Oleh: Rangga Septio Wardana dan Ikko Anata
KOMPAS.com - Investasi merupakan salah satu perbincangan yang selalu menarik dibahas. Menurut situs OJK, investasi adalah penanaman modal yang biasanya dalam jangka panjang untuk pengadaan aktiva lengkap atau pembelian saham-saham dan surat berharga lain, untuk memperoleh keuntungan.
Namun, bagi beberapa muslim perlu menghindari hal yang berpotensi mendatangkan riba. Oleh karena itu, banyak yang menggunakan produk syariah yang sesuai dengan syariat Islam, termasuk investasi.
Investasi syariah adalah aktivitas penanaman modal dengan prinsip penggunaan syariah Islam dalam proses bisnisnya. Namun, bagaimana agar tetap cuan ketika menggunakan investasi syariah?
Temukan jawabannya dalam siniar CUAN episode “SAKU: Investasi Syariah Tetap Bisa Untung” dengan tautan akses dik.si/CUANSyariah.
Investasi syariah adalah penanaman modal masyarakat dengan tujuan mendapatkan keuntungan sesuai dengan prinsip dan hukum Islam. Syariat Islam menjadi pembeda investasi ini dengan investasi konvensional.
Baca juga: 7 Manfaat Networking dalam Dunia Bisnis
Di Indonesia, prinsip tersebut disusun oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) di bawah naungan Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk menjadi dasar pedoman investasi tanpa riba.
Terdapat 29 fatwa DSN MUI yang berhubungan dengan investasi syariah. Meskipun bersifat tidak mengikat, namun praktik fatwa ini adalah salah satu rujukan dalam mengembangkan pasar modal syariah Indonesia.
Pada dasarnya, ada tiga contoh fatwa DSN MUI yang menjadi dasar pengembangan investasi syariah, yaitu
Secara sistem, investor yang akan melakukan investasi syariah diawali dengan melakukan akad musyarakah (kerja sama), ijarah (sewa-menyewa), dan mudharabah (bagi hasil). Lantas, apa saja produk investasi syariah?
Menurut Fatwa Nomor 137/DSN-MUI/IX/2020, sukuk adalah Surat Berharga Syariah (Efek Syariah) berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama, dan mewakili kepemilikan yang tidak bisa ditentukan batas-batasnya (musya’) atas aset yang mendasarinya (underlying assets/Ushul al-Shukuk).
Underlying asset adalah aset atau objek dasar yang menjadi penerbitan sukuk, dapat berupa tanah, bangunan, proyek pembangunan, jasa (aset tidak berwujud, hingga hak atas manfaat aset.
Dalam buku Fiqh Muammalah dari Klasik hingga Kontemporer (2018), Akhmad Farroh Hassan menjelaskan bahwa sukuk adalah instrumen yang digunakan untuk menghimpun dana demi kepentingan umum untuk meningkatkan dan mengembalikan modal usaha.
Pihak-pihak yang terikat dalam sukuk adalah pemilik aset, special purpose vehicle, dan investor.
Baca juga: Ingin Karier Lancar? Perhatikan 3 Hal Ini!
Keberadaan underlying assets menjadi pembeda antara obligasi dengan sukuk. Selain itu, pemilik sukuk mendapatkan sertifikat kepemilikan aset berwujud, sementara obligasi merupakan instrumen pengakuan utang.