Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Cucun Ahmad Syamsurijal
Wakil Ketua Badan Anggaran DPR RI

Wakil Ketua Badan Anggaran DPR RI

Kaji Ulang Kenaikan Pajak 12 Persen

Kompas.com - 01/04/2024, 11:25 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Dengan harga barang dan jasa yang terus meningkat, namun upah yang stagnan, masyarakat akan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Hal ini dapat mengurangi konsumsi domestik, yang merupakan salah satu pendorong utama pertumbuhan ekonomi.

Ketidaksesuaian antara inflasi dan kenaikan upah dapat mengakibatkan penurunan kualitas hidup masyarakat. Mereka mungkin harus mengurangi konsumsi barang dan jasa, mengorbankan kesejahteraan dan kualitas hidup, atau bahkan terpaksa berhutang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Kaji ulang

Berbagai kalangan sudah bersuara terkait dengan lemahnya daya beli masyarakat Indonesia. Menteri Keuangan, Sri Mulyani (CNBC Indonesia, 2024), mengungkapkan bahwa penjualan mobil telah terkontraksi delapan bulan berturut-turut hingga akhir Februari.

Penjualannya minus 18,8 persen secara tahunan atau year on year. Sementara itu, penjalan sepeda motor telah terkontraksi selama enam bulan berturut-turut hingga ke level minus 2,9 persen.

Begitu juga dengan pakar ekonomi, Fithra Faisal Hastiadi (CNBC Indonesia, 2024), yang mengungkapkan bahwa kelas menengah tengah mengalami tekanan daya beli yang disebabkan oleh pendapatannya yang terus menerus tergerus inflasi dan pekerjaan yang tidak berkualitas, serta kebijakan pemerintah yang tidak fokus memperbaiki kondisi ekonomi mereka.

Kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen akan sangat berdampak pada masyarakat dan perekonomian. Bagi pengusaha, angka ini menjadi angka psikologis yang dapat menjadi beban peningkatan biaya produksi.

Sedangkan bagi masyarakat, kenaikan ini akan menjadi beban tambahan yang menurunkan daya beli. Apalagi ditambah dengan adanya pergantian rezim pemerintahan hasil pemilu 2024, akan menambah ketidakpastian dalam kebijakan ekonomi.

Apabila kebijakan tersebut benar-benar akan berjalan, akan banyak kelas menengah bawah yang semakin kesulitan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Pun begitu juga dengan kelompok miskin yang semakin jauh dari harapan untuk memperbaiki kualitas hidupnya. Dengan demikian mustahil untuk menurunkan angka kemiskinan secara signifikan.

Di sisi lain, peningkatan penerimaan pemerintah dari kenaikan tarif PPN juga berbanding lurus dengan kenaikan alokasi anggaran untuk program perlindungan sosial yang menyasar kepada kelompok rentan dan kelompok miskin.

Selayaknya Pemerintah dan DPR perlu duduk kembali untuk melakukan penyesuaian terhadap kebijakan kenaikan tarif PPN. Kebijakan yang tertuang dalam bentuk undang-undang ini memang agak sulit untuk dilakukan perubahan.

Namun, Pasal 7 Ayat (3) Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan membuka peluang untuk penyesuaian tarif PPN tersebut menjadi paling rendah lima persen dan paling tinggi 15 persen.

Dengan melihat kondisi obyektif perekonomian dan masyarakat, para pengambil kebijakan harus arif dan bijak untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dengan melakukan mengkaji ulang implementasi tarif PPN 12 persen.

Tarif PPN dapat diberlakukan setidaknya sama dengan tahun 2022 dan 2023, yaitu sebesar 11 persen dan ditetapkan dalam Undang-Undang APBN 2025.

Dengan tarif itu pun, penerimaan PPN masih mengalami peningkatan yang signifikan dan menjadi kontributor terbesar dalam penerimaan pajak.

Di sisi lain, mungkin dapat pula dipertimbangkan jika kenaikan dilakukan pada Pajak Penghasilan (PPh) yang hanya menyasar kalangan tertentu masyarakat yang daya beli serta ekonomi rumah tangganya tidak terganggu oleh dinamika perekonomian global dan domestik serta perluasan basis pajak di sektor digital.

Pemerintah juga perlu terus melakukan efisiensi belanja dengan mengedepankan kebutuhan prioritas masyarakat. Dengan demikian, APBN akan terus berfungsi sebagai distribusi kesejahteraan yang selalu memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com