Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Ada Kenaikan Tarif Pajak Karyawan, Begini Penghitungan PPh 21 Terbaru

Kompas.com - Diperbarui 03/01/2023, 20:12 WIB
Yohana Artha Uly,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengubah aturan mengenai pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 seiring terbitnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau UU HPP.

Lewat beleid itu terjadi perubahan lapisan penghasilan kena pajak (PKP) per tahun, dari sebelumnya ada empat lapisan PKP menjadi ada lima lapisan PKP. Secara rinci sebagai berikut:

Aturan lama menurut UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan:

  • PKP sampai Rp 50 juta dikenai tarif PPh 5 persen
  • PKP Rp 50 juta-Rp 250 juta dikenai tarif PPh 15 persen
  • PKP Rp 250 juta-Rp 500 juta dikenai tarif PPh 30 persen.
  • PKP di atas Rp 500 juta dikenai tarif PPh 30 persen

Aturan baru menurut UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP):

  • PKP sampai Rp 60 juta dikenai tarif PPh 5 persen
  • PKP Rp 60 juta-Rp 250 juta dikenai tarif PPh 15 persen
  • PKP Rp 250 juta-Rp 500 juta dikenai tarif PPh 25 persen
  • PKP Rp 500 juta-Rp 5 miliar dikenai tarif PPh 25 persen
  • PKP di atas Rp 5 miliar dikenai tarif PPh 35 persen.

Baca juga: Simulasi Penghitungan Pajak Penghasilan untuk Gaji Rp 5 Juta per Bulan

Dengan demikian, perubahan itu tidak membuat terjadinya kenaikan tarif PPh karyawan, malahan menguntungkan bagi karyawan sebab batas penghasilan terbawah yang dikenakan pajak semakin tinggi. Justru yang naik adalah tarif PPh bagi orang kaya atau yang memiliki penghasilan lebih dari Rp 5 miliar per tahun.

"Tidak ada kenaikan tarif pajak untuk karyawan! Justru melalui UU 7/2021 (UU HPP), rentang lapisan penghasilan terbawah yang kena pajak 5 persen dinaikkan dari Rp 50 juta ke Rp 60 juta," ungkap Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo dalam cuitannya dalam akun Twitter @prastow, dikutip Senin (2/1/2023).

Maka jika dilakukan simulasi penghitungan PPh 21 dengan studi kasus karyawan berpenghasilan Rp 5 juta per bulan dan Rp 9,5 juta per bulan, di mana karyawan tersebut masih lajang atau belum berkeluarga, sebagai berikut:

Perlu diingat penghitungan PPh 21 yakni penghasilan setahun dikurangi penghasilan tidak kena pajak (PTKP). Hasil pengurangan itulah yang dikenakan pajak penghasilan berdasarkan tarif pada lapisan PKP yang ditetapkan pemerintah.

Adapun baik dalam UU 36/2008 dan UU HPP, besaran PTKP tetap sama yakni bagi orang pribadi lajang sebesar Rp 4,5 juta per bulan atau Rp 54 juta setahun.

Baca juga: Soal Pajak Gaji Rp 5 Juta, Sri Mulyani Jelaskan Penghitungannya

Asumsi pengenaan PPh Pasal 21 dengan asumsi Karyawan A (lajang) berpenghasilan Rp 5 juta per bulan:

  • Penghasilan Rp 5 juta x 12 bulan = Rp 60 juta (penghasilan setahun)
  • Kemudian Rp 60 juta - Rp 54 juta (PTKP) = Rp 6 juta
  • Maka yang dikenai PPh adalah Rp 6 juta dengan dikenai tarif sebesar 5 persen, yakni Rp 6 juta x 5 persen = Rp 300.000
  • Artinya, Karyawan A membayar pajak penghasilan sebesar Rp 300.000 setahun

Penghitungan di atas mengenai besaran PPh 21 yang dikenakan bagi karyawan berpenghasilan Rp 5 juta, tetap sama baik menurut UU 36/2008 dan UU HPP. Artinya, perubahan dari UU 36/2008 ke UU HPP sama sekali tidak menambah beban bagi orang pribadi dengan gaji hingga Rp 5 juta per bulan.

Asumsi pengenaan PPh Pasal 21 menurut UU 36/2008 untuk Karyawan B (lajang) dengan penghasilan Rp 9,5 juta per bulan:

  • Penghasilan Rp 9,5 juta x 12 bulan = Rp 114 juta (penghasilan setahun)
  • Kemudian Rp 114 juta - Rp 54 juta (PTKP) = Rp 60 juta
  • Maka yang dikenai PPh adalah Rp 60 juta dengan dikenai dua lapisan PKP, yaitu 5 persen dan 15 persen
  • Hitungannya, Rp 50 juta x 5 persen = Rp 2,5 juta, dan sisanya Rp 10 juta x 15 persen = Rp 1,5 juta. Totalnya Rp 4 juta
  • Artinya, Karyawan B membayar pajak penghasilan sebesar Rp 4 juta setahun

