Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Cucun Ahmad Syamsurijal
Wakil Ketua Badan Anggaran DPR RI

Wakil Ketua Badan Anggaran DPR RI

Kaji Ulang Kenaikan Pajak 12 Persen

Kompas.com - 01/04/2024, 11:25 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Menurut Pirlot dkk (2020), aspek timing dari kebijakan menjadi sangat penting, terutama saat ekonomi masih mengalami ketidakpastian akibat konflik geopolitik yang berdampak pada pasokan pangan dan energi dunia.

Selain itu, secara teoritis, tarif pajak yang tinggi dapat menurunkan kepatuhan pajak. Jika tarif PPN terlalu tinggi, ada potensi masyarakat akan mencari cara untuk menghindari atau mengurangi kewajiban pajak.

Oleh karena itu, perlu diperhatikan apakah tarif PPN yang diusulkan akan efektif dalam meningkatkan penerimaan pajak atau justru memengaruhi kepatuhan pajak.

Dampak kenaikan 2022

Kenaikan PPN menjadi 11 persen dilakukan pada 1 April 2022. Kenaikan tarif tersebut turut berkontribusi pada peningkatan penerimaan negara dari sektor PPN ini.

Pada 2021, total penerimaan PPN dan PPnBM Indonesia mencapai Rp 551,9 Triliun. Angka tersebut menyumbang porsi sebesar 35,7 persen dari total penerimaan pajak yang sebesar Rp 1.547,8 triliun.

Kemudian setelah diterapkan kenaikan tarif PPN pada April 2022, penerimaan PPN dan PPnBM meningkat 24,6 persen menjadi Rp 687,6 triliun di akhir tahun.

Angka tersebut menyumbang sebesar 33,8 persen dari total penerimaan perpajakan yang sebesar Rp 2.034,5 triliun.

Sedangkan pada 2023, penerimaan PPN dan PPnBM diperkirakan terealisasi tumbuh sebesar 11,2 persen menjadi Rp 764,3 T. angka tersebut setara dengan 40,9 persen dari total penerimaan pajak yang sebesar Rp 1.818,2 triliun.

Dari data tersebut dapat dilihat bahwa peran PPN dan PPnBM dalam penerimaan negara semakin penting.

Kontribusi PPN sedikit menurun pada tahun 2022 dikarenakan penerimaan di sektor lain yang meningkat tajam, terutama Pajak Penghasilan Non Migas yang tumbuh sebesar 42,9 persen dari Rp 643,8 triliun menjadi Rp 920,3 triliun.

Pertumbuhan PPh Non Migas yang tinggi tersebut disumbangkan oleh PPh badan yang tumbuh tinggi seiring dengan pemulihan ekonomi.

Namun pada 2023, pertumbuhan PPh Non Migas kembali ke angka normalnya, yaitu di kisaran 7,9 persen menjadi Rp 993 Triliun.

Dengan melihat dinamika pertumbuhan komponen-komponen penerimaan pajak, tidak menutup kemungkinan, ke depan PPN akan menjadi komponen yang memiliki kontribusi terbesar dalam penerimaan pajak.

Dampak positif dari kenaikan PPN terhadap penerimaan negara tersebut harus dibayar dengan inflasi yang tinggi pada 2022.

Pada tahun tersebut, inflasi mencapai 5,51 persen. Inflasi yang stabil di awal tahun pada kisaran angka dua persen, mulai terdampak kenaikan tarif PPN 11 persen di mana pada inflasi bulan April 2022 inflasi naik menjadi 3,47 persen.

Pada bulan-bulan berikutnya, inflasi terus mengalami tren kenaikan hingga puncaknya pada bulan September, inflasi berada pada angka 5,95 persen, dan stabil di kisaran 5 persen hingga Februari 2023. Angka tersebut berangsur-angsur turun kembali ke kisaran 2 persen pada akhir 2023.

Kenaikan tarif PPN menjadi 11 persen bukan satu-satunya faktor penyumbang angka inflasi tersebut. Namun kebijakan tersebut menjadi salah satu faktor utama yang berkontribusi terhadap kenaikan inflasi.

Peningkatan tarif ini meningkatkan biaya produksi bagi produsen, yang kemudian dapat direspons dengan menaikkan harga jual produk mereka. Kenaikan harga produk dan jasa akan langsung memengaruhi indeks harga konsumen, salah satu indikator inflasi.

Dampak kenaikan tarif PPN pada tahun 2022 tersebut dirasakan dengan inflasi yang tinggi dalam jangka pendek. Namun, saat inflasi mencapai 5,51 persen pada tahun tersebut, belum diikuti dengan kenaikan upah yang signifikan.

Rata-rata kenaikan upah pada tahun 2022 hanya sebesar 1,1 persen, dan pada 2023 sebesar 10 persen.

Dampak dari kondisi ini dapat memengaruhi kesejahteraan masyarakat dan stabilitas ekonomi secara keseluruhan, terutama terkait daya beli masyarakat.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com