Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perdagangan Karbon Pembangkit Listrik Ditargetkan Bisa Tekan Emisi Gas Rumah Kaca 36 Juta Ton CO2

Kompas.com - 22/02/2023, 16:10 WIB
Kiki Safitri,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS.com – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberlakukan perdagangan karbon untuk subsektor tenaga listrik bisa menekan emisi CO2 hingga 36 juta ton di tahun 2030.

Perdagangan karbon ini berpotensi menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) lebih dari 36 juta ton CO2, ekivalen di tahun 2030,” kata Menteri ESDM Arifin Tasrif dalam acara Peluncuran Perdagangan Karbon Subsektor Pembangkit Tenaga Listrik di Indonesia secara virtual Rabu (22/2/2023).

Dalam kesempatan itu, Arifin menuturkan, perdagangan karbon akan dilakukan dalam 3 fase. Pertama, perdagangan karbon dilakukan di tahun 2023 dan akan dilaksanakan pada PLTU batu bara yang terhubung ke jaringan tenaga listrik PT PLN (Persero).

Baca juga: Perdagangan Karbon Subsektor Tenaga Listrik Resmi Diluncurkan

“Sesuai dengan kerangka akan ada 3 fase, yang akan dilaksanakan. Pada fase pertama di tahun 2023, perdagangan karbon dilaksanakan pada PLTU Batu Bara yang terhubung dengan PLN,” kata Arifin dalam sambutannya.

Arifin menjelaskan, nantinya PLTU yang terhubung dengan PLN tersebut memiliki kapasitas lebih dari atau sama 25 Mega Watt, dan kurang dari 100 Mega Watt, dengan jumlah 99 unit PLTU batu bara.

“Totalnya, ada 33 Giga Watt kurang lebih, atau ini hampir separuh dari total kapasitas nasional kita,” ujar Arifin.

Sementara itu, untuk fase dua dan tiga, perdagangan karbon akan dilakukan pada PLTU dengan kapasitas terpasang lebih dari atau sama dengan 100 MW. Arifin bilang, untuk fase 2 dan 3, akan diterapkan pada Pembangkit Fosil, Batu Bara, dan sektor energi di luar PLN.

Baca juga: Antara Emisi, Pajak, dan Transaksi Karbon

“Untuk mendukung perdagangan karbon, pembangkit yang memanfaatkan Energi Baru Terbarukan (EBT) yang melakukan aktivitas di lingkup sektor energi, dimninta berpartisipasi.

Arifin memastikan pihaknya akan terus melakukan sosialisasi, peningkatan kapasitas, evaluasi, dan memfasilitasi pemangku kepentingan yang terlibat, dalam program perdagangan karbon ini. Di tempat yang sama, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Jisman Hutajulu menjelaskan, pada tahun 2023 ini akan dilaksanakan perdagangan karbon di subsektor pembangkit tenaga listrik dalam tahap mandatory.

Perdagangan karbon ini pertama kali dilaksanakan di Indonesia pada unit pembangkit PLTU batubara yang terhubung ke jaringan tenaga listrik PT PLN (Persero) dengan kapasitas lebih besar atau sama dengan 100 MW.

"Untuk mendukung pelaksanaan perdagangan karbon tersebut, Kementerian ESDM telah menetapkan Persetujuan Teknis Batas Atas Emisi (PTBAE)," ujar Jisman.

Lebih lanjut Jisman menyampaikan, pada tahun 2023 Kementerian ESDM telah menetapkan nilai Persetujuan Teknis Batas Atas Emisi Pelaku Usaha (PTBAE-PU) kepada 99 unit PLTU Batubara (42 perusahaan) yang akan menjadi peserta perdagangan karbon dengan total kapasitas terpasang 33.569 MW.

“Kedepannya, secara bertahap perdagangan karbon di subsektor pembangkit tenaga listrik pada fase kedua dan ketiga akan diterapkan pada pembangkit listrik fosil selain PLTU batubara dan tidak hanya yang terhubung ke jaringan PLN,” tegas Jisman.

Baca juga: Sudah Terima Surat dari Jokowi, DPR Belum Bisa Pastikan Perry Warjiyo Jadi Calon Tunggal Gubernur BI

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com