Pajak ini diperoleh dari seluruh transaksi aset kripto di bursa dalam negeri sepanjang 2023 dengan total nilai Rp 149,25 triliun, turun 51 persen dari Rp 306,4 triliun di 2022.
Statistik tersebut memunculkan ketidakwajaran. Indonesia merupakan negara dengan indeks pengadopsian kripto terbesar ketujuh di dunia.
Namun, jumlah transaksi kripto pada bursa dalam negeri hanya 0,02 persen dari total volume perdagangan kripto global tahun 2023 yang mencapai Rp 562,908 triliun.
Oleh karena itu, terdapat ruang untuk perbaikan dalam skema pajak kripto saat ini. Penerapan skema pajak hanya atas keuntungan dapat menjadi solusi terbaik menggantikan skema pajak yang dikenakan langsung dari total nilai transaksi kripto.
Skema keuntungan seperti ini telah diterapkan di Amerika Serikat, Britania Raya, India, dan banyak negara lainnya.
Dengan memajaki keuntungan bersih, investor yang mengalami kerugian tidak akan terbebani pajak.
Selain itu, trader yang melakukan transaksi cepat dengan keuntungan kecil juga akan lebih diringankan. Skema seperti ini juga sangat sesuai apabila pasar kripto global berada dalam tren penurunan harga.
Selain itu, pemberian insentif pajak juga penting untuk mendukung perkembangan industri kripto di Tanah Air. Di Britania Raya dan Perancis, insentif diberikan dalam bentuk batas nilai keuntungan yang bebas dari pajak.
Di Australia, insentifnya diwujudkan dengan pembedaan tarif antara keuntungan kripto yang diperoleh dari investasi jangka pendek dan jangka panjang.
Untuk mendorong keadilan, dapat diterapkan juga tarif berjenjang (progresif) sesuai besarnya nilai keuntungan seperti di Amerika Serikat.
Industri aset kripto sejatinya merupakan sektor ekonomi yang terbilang baru. Baru genap 15 tahun sejak pertama kemunculannya. Di Indonesia, statusnya sebagai komoditas yang sah diperdagangkan baru memasuki 3 tahun sejak ditetapkannya Peraturan Bappebti No. 7/2020.
Dengan audiensi bersama antara otoritas pajak, pengawas perdagangan komoditas, dan pelaku perdagangan kripto, kebijakan pajak dapat dievaluasi lebih baik agar tidak menyurutkan minat masyarakat pada aset digital ini yang manfaatnya mulai diadopsi di banyak negara lain.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.