Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat Beberkan Risiko Jika "Fintech Lending" Pilih Tutup Kredit Macet dengan Peningkatan Omzet

Kompas.com - 11/07/2023, 17:00 WIB
Agustinus Rangga Respati,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Industri fintech peer to peer lending terutama yang hanya menggarap beberapa sektor khusus seperti pertanian menghadapi permasalahan kredit macet.

Pengamat ekonomi dari Institute For Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad mengatakan, ada beberapa fintech yang melakukan pembiaran terhadap tingkat kredit macet yang tinggi.

Sebagai gantinya, fintech lending atau pinjaman online (pinjol) akan menutupi hal tersebut dengan tingkat bunga yang tinggi.

"Jadi dia (fintech lending) menambah omzet katakanlah dari Rp 2 miliar jadi Rp 10 miliar. Toh, dihitung-hitung tingkat kerugian NPL (non performing loan) kalau memperluas pasar, itu (kredit macet) kan bisa tertutupi, padahal tidak begitu," kata dia kepada Kompas.com, Selasa (11/7/2023).

Baca juga: Mengenal Skema Pendanaan di Fintech Lending

Untuk itu, ia menambahkan, fintech lending perlu meningkatkan sistem peringatan dini (early warning sistem). Hal tersebut melingkupi proyeksi risiko di suatu sektor sampai tingkat aset yang dimiliki perusahaan.

"Cenderung ini lemah, untuk menutupi kredit macet ya ditambal asetnya," imbuh dia.

Tauhid membeberkan, sebagai contoh sektor pertanian mengalami pukulan karena perubahan musim menyebabkan produksi terus menurun.

Baca juga: Kasus Kredit Macet Bos Gudang Garam Rp 232 Miliar, OCBC NISP Beberkan Bukti di Persidangan

Mitigasi kredit macet

Fintech lending diharapkan memiliki strategi untuk tetap menjagai kredit macet di sektor ini. Beberapa langkah yang bisa diambil misalnya dengan merancang skenario pembayaran, menunda pembayaran, atau memperpanjang pembayaran.

Lebih jauh, Tauhid menjabarkan, fintech lending tetap perlu melakukan penilaian kredit yang mumpuni disertai dengan riset penerima pinjaman (borrower).

Selain itu, penting juga untuk melakukan pembuatan profil (profiling) dari calon penerima pinjaman.

"Harus dibuat rumus. Misalnya besaran cicilan seorang guru atau pedagang. Ada batasan yang bisa dilihat," ujar dia.

Baca juga: 5 Sektor Penerima Pinjaman Fintech yang Gagal Bayar

Pita sosial sebagai manajemen risiko

Adapun, fintech lending banyak melayani masyarakat yang belum tersentuh layanan perbankan. Untuk itu, penting juga untuk melihat pita sosial sebagai salah satu manajemen risiko.

Pita sosial yang dimaksud adalah dengan melihat bagaimana kekerabatan juga dapat mencerminkan profil risiko, seperti gaya hidup keluarga.

Ia berpesan, untuk beberapa sektor yang memiliki tingkat risiko tinggi, fintech lending dapat meningkatkan persyaratan pinjamannya.

Terakhir, fintech lending juga perlu mengimbangi proses pemasaran dengan literasi digital.

"Kelebihan dan risiko (fintech lending), tingkat bunga, BI checking, termasuk adanya tim penagihan, itu harus disampaikan literasi seperti itu," kata dia.

Baca juga: OJK Ungkap Penyebab Kredit Macet Fintech Lending iGrow

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Emiten TPIA Milik Prajogo Pangestu Rugi Rp 539 Miliar pada Kuartal I 2024, Ini Sebabnya

Emiten TPIA Milik Prajogo Pangestu Rugi Rp 539 Miliar pada Kuartal I 2024, Ini Sebabnya

Whats New
BI Beberkan 3 Faktor Keberhasilan Indonesia Mengelola Sukuk

BI Beberkan 3 Faktor Keberhasilan Indonesia Mengelola Sukuk

Whats New
Pertemuan Tingkat Menteri OECD Dimulai, Menko Airlangga Bertemu Sekjen Cormann

Pertemuan Tingkat Menteri OECD Dimulai, Menko Airlangga Bertemu Sekjen Cormann

Whats New
Induk Usaha Blibli Cetak Pendapatan Bersih Rp 3,9 Triliun pada Kuartal I 2024

Induk Usaha Blibli Cetak Pendapatan Bersih Rp 3,9 Triliun pada Kuartal I 2024

Whats New
Kembali ke Aturan Semula, Barang Bawaan dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi

Kembali ke Aturan Semula, Barang Bawaan dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi

Whats New
Cek Tagihan Listrik secara Online, Ini Caranya

Cek Tagihan Listrik secara Online, Ini Caranya

Work Smart
Harga Beras Alami Deflasi Setelah 8 Bulan Berturut-turut Inflasi

Harga Beras Alami Deflasi Setelah 8 Bulan Berturut-turut Inflasi

Whats New
17 Bandara Internasional yang Dicabut Statusnya Hanya Layani 169 Kunjungan Turis Asing Setahun

17 Bandara Internasional yang Dicabut Statusnya Hanya Layani 169 Kunjungan Turis Asing Setahun

Whats New
Berikan Pelatihan Keuangan untuk UMKM Lokal, PT GNI Bantu Perkuat Ekonomi di Morowali Utara

Berikan Pelatihan Keuangan untuk UMKM Lokal, PT GNI Bantu Perkuat Ekonomi di Morowali Utara

Rilis
Harga Saham Bank Mandiri Terkoreksi, Waktunya 'Serok'?

Harga Saham Bank Mandiri Terkoreksi, Waktunya "Serok"?

Earn Smart
Tutuka Ariadji Lepas Jabatan Dirjen Migas, Siapa Penggantinya?

Tutuka Ariadji Lepas Jabatan Dirjen Migas, Siapa Penggantinya?

Whats New
Panen Jagung bersama Mentan di Sumbawa, Jokowi Tekankan Pentingnya Keseimbangan Harga

Panen Jagung bersama Mentan di Sumbawa, Jokowi Tekankan Pentingnya Keseimbangan Harga

Whats New
Suku Bunga Acuan BI Naik, Peritel Khawatir Bunga Pinjaman Bank Naik

Suku Bunga Acuan BI Naik, Peritel Khawatir Bunga Pinjaman Bank Naik

Whats New
Laba Bank-bank Kuartal I 2024 Tumbuh Mini, Ekonom Beberkan Penyebabnya

Laba Bank-bank Kuartal I 2024 Tumbuh Mini, Ekonom Beberkan Penyebabnya

Whats New
Bank Sentral AS Sebut Kenaikan Suku Bunga Tak Dalam Waktu Dekat

Bank Sentral AS Sebut Kenaikan Suku Bunga Tak Dalam Waktu Dekat

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com