Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Jiwasraya: Laba Semu Sejak 2006 hingga Kemungkinan Pemeriksaan Rini Soemarno

Kompas.com - 09/01/2020, 10:32 WIB
Fika Nurul Ulya,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus gagal bayar polis asuransi PT Asuransi Jiwasraya (Tbk) terus mencuat dan menyebar dengan indikasi fraud (kecurangan).

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI dan Kejaksaan Agung (Kejagung) RI mengungkapkan hasil investigasi awal dari kasus tersebut pada Rabu (8/1/2020). Meski tak mengungkap nama pelaku dan angka pasti kerugian negara, indikasi fraud sudah pasti.

Kronologi

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menceritakan kronologi secara detail atas kasus yang membelit perusahaan pelat merah ini. BPK menyebut, kasus gagal bayar produk JS Saving Plan bermula saat produk itu diluncurkan di tengah kondisi keuangan perusahaan yang sebenarnya memburuk.

Produk JS Saving Plan memang produk yang memberikan kontribusi pendapatan tertinggi perusahaan sejak tahun 2015. Namun, hasil dana kemudian diinvestasikan pada instrumen saham dan reksadana yang berkualitas rendah.

Pada 2017, Jiwasraya kembali memperoleh opini tidak wajar dalam laporan keuangannya. Padahal saat ini Jiwasraya mampu membukukan laba Rp 360,3 miliar. Opini tidak wajar itu diperoleh akibat adanya kekurangan pencadangan sebesar Rp 7,7 triliun.

"Jika pencadangan dilakukan sesuai ketentuan, seharusnya perusahaan menderita rugi (pada saat itu)," ungkap Agung.

Berlanjut ke tahun 2018, Jiwasraya akhirnya membukukan kerugian unaudited sebesar Rp 15,3 triliun. Pada September 3019, kerugian menurun jadi Rp 13,7 triliun. Kemudian di November 2019, Jiwasraya mengalami negative equity sebesar Rp 27,2 triliun.

Baca juga: Investigasi Jiwasraya, BPK Bakal Periksa OJK dan BEI

Disebut sebelumnya, kerugian itu terutama terjadi karena Jiwasraya menjual produk saving plan dengan cost of fund tinggi di atas bunga deposito dan obligasi. Apalagi berdasarkan catatan BPK, produk saving plan

Laba semu sejak 2006

Bila ditarik ke belakang, BPK menyebut Jiwasraya sebetulnya sudah membukukan laba semu sejak 2006.

Alih-alih memperbaiki kinerja perusahaan dengan mempertimbangkan saham berkualitas, Jiwasraya justru menggelontorkan dana sponsor untuk klub sepakbola dunia, Manchester City pada 2014.

"Meskipun tahun 2006 perusahaan masih membukukan laba, namun laba tersebut sebenarnya adalah laba semu sebagai akibat dari rekayasa akuntansi, di mana perusahaan telah mengalami kerugian," kata Agung saat memberikan keterangan resmi di BPK RI, Jakarta, Rabu (8/1/2020).

BPK telah periksa 2 kali

BPK telah melakukan 2 kali pemeriksaan untuk Sriwijaya, yakni tahun 2016 dan tahun 2018. Pemeriksaan tahun 2016 disebut dengan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) dan menemukan 16 temuan. Kemudian berlanjut pemeriksaan investigasi awal pada 2018.

Dalam PDTT tahun 2016, BPK menemukan 16 temuan masalah pengelolaan bisnis, investasi, pendapatan, dan biaya operasional tahun 2014-2015. Saat itu, Jiwasraya kerap menaruh dana di saham-saham gorengan.

Suka saham gorengan

Menaruh dana di saham gorengan bukan hanya terjadi setahun belakangan. Catatan BPK mengungkap, Jiwasraya suka saham gorengan sejak 2014-2015 berdasarkan hasil temuan PDTT 2016.

Tiga saham gorengan itu antara lain PT Sugih Energy Tbk (SUGI), PT Trikomsel Oke Tbk (TRIO), dan PT Eureka Prima Jakarta Tbk (LCGP). Penempatan saham tidak didukung oleh kajian usulan penempatan saham yang memadai.

Baca juga: Simak, Ini Kronologi Lengkap Kasus Jiwasraya Versi BPK

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

IHSG Turun 34 Poin, Rupiah Melemah di Awal Sesi

IHSG Turun 34 Poin, Rupiah Melemah di Awal Sesi

Whats New
Harga Emas Dunia Menguat Usai Rilis Data Pertumbuhan Ekonomi AS

Harga Emas Dunia Menguat Usai Rilis Data Pertumbuhan Ekonomi AS

Whats New
Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di BCA hingga BNI

Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di BCA hingga BNI

Whats New
Daftar 30 Mitra Distribusi Pembelian Sukuk Tabungan ST012 dan Linknya

Daftar 30 Mitra Distribusi Pembelian Sukuk Tabungan ST012 dan Linknya

Whats New
Lowongan Kerja PT Honda Prospect Motor untuk S1, Ini Persyaratannya

Lowongan Kerja PT Honda Prospect Motor untuk S1, Ini Persyaratannya

Whats New
Sudah Bisa Dibeli, Ini Besaran Kupon Sukuk Tabungan ST012

Sudah Bisa Dibeli, Ini Besaran Kupon Sukuk Tabungan ST012

Whats New
Revisi Target Penyaluran Kredit, BTN Antisipasi Era Suku Bunga Tinggi

Revisi Target Penyaluran Kredit, BTN Antisipasi Era Suku Bunga Tinggi

Whats New
Mampukah IHSG Bangkit Hari Ini ? Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

Mampukah IHSG Bangkit Hari Ini ? Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

Whats New
Kekhawatiran Inflasi Mencuat, Wall Street Berakhir di Zona Merah

Kekhawatiran Inflasi Mencuat, Wall Street Berakhir di Zona Merah

Whats New
Ada Hujan Lebat, Kecepatan Whoosh Turun hingga 40 Km Per Jam, Perjalanan Terlambat

Ada Hujan Lebat, Kecepatan Whoosh Turun hingga 40 Km Per Jam, Perjalanan Terlambat

Whats New
BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste

BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste

Whats New
[POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal

[POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal

Whats New
KCIC Minta Maaf Jadwal Whoosh Terlambat gara-gara Hujan Lebat

KCIC Minta Maaf Jadwal Whoosh Terlambat gara-gara Hujan Lebat

Whats New
Cara Pinjam Uang di Rp 5 Juta di Pegadaian, Bunga, dan Syaratnya

Cara Pinjam Uang di Rp 5 Juta di Pegadaian, Bunga, dan Syaratnya

Earn Smart
Kemenkeu Akui Pelemahan Rupiah dan Kenaikan Imbal Hasil Berdampak ke Beban Utang Pemerintah

Kemenkeu Akui Pelemahan Rupiah dan Kenaikan Imbal Hasil Berdampak ke Beban Utang Pemerintah

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com