perempuan itu ada di bawah mereka. Makannya ada istilah mansplaning, atau apa. Mungkin dia ingin menjadi orang yang progresif, tetapi secara tidak sadar, ia melakukan itu dalam keseharian," imbuh dia.

Puni berpendapat seorang perempuan harus berani dan yakin, mereka memiliki hak yang sama untuk didengar di hadapan laki-laki. Perempuan diharapkan tidak hanya menerima keadaan tersebut, tetapi juga memiliki daya tawar yang sama. Pasalnya, tak jarang perempuan juga mengamini kondisi tersebut dan tidak memiliki kekuatan bangkit.

Baca juga: Simak, 6 Tips Meminta Kenaikan Gaji untuk Pegawai Perempuan

Oleh sebab itu, Citi Indonesia kemudian memiliki tugas untuk meyakinkan perempuan untuk dapat bersuara sama seperti laki-laki,

"Buat kami di sini (Citi Indonesia), saya personal tidak merasa saya tidak didenger karena saya perempuan, tapi saya rasa banyak sekali perempuan yang bekerja merasakan hal tersebut," tutur dia.

Khususnya di industri perbankan, Puni melihat angka pertumbuhan keterlibatan perempuan. Ia menjelaskan, kehadiran perempuan di level eksekutif Citi Indonesia saat ini ada di kisaran 22 persen. Namun demikian, secara total angkatan kerja wanita di Indonesia belum mencapai 50 persen dari total populasi Indonesia.

Perempuan yang bekerja baru mencapai 54 persen dari total populasi wanita yang ada di Indonesia. Padahal jumlah penduduk di Indonesia saat ini 49,5 persen diisi oleh perempuan. Di sisi lain, jumlah angkatan kerja laki-laki telah mencapai 80 persen dari total populasinya di Indonesia.

Perekonomian Indonesia diproyeksikan mampu melesat dan siap menyambut Indonesia Emas 2045 ketika jumlah perempuan yang masuk angkatan kerja tersebut lebih dari 50 persen.

"Sebenarnya ruginya ada di Indonesia sendiri. Kalau Indonesia tidak melihat pentingnya meningkatkan peran perempuan di lapangan pekerjaan, yang rugi sendiri. Apalagi kita sedang kejar, bonus demografi itu jangan cuma terbuang sia-siap, kualitasnya harus ditingkatkan, jumlah yang masuk ke dua kerja juga perlu ditingkatkan," urai dia.

Director Country Head of Corporate Affairs Citibank N.A. Indonesia (Citi Indonesia) Puni Ayu Anjungsari Dok. Citi Indonesia Director Country Head of Corporate Affairs Citibank N.A. Indonesia (Citi Indonesia) Puni Ayu Anjungsari

Baca juga: Mendag: Perempuan Kunci Indonesia Maju

Untuk mendorong peran perempuan dalam dunia kerja dan masyarakat, Citi Indonesia juga memiliki kelompok afinitas bernama Citi Indonesia Women's Network. Sebagai salah satu chairwomen, Puni menceritakan untuk mendukung perempuan maju ternyata hanya dibutuhkan inisiatif-inisiatif kecil.

"Kami menjadi support system one and other. Untuk ibu-ibu yang baru melahirkan, dramanya beda dengan ibu-ibu yang punya anak remaja. Jadi kami membuat support system sendiri. Kemudian ada mentoriship, buat kami yang ada di level executive kami ingin berbagi informasi ke member, bagaimana kami melalui hambatan selama berkarir," terang dia.

Puni menekankan, penting bagi generasi yang lebih muda mengatahui bebagai hambatan yang dirasakan sebagai perempuan dalam menghadapi dilema untuk memilih mengurus keluarga di rumah atau bekerja di kantor.

Belakangan, ibu dua anak itu gencar mengajak rekan kerja laki-laki untuk bergabung ke dalam kelompok Citi Indonesia Women's Network. Hal ini diambil sebagai langkah untuk mencapai kesetaraan gender. Pasalnya, laki-laki dianggap kerap melakukan sesuatu yang ternyata merupakan bias gender.

"Kadang ada ucapan, udahlah lu kan perempuan, lagi PMS ya. Itu bias, tidak boleh bilang seperti itu. Mereka ingin menjadi orang progresif, tapi kadang-kadang bias itu muncul. Jadi kami membuat ally ini menyadari, perilaku apa yang sering dilakukan oleh laki-laki yang sering akhirnya itu menghambat perempuan dan melecehkan perempuan," tutur Puni.

Selain itu, Puni mengungkapkan ada beberapa kebiasaan atau perilaku di dunia kerja yang secara tidak sadar mendiskreditkan peran perempuan. Misalnya, perempuan selalu ditunjuk menjadi pengurus konsumsi dalam setiap acara kantor, atau ditunjuk menjadi notulen ketika berada dalam rapat. Tak hanya itu, ketika terdapat promosi jabatan, perempuan biasanya akan berada dalam posisi yang lebih sulit karena dibebani dengan pandangan masyarakat soal mengurus keluarga dan memiliki anak.

"Ketika laki-laki menjadi bagian dari Citi Women's, mereka mulai menyadari pentingnya kesetaraan gender. Ada hal-hal yang seolah-olah menghambat kami (perempuan) karena ada bias, ada ekspektasi secara sosial yang ditempatkan kepada kami, yang sebenarnya bisa dimainkan oleh kedua belah pihak tanpa harus di-assign khusus buat perempuan," ujar dia.

Selain itu, Citi Indonesia juga memiliki kesadaran untuk selalu memberikan kesempatan yang sama kepada perempuan dalam proses rekrutmen karyawan baru. Hal tersebut juga termasuk menghadirkan perempuan sebagai pewawancara dalam proses rekrutmen tersebut.

"Tidak boleh manel, panel laki-laki tidak boleh, jadi pengambilan keputusan jauh lebih objektif," tegas dia.

Ilustrasi perempuan di dunia kerjaNypost / Shutterstock Ilustrasi perempuan di dunia kerja

Baca juga: Porsi Perempuan dalam Posisi Manajerial Indonesia Sudah 32,26 Persen

Sebagai catatan, Citi Indonesia saat ini memiki komposisi pekerja perempuan hingga 57 persen. Adapun sebanyak 22 persen berada di level middle manager sampai senior manager level.

Saat ini yang menjadi tantangan adalah cara mempertahankan perempuan tetap berada dalam angkatan kerja. Citi Indonesia menyediakan berbagai fasilitas untuk mendorong pekerja perempuan dapat maju secara karir, termasuk di dalamnya adalah pelatihan kepemimpinan khusus perempuan.

"Mereka tahu ada kesempatan di Citi, tapi hambatannya itu tadi adanya peran ganda yang harus dimainkan. Tantangan kami adalah bagaimana perempuan tetap ada sebagai angkatan kerja. Tidak hanya di Citi, kebanyakan perusahaan mengalami, pekerja perempuan akan rontok di level middle management," tandas dia.

Sebagai informasi, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2023, jumlah perempuan yang bekerja di sektor informal sebanyak 65,35 persen, sementara perempuan pekerja di sektor formal hanya 34,65 persen.

Ketika dirinci berdasarkan jenis pekerjaannya, ternyata perempuan paling banyak bekerja pada sektor dagang dan jasa. Sedangkan, pekerja laki-laki masih mendominasi berbagai sektor seperti industri, konstruksi, kelistrikan, air, gas, agrikultur, dan pertambangan.

Baca juga: Grant Thornton: Kolaborasi Perempuan dan Laki-laki di Perusahaan Lebih Menguntungkan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com