BEIJING, KOMPAS.com - Raksasa properti China yang berbasis di Shanghai bernama Shimao Group menerima petisi likuidasi dari bank milik negara. Hal ini merupakan langkah hukum yang dilakukan karena pengembang properti besar ini tidak dapat mengembalikan uang pinjaman.
China Construction Bank mengajukan petisi penutupan pada 5 April di Hong Kong karena Shimao Group memiliki kewajiban membayar utang senilai 204 juta dollar AS.
Jumlah tersebut setara dengan Rp 3,24 triliun pada kurs Rp 15.918 per dollar AS.
Baca juga: Gagal Bayar Utang, Evergrande Diminta Pengadilan Likuidasi Asetnya
Shimao Grup disebut akan menolak petisi tersebut dan berupaya untuk menempuh proses restrukturisasi luar negeri yang dapat memaksimalkan nilai bagi para pemangku kepentingan.
"Perusahaan berpandangan, petisi tersebut tidak mewakili kepentingan kolektif para kreditor luar negeri perusahaan dan pemangku kepentingan lainnya,” kata perusahaan, dikutip dari CNN Senin (8/4/2024).
Adapun, permasalahan Shimao terjadi pada 2022 ketika perusahaan gagal membayar bunga dan pokok obligasi senilai 1 miliar dolar AS. Imbasnya, saham perusahaan anjlok lebih dari 14 persen di bursa saham Hong Kong. Sedikit catatan, sepanjang tahun ini saham perusahaan telah tergerus sekitar 40 persen.
Sektor real estat dan properti China memang mengalamai masalah setelah pemerintah pada 2020 membatasi jumlah pinjaman berlebihan ke sektor itu untuk meredam harga properti. Hal ini membuat puluhan pengembang China gagal membayar utangnya.
Sejak saat itu, industri properti justru menjadi penghambat perekonomian China yang sedang bergulat dengan pemulihan yang lambat setelah tiga tahun pandemi Covid-19. Belum lagi, China juga mengalami serangkaian hambatan, mulai dari tingkat pengangguran kaum muda yang mencapai rekor tertinggi hingga meningkatnya tekanan keuangan di pemerintah daerah.
Sebagai informasi, pada bulan Januari, Evergrande pengembang properti dengan utang terbesar di dunia dan contoh krisis properti China, diperintahkan untuk melakukan likuidasi oleh pengadilan Hong Kong.
Perintah likuidasi tersebut, dibuat oleh pengadilan tinggi kota tersebut setelah raksasa real estat China dan kreditor luar negerinya gagal menyepakati cara merestrukturisasi utang besar perusahaan tersebut. Pembicaraan soal restrukturisasi ini telah berlangsung selama 19 bulan.
Dari hal ini muncul pertanyaan tentang bagaimana dampak runtuhnya Evergrande terhadap investor, ribuan pekerja, dan pembeli rumah yang menunggu apartemen mereka.
Sementara itu, Country Garden pengembang besar lainnya yang gagal membayar utangnya tahun lalu, menerima petisi likuidasi pada bulan Februari dari kreditor setelah tidak membayar kembali pinjamannya.
Baca juga: OJK Tolak Tim Likuidasi Kresna Life
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.