Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gagal Bayar Utang, Evergrande Diminta Pengadilan Likuidasi Asetnya

Kompas.com - 29/01/2024, 15:43 WIB
Agustinus Rangga Respati,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

Sumber CNN

HONGKONG, KOMPAS.com - Pengembang properti terkenal asal China Evergrande Group telah diperintahkan pengadilan Hongkong untuk melikuidasi asetnya karena terlilit utang.

Hal tersebut merupakan kemunduran besar bagi sektor real estat China yang lesu.

Perintah diberikan setelah raksasa real estat itu gagal mencapai kesepakatan untuk merestrukturisasi utang dengan kreditor luar negeri.

Perusahaan ini mulai memiliki banyak utang dan gagal bayar pada 2021. Hal tersebut memicu krisis properi besar-besaran untuk ekonomi China.

Baca juga: Saham Evergrande Melonjak 70 Persen Usai Country Garden Mampu Hindari Gagal Bayar

Sebagai gambaran, pengembang ini memiliki total kewajiban mencapai 333 miliar dollar AS pada akhir Juni 2023. Jumlah tersebut setara Rp 5.267 triliun pada kurs Rp 15.817 per dollar AS.

Perusahaan juga telah mengajukan kebangkrutan di New York pada 2023.

Nantinya, likuidator akan mengelola perusahaan dan menjual aset untuk melunasi utangnya. Setelah proses tersebut, perusahaan yang sebelumnya merupakan perusahaan real estat terbesar kedua di China itu tidak akan ada lagi.

Kepala Investasi Kaiyuan Capital Brock Silvers mengungkapkan, likuidasi Evergrande di luar negeri sebagian besar sudah diperkirakan.

"Namun ini masih merupakan kemunduran yang signifikan bagi sektor real estat dalam negeri yang sudah bermasalah, yang akan semakin melemahkan sentimen investor,” kata dia dikutip dari CNN, Senin (29/1/2024).

Saat ini, sederet masalah ekonomi menghadang China seperti deflasi, utang, turunnya angka kelahiran, dan menyusutkan angkatan kerja.

Dari semua hal tersebut, adanya krisis properti juga memberikan pukulan telak terhadap ekonomi China.

Baca juga: Malaysia dan China Dikabarkan Bakal Sepakati Ekspor Durian

Beberapa dekade sebelumnya, pertumbuhan pesat di China yang didorong ledakan permintaan perumahan terjadi. Hal yang dipengaruhi laju urbanisasi tersebut sempat menyumbang 30 persen produk domestik bruto (PDB) China.

Namun sektor ini mengalami masalah setelah pemerintah membatasi pinjaman berlebihan oleh pengembang pada tahun 2020 dalam upaya untuk mendinginkan gelembung properti. Sejak itu, puluhan pengembang Tiongkok gagal membayar utangnya.

Pada Desember 2023, harga rumah baru turun dengan jumlah tertinggi dalam hampir sembilan tahun.

Di sisi lain, investasi properti merosot 9,6 persen pada 2023 dibandingkan tahun sebelumnya, menandai penurunan tahun kedua berturut-turut.

Baca juga: Tim Likuidasi Wanaartha Life Batalkan Ketentuan Voting Usai Diprotes Pemegang Polis

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com