Asumsi pengenaan PPh Pasal 21 menurut UU HPP untuk Karyawan B (lajang) dengan penghasilan Rp 9,5 juta per bulan:

  • Penghasilan Rp 9,5 juta x 12 bulan = Rp 114 juta (penghasilan setahun)
  • Kemudian Rp 114 juta - Rp 54 juta (PTKP) = Rp 60 juta
  • Maka yang dikenai PPh adalah Rp 60 juta dengan dikenai hanya satu lapisan PKP yaitu 5 persen.
  • Hitungannya, Rp 60 juta x 5 persen = Rp 3 juta
  • Artinya, Karyawan B membayar pajak penghasilan sebesar Rp 3 juta setahun

Menurut perbandingan penghitungan gaji karyawan dengan penghasilan Rp 9,5 juta per bulan tersebut, justru menunjukkan penghitungan terbaru menurut UU HPP membut pajak penghasilan yang dibayarkan pun menjadi turun Rp 1 juta.

Ditjen Pajak Kemenkeu melalui cuitannya di Twitter mengungkapkan, penambahan lapisan tarif PPh dalam UU HPP memberikan keringanan bagi wajib pajak. Sebab dengan adanya tarif baru, beban pajak masyarakat kelompok menengah-bawah akan lebih rendah.

"Masyarakat yang berpenghasilan kecil dilindungi, sedangkan yang berpenghasilan tinggi dituntut kontribusi lebih tinggi," cuit akun Twitter @DitjenPajakRI dikutip Senin (2/1/2023).

Baca juga: Lampaui Target, Penerimaan Pajak Sudah Tembus Rp 1.634 Triliun

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Saat Persoalan Keuangan Indofarma Bakal Berujung Pelaporan ke Kejagung

Saat Persoalan Keuangan Indofarma Bakal Berujung Pelaporan ke Kejagung

Whats New
Luhut Perkirakan Pembangunan Bandara VVIP IKN Rampung Tahun Depan

Luhut Perkirakan Pembangunan Bandara VVIP IKN Rampung Tahun Depan

Whats New
5 Hal di CV yang Bikin Kandidat Tampak Lemah di Mata HRD, Apa Saja?

5 Hal di CV yang Bikin Kandidat Tampak Lemah di Mata HRD, Apa Saja?

Work Smart
Cegah Persaingan Usaha Tidak Sehat, KPPU Tingkatkan Kerja Sama dengan Bea Cukai

Cegah Persaingan Usaha Tidak Sehat, KPPU Tingkatkan Kerja Sama dengan Bea Cukai

Whats New
Pelepasan Lampion Waisak, InJourney Targetkan 50.000 Pengunjung di Candi Borobudur

Pelepasan Lampion Waisak, InJourney Targetkan 50.000 Pengunjung di Candi Borobudur

Whats New
Didukung Pertumbuhan Kredit, Sektor Perbankan Masih Menjanjikan

Didukung Pertumbuhan Kredit, Sektor Perbankan Masih Menjanjikan

Whats New
Bangun Smelter Nikel Berkapasitas 7,5 Ton, MMP Targetkan Selesai dalam 15 Bulan

Bangun Smelter Nikel Berkapasitas 7,5 Ton, MMP Targetkan Selesai dalam 15 Bulan

Whats New
Gelar RUPS, Antam Umumkan Direksi Baru

Gelar RUPS, Antam Umumkan Direksi Baru

Whats New
Siap-siap, Antam Bakal Tebar Dividen 100 Persen dari Laba Bersih 2023

Siap-siap, Antam Bakal Tebar Dividen 100 Persen dari Laba Bersih 2023

Whats New
Berkomitmen Sediakan Layanan Digital One-Stop Solution, Indonet Resmikan EDGE2

Berkomitmen Sediakan Layanan Digital One-Stop Solution, Indonet Resmikan EDGE2

Whats New
Libur Panjang, KCIC Siapkan 28.000 Tempat Duduk Kereta Cepat Whoosh

Libur Panjang, KCIC Siapkan 28.000 Tempat Duduk Kereta Cepat Whoosh

Whats New
Emiten Penyedia Infrastruktur Digital EDGE Raup Laba Bersih Rp 253,6 Miliar pada 2023

Emiten Penyedia Infrastruktur Digital EDGE Raup Laba Bersih Rp 253,6 Miliar pada 2023

Whats New
InJourney: Bergabungnya Garuda Indonesia Bakal Ciptakan Ekosistem Terintegrasi

InJourney: Bergabungnya Garuda Indonesia Bakal Ciptakan Ekosistem Terintegrasi

Whats New
KAI Bakal Terima 1 Rangkaian Kereta LRT Jabodebek yang Diperbaiki INKA

KAI Bakal Terima 1 Rangkaian Kereta LRT Jabodebek yang Diperbaiki INKA

Whats New
BTN Relokasi Kantor Cabang di Cirebon, Bidik Potensi Industri Properti

BTN Relokasi Kantor Cabang di Cirebon, Bidik Potensi Industri Properti

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com