Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Produk Impor Banjiri E-commerce, Asosiasi UMKM: Tekankan Pengawasan

Kompas.com - 24/06/2024, 06:19 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Editor

Sumber

JAKARTA, KOMPAS.com - Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) menilai, masuknya produk impor ke pasar dalam negeri adalah sebuah keniscayaan, bukan disebabkan oleh platform e-commerce.

Justru keberadaan e-commerce menjadi peluang bagi pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) untuk menjadi tuan rumah di negeri sendiri.

Sekretaris Jenderal Akumindo Edy Misero mengatakan, platform teknologi hanyalah alat untuk mempertemukan konsumen dengan penjual.

Baca juga: E-commerce Makin Ngetren, Ini Wujud Transformasi Perusahaan Jasa Logistik

Ilustrasi E-CommerceDOK. SHUTTERSTOCK Ilustrasi E-Commerce

Salah satunya TikTok Shop yang saat ini telah bersinergi dengan Tokopedia. Ia menyebut platform tersebut hanya menjadi media bertemunya penjual dengan pembeli.

"Sebagai masyarakat global, kita tidak bisa menutup pasar terhadap produk impor. TikTok Shop silakan saja beroperasi sesuai dengan aturan yang sudah dibuat. Kita juga tidak mau produk kita dipersulit dengan aturan ketat di luar negeri," kata Edy dalam keterangannya, Jumat (21/6/2024).

Pemerintah, lanjut Edy, pun telah memberikan barikade agar produk impor tidak membanjiri negeri ini dan tidak berhadapan langsung dengan pelaku UMKM.

Salah satunya melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.

Baca juga: E-commerce: Membangun Ekonomi Digital, Antara Konsumen Sentris dan Konsumen Pintar

Permendag yang berlaku sejak 26 September 2023 tersebut secara tegas melarang penjualan produk impor di e-commerce dengan harga di bawah 100 dollar AS. Artinya, pasar produk dengan harga di bawah 100 dollar AS saat ini menjadi pasar barang lokal.

"Berarti yang 100 dollar AS ke atas saja yang menjadi pasar bersama. Ingat, bukan pasar impor namun pasar bersama, baik barang impor maupun barang lokal," ujar Edy.

 

Ilustrasi e-commerce.DOK. Shutterstock/Maxx-Studio. Ilustrasi e-commerce.

Sebagai dua raksasa di bidang digital, Edy mengatakan, kolaborasi antara TikTok Shop dan Tokopedia justru memberikan kesempatan bagi pelaku UMKM lokal untuk menjadi tuan rumah di negeri sendiri karena menawarkan akses ke pasar yang lebih besar.

Itu sebabnya, pengusaha UMKM harus serius untuk memperebutkan pasar produk dengan harga di atas 100 dollar AS.

Baca juga: Pakar E-commerce: Integrasi Vertikal Tidak Ganggu Bisnis Perusahaan Logistik

"Pasar sudah terbuka, regulasi sudah dibuat. Masalahnya, kita siap atau enggak? Makanya, tidak ada lagi alasan untuk bersantai-santai. Saatnya bersaing dengan sehat sebagai masyarakat global," tegas Edy.

Sebelum platform e-commerce booming, sejatinya sudah banyak produk impor yang membanjiri pasar Indonesia, salah satunya produk tekstil. Bahkan, produk tekstil asal China sudah banyak beredar sejak awal tahun 2000-an.

Oleh karenanya, kata Edy, saat ini kita sudah berada di era baru mekanisme perdagangan dan Indonesia tidak boleh menjadi masyarakat terpencil yang tidak menerima produk dari luar.

Sebab dampaknya justru akan membuat Indonesia tersisih dari perdagangan internasional sehingga produk dalam negeri tidak diterima di luar negeri.

Baca juga: Bebas Pilih Jasa Kirim, Pengguna Akui Puas Belanja di E-commerce

"Yang penting, pengawasan harus ditegakkan. Jangan sampai ada produk impor masuk secara ilegal. Mentalitas untuk menggunakan produk dalam negeri juga harus ditekankan. Kalau ini semua berfungsi dengan benar, kita akan menjadi negeri yang kuat ke depan," pungkas Edy. (Editor: Yudho Winarto)

 

Artikel ini telah tayang di Kontan.co.id dengan judul: Produk Impor Banjiri E-Commerce, Asosiasi UMKM: Tekankan Pengawasan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com